Menolak Politik Identitas Yang Merusak Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia
Oleh : Gita Oktaviani )*
Persatuan dan Kesatuan merupakan hal yang harus dijaga, apalagi jelang pemilu yang rentan terhadap perbedaan pandangan politis. Politik Identitas kerap dikaitkan dengan pecahnya persatuan sehingga hal tersebut perlu diwaspadai.
Persatuan Nasional Aktivis 98 (Pena 98) menyoroti Politik Identitas kerap digabungkan menjelang tahun politik di Indonesia. Pena menilai isu politik identitas harus dihindari agar tidak merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Rafael Situmorang yabg merupakan aktivis 98 mengatakan, konkretnya pihaknya menolak politik identitas karena bisa menjadi racun bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut ia smpaikan dalam kesempatan diskusi interaktif Refleksi 25 tahun reformasi 98 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP).
Untuk meredam isu tersebut, Pena 98 terus menyuarakan agar isu tersebut dilakukan saat pemilu. Salah satunya adalah mendorong kalangan mahasiswa ikut membantu juga menyuarakan kepada masyarakat.
Di depan para mahasiswa Rafael mengatakan bahwa Mahasiswa harus bisa menularkan nilai-nilai kesetaraan, demokrasi dan menolak politik identitas. Mahasiswa harus ikut terlibat karena perjuangan ini belum selesai.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Dekan I FISIP Unpas, Kunkunrat memberikan apresiasi diskusi interaktif yang digagas Pena 98. Sebab, diskusi tersebut bukan sekadar temu kangen para aktivis 98, melainkan pengetahuan terkait claim politic bagi generasi muda.
Kunkurat berujar, Dalam hal ini, Pena 98 telah merekam isu-isu dalam momentum politik ini bagaimana tidak keluar dari rel demokrasi, di antaranya menyoroti politik identitas.
Menurutnya, politik identitas adalah sebuah keyakinan yang menyalahi founding fathers. Pasalnya, Indonesia dibentuk bukan dengan politik identitas, melainkan berdasarkan kesepakatan.
Pada kesempatan berbeda, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kepada semua pihak agar tidak membuarkan politisasi agama terjadi dalam Pemilu 2024. Dia meminta tidak ada ruang yang diberikan untuk politisasi agama.
Jokowi mengatakan bahwa politik identitas hingga politisasi agama sangat berbahaya. Dia menyebut bahwa hal itu bisa dimanfaatkan pihak tertentu untuk merusak persatuan.
Jokowi pun meminta Bawaslu bekerja dengan cepat dan responsif dalam menangani setiap laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2024. Selain cepat dan responsif, Bawaslu juga harus bekerja sesuai dengan koridor hukum.
Mantan Walikota Surakarta tersebut menuturkan, bahwa politik identitas dan politisasi agama itu dapat dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Tujuannya bisa merusak persatuan bangsa Indonesia.
Dirinya juga meninta kepada Bawaslu RI, untuk bekerja secara cepat dan bertanggungjawab dalam menangani setiap laporan dugaan pelanggaran Pemilu 2024. Selain cepat dan responsif, Bawaslu juga harus bekerja sesuai koridor hukum.
Sementara itu Airlangga Hartarto selaku Menteri Perekonomian mengimbau, agar Pemilu 2024 ini bebas dari politik identitas baik partai politik hingga semua elemen yang terlibat.
Hal tersebut disepakati oleh Ujang Komarudin yang merupakan pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia. Ia sepakat dengan Menko Perekonomian tersebut, sehingga pemilu 2024 akan menjadi pesta demorasi yang jujur dan adil.
Tidak menggunakan politik identitas baginya tidak hanya bagi masyaraat. Tetapi ini juga harus sampai apda level elit partai politik. Agar tidak memanfaatkan cara-cara ni karena dinilainya, belum secara konsisten melakukan anti politik identitas.
Salah satu contoh yang menurutnya bisa membuahkan politik identitas adalah dengan memaksakan hanya 2 kandidat di Pilpres 2024. Hal tersebut sama saja elit-elit politik seolah-olah ingin menghilangkan politik identitas tapi mengonstruksi koalisinya hanya 2 calon yang justru mempertajam politik identitas.
Menurutnya untuk konsisten menolak politik identitas adalah dengan tidak memaksakan 2 pasang. Setidanya ada 3 agar pertarungannya tidak terlalu keras. Tida juga terpecah hanya 2 kubu. Oleh karena dirinya sepakat apabila politik identitas dihilangkan.
Maka sudah semestinya, publik juga mendapatkan imbauan untuk menolak politik identitas ini. Setidaknya tidak mengarahkan pada isu yang bisa mengancam perpecahan tersebut.
Tidak hanya publik dan elit politik. Tetapi penolakan politik identitas, menurutnya juga harus ditegaskan oleh para capres-cawapres, hingga tim relawan. Ia meyakini capres-cawapres pasti tahu kalau tim mereka memainkan politik identitas. Maka dari itu harus diimbau agar tidak politik identitas tidak digunakan karena berpotensi memecah belah bangsa.
Muncul pertanyaan kenapa politik identitas bisa muncul, Rahmat Bagja selaku Ketua Bawaslu melihat faktor penyebab politik identitas yaitu adanya pemahaman yang belum tuntas soal menjaga toleransi dan eksistensi tiap identitas dalam ruang politik di NKRI.
Pihaknya juga berharap agar pada pemilu 2024 ini masyarakat bisa merayakan perbedaan dan menjadikannya suatu potensi dalam pembangunan demokrasi.
Politik identitas diprediksi masih akan tetap dipakai sebagai senjata untuk menyerang parpol atau lawan politik, sehingga diperlukan strategi untuk menolak keberadaan politik identitas demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia baik sebelum pemilu maupun sesudah pemilu 2024.
)* Penulis adalah Kontributor Jendela Baca Institute