Menolak Demonstrasi Buruh
Oleh : Deka Prawira )*
Demo buruh akan diselenggarakan pada tanggal 15 Juni 2022, tujuannya adalah untuk menentang revisi UU PPP (Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan). Aksi tersebut patut mendapat penolakan karena demo akan meningkatkan potensi kenaikan kasus Covid-19 sebagaimana yang tengah terjadi beberapa periode belakangan ini.
Kelompok buruh berencana akan kembali turun ke jalan pada 15 Juni 2022. Tuntutan demo tersebut adalah menolak revisi UU PPP, yang berarti sama saja menolak UU Cipta Kerja, karena UU tersebut akan mempercepat UU Cipta Kerja. UU Cipta Kerja akan dianggap sah karena metode Omnibus Law diperbolehkan, jika ada revisi UU PPP.
Ketua Partai Buruh Said Iqbal menyatakan bahwa dalam demo tanggal 15 Juni 2022 nanti akan dihadiri 10.000 buruh di depan gedung DPR RI. Demo akan diadakan juga di Gedung Sate Bandung, dengan prediksi 5.000 buruh, dan di Jawa Timur juga akan ada 5.000 peserta unjuk rasa.
Said Iqbal menambahkan, dalam demo kali ini para buruh menentang keras revisi UU PPP, juga UU Omnibus Law Cipta Kerja atau minimal dihapus klaster ketenagakerjaannya. Dalam artian, mereka tetap saja menolak UU Omnibus Law Cipta Kerja, padahal sudah diresmikan sejak 1,5 tahun yang lalu dan juga mulai diaplikasikan di seluruh Indonesia.
Demo buruh ini ditentang oleh masyarakat, karena pertama, masih masa pandemi, sehingga tidak akan mendapat izin dari Kepolisian. Apalagi kasus Corona sedang naik akhir-akhir ini, sehingga demo yang mengumpulkan orang dan membuat keramaian dikhawatirkan membuat klaster Corona baru. Jangan sampai pendemo pulang lalu terpapar virus Covid-19.
Kedua, demo menentang UU PPP melanggar hukum karena UU tersebut sudah sah dan diaplikasikan ke seluruh Indonesia. Jika klaster ketenagakerjaan yang dipermasalahkan maka hal tersebut harus dapat dipertimbangkan kembali. Elemen buruh juga diminta untuk tidak terpengaruh oleh isu bahwa posisinya akan digeser oleh TKA (tenaga kerja asing). Namun dalam klaster itu sudah disebutkan bahwa TKA tidak bekerja sebagai pegawai rendah, melainkan operator, yang akan melakukan transfer ilmu.
Kedatangan TKA justru akan melakukan transfer ilmu patut disyukuri karena pengetahuan para buruh akan bertambah. Mereka juga akan belajar bahasa asing, minimal bahasa Inggris, ketika berkomunikasi dengan TKA. Masyarakat pun diminta bijak terhadap isu kedatangan tenaga kerja asing.
Kemudian, jika UU Cipta Kerja diberlakukan, maka para buruh tidak perlu khawatir. Penyebabnya karena ketika mereka dirumahkan, masih akan mendapatkan pesangon. Jangan percaya hoax yang mengatakan bahwa gara-gara UU Cipta Kerja, pesangon ditiadakan. Padahal pesangon adalah hak bagi mereka dan nominalnya sudah diatur.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Garuda, Teddy Gusnaidi, juga menolak demo buruh tanggal 15 Juni 2022. Menurutnya, untuk menentang suatu UU atau RUU caranya bukan dengan unjuk rasa. Melainkan dengan melayangkan tuntutan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Indonesia adalah negara hukum dan pengubahan suatu UU atau RUU memang lewat jalur hukum, misalnya harus melalui MK. Jika sedikit-sedikit demo dan minta agar UU diubah, akan tidak sesuai dengan prosedur di negeri ini. Bagaimana bisa buruh berpikir bahwa setelah unjuk rasa lalu otomatis UU akan diubah secara cepat?
Demo tanggal 15 Juni 2022 ditentang keras oleh masyarakat karena berpotensi membuat kemacetan, padahal hari itu hari kerja dan sudah pasti sibuk, dan macet akan mengganggu kelancaran lalu-lintas. Buruh diminta untuk membatalkan aksi tersebut dan menyalurkan aspirasi dengan cara yang lebih baik.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute