Sosial Budaya

Menyejahterakan Masyarakat Papua Melalui Revisi Otsus Papua

Oleh : Putri Tiara )*

Menjelang berakhirnya penerimaan dana perimbangan Otonomi Khusus (Otsus) Papua pada tahun 2021 mendatang, wacana revisi UU Otsus Papua semakin mengemuka, namun diwarnai penolakan dari masyarakat Papua. Hal ini misalnya, pada tahun 2014 Alm. Oktavianus Pogau, wartawan dan aktivis yang mengamati pembahasan dan revisi UU Otsus Papua, mengatakan bahwa sebagian masyarakat Papua tidak menginginkan evaluasi UU Otsus Papua karena dianggap gagal, dan menawarkan dialog serta referendum sebagai penyelesaian permasalahan Papua (Berita Indonesia, 2014). Yang terbaru yaitu pada aksi unjuk rasa mahasiswa Papua dan Papua Barat di Istana Merdeka tanggal 28 Agustus 2019, penolakan terhadap Otsus disampaikan Korlap aksi yaitu Ambrosius yang menyampaikan bahwa, mahasiswa dan masyarakat Papua dengan tegas menolak perpanjangan Otsus serta sepakat meminta referendum (Abdi, 2019).

Pada kenyataannya, UU Otsus Papua memang bermasalah karena belum mampu menyejahterakan masyarakat Papua, sehingga perlu dievaluasi. Dikutip dari Tjahjo Kumolo, beberapa permasalahan tersebut diantaranya tata kelola pemerintahan yang belum berbasis good governance; kurangnya sense of belonging masyarakat Papua terhadap kebijakan Otsus; dana Otsus bersifat asimetris; dan perencanaan pemanfaatan dana Otsus belum berbasis participatory planning/bottom up approach (Paath, 2019).

Meskipun bermasalah, solusi yang ditawarkan sejumlah masyarakat Papua diatas yaitu dengan melakukan referendum, sejatinya bukanlah win-win solution baik bagi Pemerintah Indonesia maupun bagi masyarakat Papua. Solusi tersebut amatlah prematur dan justru berbahaya bagi masyarakat Papua sendiri. Timor Leste menjadi salah satu bukti bagaimana referendum justru berdampak negatif terhadap masyarakatnya.

Hampir 20 tahun sejak Timor Leste merdeka dari Indonesia, kondisi perekonomian negara tersebut tidak kunjung membaik. Timor Leste sedang menghadapi krisis uang tunai, dan sektor ekonomi produktif mereka belum dapat mendorong pertumbuhan. Selain itu, sekitar 40 persen masyarakat Timor Leste hidup dalam kemiskinan, dan para analis menilai kecil kemungkinan Timor Leste dapat berdaya mandiri mengembangkan lapangan minyak dan gas lepas pantai mereka (Dunia, 2019).

Pada sisi lain, referendum Papua jika dilaksanakan hanya akan memberikan keuntungan ekonomi politik kepada segelintir oligarch Papua yaitu para pemilik modal dan penguasa perekonomian di Papua. Hal ini merupakan refleksi dari kondisi Indonesia di tataran lokal pasca Orde Baru yang masih cenderung dikuasai para oligarch atau para pemimpin politik mewakili kepentingan para pemilik modal, sehingga demokrasi belum memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat.

Adapun jika usulan referendum Papua disetujui dan menghasilkan keputusan yaitu Papua memisahkan diri dari Indonesia, maka terdapat potensi konflik yang besar karena keragaman suku bangsa di Papua dan masih dominannya penyelesaian masalah dengan mekanisme adat. Hal ini akan menyulitkan integrasi antar suku di Papua sendiri untuk menjadi satu negara utuh, dan berpotensi menjadikan Papua sebagai negara federal dibandingkan negara kesatuan. Jika Papua menjadi negara federal, intervensi asing terhadap masyarakat dan tanah Papua dipastikan akan lebih besar sehingga berdampak pada tidak tercapainya tujuan referendum yaitu untuk menyejahterakan masyarakat Papua itu sendiri. Dengan maraknya keinginan masyarakat Papua untuk melakukan referendum, ada baiknya kita mengingat lagi Perjanjian New York 1962 mengenai integrasi masyarakat Papua kedalam Indonesia. Perjanjian tersebut adalah dasar hukum final yang menyatakan bahwa Papua adalah bagian utuh dari Indonesia.

UU Otsus Papua sejatinya perlu dievaluasi karena pelaksanaanya bermasalah. Namun, evaluasi tersebut tidak sejatinya membenarkan wacana bahwa referendum adalah solusi terbaik bagi masyarakat Papua. Referendum tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan utama yaitu tidak sejahteranya masyarakat Papua, namun dengan evaluasi dan revisi UU Otsus serta dibentuknya sejumlah mekanisme untuk menjamin transparansi dana Otsus dan agar penggunaan dana Otsus sampai ke masyarakat Papua secara langsung, hal tersebutlah yang akan menyejahterakan rakyat Papua.

)*Penulis adalah Alumni FISIP UI

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih