Warta Strategis

Menjaga Keberagaman dan Kedamaian NKRI

Oleh : Ananda Wijaya )*

 

Aksi solidaritas sejuta lilin di beberapa kota di Indonesia yang awalnya dipicu oleh vonis dua tahun penjara untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok yang berlangsung damai, kini temanya diperluas untuk menjaga keberagaman dan kedamaian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Di sejumlah daerah antara lain Jakarta, Denpasar, Medan, Balikpapan, Surabaya, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan berbagai tempat lain hampir semuanya diisi dengan penyalaan lilin, menyanyikan lagu-lagu nasional dan doa dari tokoh lintas agama untuk NKRI damai. Namun demikian tak sedikit beberapa kelompok yang menilai bahwa aksi tersebut juga menunjukkan adanya rasa khawatir, rasa cemas akan sepak terjang kelompok radikal dan intoleran yang ingin mengganti dasar negara.

Pemerintah dan sebagian besar warga bangsa tentu tidak menginginkan adanya perpecahan di bumi Nusantara yang hanya karena disebabkan oleh perbedaan suku, agama, ras dan sejenisnya. Kebhinekaan yang merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa hendaknya terus dijaga dan dirawat untuk mempererat persatuan dan kesatuan. Komitmen untuk menjaga kebhinekaan hendaknya menjadi pembelajaran dari semua pihak, khususnya para elit yang sedang mengemban amanat mewujudkan cita-cita kemerdekaanberupa masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Karena bagaimanapun juga gaduh ini, besar atau kecil ada kaitannya dengan hajatan atau kegiatan politik.

Salah satu tujuan berpolitik adalah untuk meraih atau merebut kekuasaan. Akan tetapi merebut kekuasaan dengan cara- cara yang inkonstitusional hanya akan menimbulkan kegaduhan, bahkan bisa mencerai beraikan bangsa ini. Tahun 2018 yang akan menghelat pilkada serentak di 17 provinsi serta 154 kabupaten dan kota, serta tahun 2019 yang akan melangsungkan pemilihan presiden dan wakil presiden serta DPR, DPD maupun DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota, bukan tidak mungkin apabila hajatan politik ini akan meningkatkan eskalasi politik di berbagai tingkatan.

Manuver, akrobat politik sudah mulai disusun bahkan dimainkan guna memenuhi ambisi kekuasaan. Kita ingin mengingatkan, aksi komitmen menjaga NKRI yang kini muncul di berbagai daerah adalah indikator masyarakat yang sudah tidak bisa dibodohi lagi oleh berbagai manuver yang mengatasnamakan rakyat, bahkan mengatasnamakan agama. Masyarakat sudah muak dengan opera sabun politik, dagelan politik, dan politik tanpa etika yang disajikan para elit yang seakan haus dan rakus akan kekuasaan.

Sulit menemukan negarawan yang benar-benar berpikir untuk masa depan bangsanya. Semuanya serba pragmatis dan transaksional. Tidak malu melakukan korupsi dan tidak malu melindungi dan membela yang salah. Harus diakui permasalahan bangsa ini cukup kompleks dan hanya bisa diurai dan ditangani dalam situasi dan kondisi yang tenang dan damai. Kalau setiap saat gaduh dan ribut, bisa dipastikan tidak akan menyelesaikan masalah, justru menambah masalah. Untuk itu, kita berharap komitmen menjaga dan merawat NKRI yang muncul dari warga bangsa ini menjadi energi untuk bangkit dan fokus menyelesaikan masalah yang ada. Menjadikan yang lupa menjadi eling, yang pemarah menjadi sabar. Berpikir baru bicara, bukan berbicara baru berpikir.

Fenomena pemberian karangan bunga yang dikirim berbagai  elemen masyarakat untuk TNI dan Polri belakangan ini merupakan bentuk dukungan kepada institusi  tersebut dalam menjaga Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika dan  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hingga hari ini fenomena ini pun terus mengalir hingga  ke daerah. Hal ini bisa dibaca sebagai indikator keresahan sekaligus kekhawatiran banyak pihak terhadap kondisi kekinian negeri tercinta ini. Demikian juga jakan atau gerakan untuk memasang DP (display picture) lambang negara Burung Garuda pada layar telepon genggam bisa dimaknai sebagai langkah mengingatkan bangsa ini untuk menjaga keutuhan dan kebhinekaan.

Kekhawatiran tersebut tidaklah berlebihan dan memang harus disikapi secara tegas. Mengingat akhir-akhir ini dengan mengatasnamakan kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat, terdapat beberapa kelompok masyarakat yang hendak memaksakan keinginan dengan menggunakan kekuatan massa. Mereka merasa paling benar sehingga apa pun keinginannya harus dituruti. Unjuk rasa tidaklah dilarang, mengeluarkan pendapat memang dijamin undang-undang. Tetapi semua ada batasannya, ada aturannya, ada etikanya. Sehingga ketika sudah di luar batas kepatutan dan melanggar aturan, aparat harus bersikap dan mengambil tindakan tegas.

Sejarah bangsa ini sudah jelas. Dengan ribuan pulau yang membentang dari Sabang hingga Meraoke dan dari Miangas hingga Rote, dengan berbagai etnis, suku, agama dan adat istiadat, telah sepakat mengikat diri dalam NKRI dalam kebhinekaan yang berpondasikan Pancasila serta UUD 1945. NKRI tidak mengenal mayoritas dan minoritas. Dengan demikian tidak boleh ada riak-riak yang mengancam keutuhan NKRI dan akan mengganti Pancasila. Mari belajar dari negara lain seperti Suriah, Irak dan beberapa negara lain yang porak poranda akibat perseteruan antarwarga bangsa yang berebut kekuasaan. Perang saudara tiada akhir yang membuat semua menderita, semua tersiksa dan tidak ada waktu untuk membangun.

 

)* Penulis adalah Mahasiswa Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia

 

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih