Merawat Harmoni Papua di Momentum Hari HAM Sedunia
Oleh : Yohanes Wandikbo )*
Peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia pada 10 Desember setiap tahun selalu menjadi ruang refleksi bagi bangsa untuk memastikan bahwa nilai kemanusiaan benar-benar hidup dalam praktik kehidupan sehari-hari. Tema global tahun 2025, “HAM, Kebutuhan Esensial Kita Sehari-hari”, mengingatkan bahwa hak untuk hidup, memperoleh pendidikan, dan menikmati rasa aman bukan sekadar prinsip moral, melainkan fondasi yang menopang kesejahteraan masyarakat. Di Papua, refleksi ini terasa semakin relevan karena masyarakat tengah menyongsong masa-masa penuh sukacita menjelang Natal dan Tahun Baru, dua momentum yang selalu diwarnai dengan harapan akan kedamaian dan kebersamaan.
Dalam suasana semacam itu, berbagai tokoh lokal di Papua menyuarakan konsensus penting bahwa stabilitas keamanan merupakan prasyarat utama bagi masyarakat untuk menikmati hak-hak dasar tersebut. Ketua Asosiasi Sentani Bersatu Sejahtera Kabupaten Jayapura, Jhon Maurits Suebu, menekankan bahwa masyarakat harus tetap waspada terhadap pihak-pihak yang mencoba memanfaatkan momentum Hari HAM untuk memicu ketegangan. Menurutnya, upaya provokasi semacam itu hanya akan merusak ketertiban dan mengganggu persiapan Natal yang seharusnya menjadi masa damai bagi warga. Ia mendorong masyarakat memperkuat solidaritas bersama aparat keamanan sebagai bentuk tanggung jawab kolektif menjaga ketenteraman wilayah.
Seruan serupa juga datang dari Kepala Suku tertua Jayawijaya, Naligi Kurisi, yang mengingatkan bahwa bulan Desember memiliki nilai spiritual yang kuat bagi masyarakat Kristen di pegunungan Papua. Dalam pandangannya, fokus masyarakat seharusnya diarahkan pada persiapan ibadah dan kegiatan keagamaan, bukan mengikuti ajakan kelompok-kelompok yang ingin menimbulkan kecemasan. Ia menyampaikan kesiapan mendukung aparat keamanan, karena menurutnya ketertiban menjadi landasan agar masyarakat dapat merayakan Natal dengan penuh ketenangan dan tidak terbebani kekhawatiran.
Di Kabupaten Paniai, suara kebijaksanaan juga datang dari Kepala Distrik Bibida, Jairus Zonggonau, yang mengajak seluruh elemen masyarakat menjaga suasana damai terutama menjelang perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026. Ia menilai bahwa Desember seharusnya menjadi bulan penguatan persatuan, bukan ruang untuk aksi yang berpotensi menimbulkan kerugian. Ia juga menyinggung adanya kelompok tertentu yang mencoba memanfaatkan momentum Hari HAM menyusul peristiwa beberapa hari sebelumnya di Paniai. Namun ia menegaskan bahwa para tokoh daerah telah berkomitmen mencegah terjadinya aksi demonstrasi yang dapat mengganggu ketenteraman. Baginya, menghormati suasana Natal merupakan wujud penghormatan terhadap nilai kemanusiaan yang menjadi inti peringatan Hari HAM.
Pandangan senada muncul dari Ketua Klasis Puncak, Theis Wonda, yang menilai bahwa kedamaian selama bulan Desember tidak hanya penting secara keagamaan, tetapi juga sebagai bagian dari penghormatan terhadap martabat manusia. Ia menegaskan bahwa masyarakat perlu bersikap bijak dalam menyikapi informasi yang beredar, terutama pada peringatan Hari HAM yang kerap dimanfaatkan sebagai ruang penyebaran opini provokatif. Penguatan peran tokoh pemuda dan tokoh masyarakat menurutnya sangat penting agar suasana kondusif dapat dijaga di seluruh wilayah Kabupaten Puncak.
Sementara itu di Kota Jayapura, Ketua Presidium Pemuda Papua Wilayah Tabi, Fran Reynould Thejo, menggarisbawahi bahwa peringatan Hari HAM tidak boleh hanya dilihat sebagai agenda seremonial, melainkan sebagai momentum introspeksi untuk memperkuat komitmen bersama terhadap kehidupan yang aman dan bermartabat. Ia mengajak pemuda, mahasiswa, tokoh adat, tokoh gereja, dan paguyuban untuk menjadikan tanggal 10 Desember sebagai peneguhan kembali nilai persaudaraan. Selain itu, ia menekankan pentingnya mendukung aparat keamanan agar perayaan Natal dan Tahun Baru berjalan penuh kegembiraan tanpa gangguan.
Seluruh imbauan tersebut menunjukkan adanya kesadaran kolektif bahwa penghormatan terhadap HAM di Papua tidak hanya bergantung pada perangkat hukum dan kebijakan pemerintah, tetapi juga pada sikap masyarakat dalam menjaga keamanan, persatuan, dan keseimbangan sosial. Pemerintah pusat dan daerah telah menjalankan berbagai langkah afirmatif untuk memperkuat perlindungan HAM, mulai dari peningkatan kehadiran negara dalam pelayanan dasar, perluasan akses pendidikan dan kesehatan, hingga penguatan dialog dengan tokoh adat dan kelompok masyarakat. Namun keberhasilan langkah tersebut sangat ditentukan oleh kontribusi aktif masyarakat dalam menjaga stabilitas dan tidak memberikan ruang bagi provokasi.
Momentum Hari HAM Sedunia tahun ini semestinya dipahami sebagai ajakan untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan sehari-hari. Di Papua, hal ini berarti menghormati hak masyarakat untuk beribadah, berkumpul secara damai, menjalani kehidupan tanpa rasa takut, serta menikmati momen-momen spiritual di akhir tahun. Kesadaran kolektif yang dibangun para tokoh lokal menunjukkan bahwa perlindungan HAM bukan hanya tugas aparat negara, tetapi juga komitmen budaya masyarakat Papua yang menjunjung tinggi nilai harmoni dan persaudaraan.
Pada akhirnya, peringatan Hari HAM Sedunia memberikan kesempatan bagi seluruh elemen bangsa untuk kembali meneguhkan komitmen merawat Papua sebagai tanah damai. Dukungan masyarakat terhadap upaya pemerintah menjaga keamanan menunjukkan bahwa Papua memiliki potensi besar untuk terus melangkah maju sebagai wilayah yang rukun, sejahtera, dan penuh harapan. Dengan menjadikan nilai kemanusiaan sebagai panduan utama, Papua dapat memasuki tahun baru dengan optimisme dan tekad bersama untuk menghadirkan masa depan yang lebih baik bagi seluruh warganya.
)* Penulis merupakan Pengamat Pembangunan Papua