Polemik Politik

Menjaga Persatuan di Tahun Politik

Oleh : Sulaiman Rahmat )*

 Dalam menyambut awal tahun baru banyak dari kita berharap untuk kehidupan yang lebih baik. Akan tetapi kita juga tidak melupakan pelajaran-pelajaran telah kita tuai baik dalam kesuksesan atau kegagalan pada tahun – tahun sebelumnya. Hal yang sama juga terjadi pada negara ini. Banyak harapan masyarakat Indonesia terhadap perkembangan – perkembangan di Indonesia, mulai dari pembaruan infrastruktur hingga ke perjalanan demokrasi di Indonesia. Tahun 2018 ini juga akan menjadi tahun yang signifikan dalam perjalanan demokrasi di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh pemilihan kepala daerah yang akan diadakan secara serentak pada hampir seratus tujuh puluh satu (171) daerah di Indonesia.

Pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau yang lebih sering disingkat dengan pilkada ini bukanlah hal yang sangat mudah. Pilkada dapat juga disebakan sebagai  tolok ukur demokrasi di Indonesia. Dengan proses yang jauh lebih pelik dari pada pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, tidaklah heran jika di dalam pelaksanaan Pilkada sendiri sering menimbulkan perselisihan diantara para calon, anggota partai dan juga para warga yang menjadi pemilih.

Salah satu pelajaran yang dapat di petik dari pelaksaan pemilihan kepala daerah ini dapat dirujuk pada pemilihan kepala daerah Ibu kota Indonesia pada tahun 2017 silam, dimana terjadi nya perselisihan baik di antara warga dan para anggota partai. Proses menuju pilkada yang seharusnya menjadi pesta rakyat, serentak berubah menjadi lautan penuh emosi dan ketegangan.

Hal tersebut sebenarnya bukanlah hal yang baru. Menjelang pembukaan pemilihan kepala daerah ataupun pemilihan umum lainnya yang dilangsungkan oleh pihak KPU (Komisi Pemilihan Umum) memang sering menunjukan indikasi terjadinya kericuhan atau pun keributan pada beberapa daerah di Indonesia. Hal yang harus sangat diperhatikan baik oleh pemerintah, komisi pemilihan umum dan juga para warga negara Indonesia dalam menyelenggarakan pesta rakyat ini adalah dengan meniadakan penggunaan unsur SARA.

Pilkada yang merupakan cara demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat ini tetap harus dilaksanakan dengan merujuk pada aturan – aturan dan hukum – hukum yang berlaku. Walaupun pemilihan kepala daerah disebut dengan pesta rakyat, akan tetapi untuk tetap menjaga Pilkada 2018 berjalan dengan damai tetaplah menjadi tanggung jawab bersama, mulai dari rakyat, KPU hingga kepada para calon.

Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan lambang negara Republik Indonesia harus di kedepankan dalam melangsungkan Pilkada serentak 2018. Para warga pasti sangat menginginkan calon yang mereka dukung untuk dapat memenangkan pemilihan kepada daerah pada wilayah mereka. Hal terpenting dalam memberikan dukungan kepada para calon adalah dengan mengedepankan dan mempelajari visi, misi serta program – program masyarakat yang di tawarkan oleh masing – masing calon. Berikut adalah beberapa pertanyaan yang dapat anda tanyakan sebelum memberikan dukungan anda.

Apakah sang calon memiliki visi dan misi yang baik dan jelas?

Apakah visi dan misi sang calon dapat membawa dampak yang baik kepada daerah anda dan juga kepada Indonesia secara keseluruhan?

Apakah visi dan misi sang calon sesuai dengan prinsip – prinsip dasar yang anda miliki?

Apakah visi dan misi sang calon sejalan dengan Pancasila yang menjadi lambang negara Indonesia?

Apakah sang calon memilki program – program kerja yang berkualitas?

Bagaimana dampak program – program kerja yang ditawarkan sang calon terhadap Anda dan juga daerah Anda?

Alangkah baiknya jika kita menanyakan beberapa hal di atas untuk mengenal lebih dalam terhadap calon yang akan kita usung dan dukung, karena merekalah yang akan menjadi wakil rakyat, mewakili kita semua untuk tahun – tahun mendatang. Hal tersebut lah yang menyebabkan mengapa kita harus jeli dan teliti dalam memilih kepala daerah.

Isu – isu politik yang berbau SARA bukanlah hal yang tidak mungkin terjadi, terutama pada saat pelaksaan pilkada. Sebagai rakyat Indonesia yang berada pada naungan Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika, kita harus bijak dalam menyadari isu agama dan diskriminasi yang sering menjadi latar belakang munculnya isu SARA, karena hal tersebut bukanlah cara berpolitik. Melakukan persaingan politik seperti pada pilkada dengan menggunakan unsur SARA adalah salah satu dari ciri – ciri cara berpolitik yang tidak sehat. Para calon – calon pilkada 2018 juga di harapkan untuk menjunjung tinggi nilai – nilai demokrasi yang ada di Indonesia dalam menjalankan pesta rakyat tahun ini. Para calon juga diharapkan untuk menjaga kedamaian dan kesatunan di antara calon dan tidak terprovokasi atau pun menyinggung SARA yang dapat menganggu masyarakat.

Ketika politik dikaitkan dengan isu – isu yang berbau SARA, seperti misalnya suku, ras, atau pun agama sang calon kepala daerah maupun wakil rakyat, tanpa di sadari hal tersebut membawa dampak yang sangat negatif terhadap elektabilitas sang calon. Pada saat hal tersebut terjadi, kriteria – kriteria positif lainnya yang dimiliki sang calon seolah – olah menjadi tidak berarti lagi. Apakah hal tersebut yang kita inginkan untuk melihat Indonesia menjadi lebih maju?

Para rakyat Indonesia dan juga para calon harus mengutamakan etika dan estitika politik sehingga tidak terjadi kebingungan di antara para warga negara yang pada akhirnya memicu kekerasan antar sesama warga dan juga apatisme politik. Pilakada serentak 2018 harusnya mengutamakan kesantuanan dan kedamaian di antara para calon, anggota partai dan juga warga negara Indonesia, sehingga dapat terlahir pelaksanaan pemilihan daerah yang aman, kondusif dan damai.

Seperti yang telah di sampaikan sebelumnya pelaksaan pesta rakyat, pilkada serentak 2018 adalah tanggung jawab seluruh bagian masyarakat, demikian juga dalam menjaga agar pilkada serentak 2018 jauh dari unsur SARA dan mengurangi pihak – pihak yang dapat terprovokasi oleh unsur SARA. Janganlah sampai konflik – konlflik dalam dunia politik dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa. Marilah menjadi bijak dalam memilih dan dalam melangsungkan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2018 yang damai, aman dan dapat membawa perubahan pada sejumlah daerah – daerah di Indonesia.

Tanpa disadari unsur SARA yang dikaitkan – kaitkan dengan politik justru memilki dan membawa dampak yang buruk terhadap kedamaian dan juga terhadap kemajuan Republik Indonesia jika dibandingkan dengan politik uang. SARA lebih banyak digunakan dan disebarkan untuk memperburuk elektabilitas sang calon, menumbuhkan unsur – unsur kebencian terhadap sesama warga yang seharusnya telah menjadi seperti saudara kita sendiri. Memang, Pilkada atau pemilihan umumnya lainnya sering membawa perbedaan antar satu sama lain, akan tetapi, perbedaan tersebut harus tetap membuat kita menjadi satu, yaitu untuk membawa Indonesia menjadi lebih maju. Perbedaan – perbedaan yang wajar terjadi dalam Pilkada dan politik harus membuat kita menjadi lebih bijak dalam memilih mana yang benar dan mana yang salah. Marilah bersama kita menggunakan ajang Pilkada untuk mempersatukan kembali Indonesia kita dan tidak menggunakan SARA untuk menuai kebencian di antara sesama.

)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)

 

 

 

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih