Menolak Mengikuti REUNI 212, Lebih Baik Bekerja
Oleh : Ahmad Pahlevi )*
Rencana aksi reuni 212 yang akan dilaksanakan tanggal 2 Desember 2019 direspons oleh Ketua Pusat SPP Persaudaraan Pekerja Muslim (PPMI) ’98 Abdul Hakim Abdallah mengajak buruh dan umat Islam untuk tetap melaksanakan kegiatannya sehari-hari. Sementara itu, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat KH Rachmat Syafei menggarisbawahi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai dasar pelaksanaan reuni 212 jangan sampai dipolitisasi.
Menurut Abdul Hakim Abdallah, PPMI 98 menghargai aksi reuni 212, namun akan tetapi berjuang untuk menghidupi keluarga adalah jihad nyata dalam Islam. “Kami sebagai bagian dari masyarakat muslim yang sehari-hari bekerja sebagai buruh, sangat menghargai rencana kegiatan aksi reuni 212. Akan tetapi berjuang untuk menghidupi keluarga adalah jihad nyata dalam Islam,” ungkap Abdul kepada media massa belum lama ini.
Ia mengungkapkan, sejak aksi 212 dilaksanakan dan munculnya kasus penistaan agama Islam oleh Ahok (Basuki Tjahaya Purnama), semakin meningkatkan kesatuan umat. Hal tersebut juga memunculkan gerakan umat Islam baik aksi 411 dan yang fenomenal adalah aksi 7 juta ummat Islam pada 2 Desember 2016, yang menuntut Ahok (BTP) di penjarakan.
“Di tahun ketiga perhelatan aksi 212 tahun 2016, dan telah terhukumnya Ahok sebagai penista Agama Islam, menurut Abdul, umat Islam kembali akan menyelenggarakan kegiatan yang bernama reuni aksi 212 pada 2Desember 2019. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah belum selesai persoalan penistaan agama yang di lakukan oleh Ahok, hingga umat Islam kembali akan menyelenggrakan aksi reuni 212?” cetusnya.
Menurutnya, masih banyak persoalan-persoalan umat Islam dalam kehidupannya sehari-hari, lebih dari 51 juta masayarakat atau umat Islam bekerja sebagai buruh/pekerja yang sulit untuk mencapai hidup sejahtera.
Selanjutnya, PPMI 98 menghimbau agar pada 2 Desember mendatang seluruh pekerja/buruh dan ummat Islam agar tetap melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari baik di perusahaan masing-masing maupun dimana tempat berusaha. “Lebih baik berdoa saja agar pelaksanaan aksi reuni 212 berjalan dengan sukses dan aman dan tetap bekerja,” ungkapnya.
Abdul juga meminta agar aparat kepolisian segera menindaklanjuti tuntutan umat Islam terhadap Sukmawati yang dianggap menistakan Nabi Muhammad SAW lantaran membandingkan dengan tokoh Proklamator sebagai manusia biasa. “Kasus Sukmawati ini harus segera ditindalanjuti,” tandas koordinator lapangan aksi Mujahi 212 ini.
Sedangkan, di tempat terpisah, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Barat KH Rachmat Syafei menggelar konferensi pers terkait adanya rencana reuni aksi 212 di Jakarta pada 2 Desember 2019. KH Rachmat Syafei menambahkan, tujuan dari Maulid Nabi untuk mengambil hikmah dan suri tauladan dari kehidupan Nabi Muhammad Saw sebagai pembawa risalah Islam. “Jangan sampai, katanya, dengan dalih Maulid Nabi di dalamnya terkandung agenda-agenda politik yang bisa memecah belah persatauan dan kesatuan bangsa. MUI Jawa Barat patut merasa khawatir bila terjadi politisasi dalam peringatan Maulid Nabi yang sangat agung ini,” katanya.
Terkait reuni 212, MUI Jawa Barat menyampaikan lima poin imbauan kepada masyarakat Jawa Barat yaitu : pertama, umat Islam diimbau untuk merayakan Maulid Nabi dengan niat yang ikhlas. Kedua, perayaan Maulid Nabi hendaknya diisi melalui kegiatan-kegiatan positif yang dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat seperti pengajian, tausiah, ceramah keagamaan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Ketiga, perayaan Maulid Nabi jangan dicampuradukkan dengan kegiatan yang bisa menganggu ketertiban umum, menganggu kelancaran lalu lintas, apalagi bisa menimbulkan konflik di masyarakat. Keempat, kepada para dai, mubalig, penceramah, yang menjadi narasumber dalam kegiatan Maulid Nabi, sebaiknya menyampaikan materi-materi yang menyejukkan, mendamaikan, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa yang bisa menyemangati terjalinnya ukhuwah islamiyah, ukhuwah insaniah, dan ukhuwah wathoniyah. Kelima, kepada pemerintah, MUI mengimbau untuk memberi jaminan kelancaran bagi masyarakat yang merayakan Maulid Nabi di tempat-tempat yang biasa digunakan seperti masjid, musala, sekolah, pesantren, gedung perkantoran, dan lainnya.
Sementara itu, pemerhati masalah Indonesia, Mubdi Tio Thareq mengatakan, pernyataan yang disampaikan PPMI 98 dan MUI Jawa Barat semakin mengindikasikan fakta yang kuat bahwa masyarakat kurang menyenangi adanya pengerahan massa yang rentan diwarnai manuver-manuver politik bahkan rawan terjadinya keributan. “Jika terjadi keributan, ya aparat keamanan pasti akan memproses seluruh panitia reuni 212, dan para penyumbang dananya,” urainya seraya menambahkan, sebaiknya perlu diaudit penggalangan dana terkait reuni 212 ataupun acara lainnya yang sejenis agar tidak terjadi penyalahgunaan.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik