Mewaspadai Cluster Perbelanjaan Cegah Covid-19
Oleh : Deka Prawira )*
Jelang lebaran, sejumlah pusat perbelanjaan dipadati oleh pengunjung. Lonjakan pembeli ini tentu mengkhawatirkan karena bisa membuat klaster corona baru. Untuk mengatur agar kerumunan tidak terjadi, ada rekayasa lalu lintas, pembatasan pengunjung, dan pengawasan dari Satpol PP yang lebih ketat.
Membeli baju baru sebelum lebaran adalah tradisi masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun. Mereka merayakan idul fitri dengan mengenakan pakaian paling bagus dan paling gress. Tak heran, Mall, pasar, dan pusat perbelanjaan lain selalu dipadati oleh pengunjung di bulan puasa.
Kerumunan orang yang akan berbelanja juga terjadi di Pasar Tanah Abang dan pusat perbelanjan lainnya. Mereka sengaja belanja di sana karena dikenal menjual baju dengan harga miring. Sayangnya di masa pandemi, lonjakan pengunjung amat berbahaya karena tidak bisa menjaga jarak. Bahkan tercatat ada lebih dari 100.000 pengunjung per harinya di Pasar Tanah Abang.
Untuk mengatasi kerumunan ini, maka dilakukan rekayasa lalu lintas di seputar Pasar Tanah Abang. Selain itu, kereta KRL sore di Stasiun Tanah Abang juga ditiadakan. Pengaturan ini sengaja dibuat agar akses ke dalam Pasar Tanah Abang dipersulit, sehingga mengurangi kerumunan pengunjung.
Sementara di dalam pasar ada banyak Satpol PP yang berjaga dan mengingatkan pengunjung untuk menjaga jarak, melalui pengeras suara. Pengawasan ini dihadiri langsung oleh Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Fadil Imran dan Kapolres Jakarta Pusat Kombes Pol Hengky Haryadi.
Pengunjung Pasar Tanah Abang juga diatur agar tidak menimbulkan kerumunan. Maksimal yang bisa masuk hanya 50% dari kapasitas pasar. Selain itu, mereka juga dihimbau untuk berbelanja di pasar lain. Karena masih banyak tempat yang menawarkan koleksi baju lebaran selain di Tanah Abang.
Lagipula, apa nikmatnya belanja sambil berdesak-desakan seperti ini? Tidak bisa menikmati sesi shopping, harus buru-buru membeli, dan ada resiko kena copet. Bukankah saat ini sudah banyak online shop dan marketplace yang menawarkan baju dengan harga terjangkau? Tinggal belanja via gadget dan paket akan sampai di rumah 2 hari kemudian. Praktis dan tak usah berkeringat keliling pasar.
Mengapa aturan ini dibuat dengan begitu ketat? Penyebabnya karena kerumunan bisa menyebabkan klaster corona baru. Meskipun pengunjung mengenakan masker, tetapi tidak menjamin. Pertama, bisa jadi ada yang kegerahan lalu melepas masker. Ketika ia ternyata berstatus OTG, maka bisa menularkan corona melalui droplet.
Kedua, menurut dokter Reisa Brotoasmoro, efektivitas pemakaian masker hanya terjadi saat minimal ada 75% orang yang mengenakannya di dalam 1 tempat. Ketika di pasar, kita tidak tahu berapa persen yang memakai masker dengan benar. Sehingga amat rawan dalam penularan corona.
Sedangkan yang ketiga, memakai masker tetapi tidak menjaga jarak juga percuma. Karena virus covid-19 bisa menular lewat udara yang kotor dan pengap. Persis seperti situasi di dalam pasar yang pengunjungnya membludak. Lebih baik kita mencegah penularan penyakit berbahaya ini, daripada berlebaran di Rumah Sakit dan merana karena corona.
Ingatlah pepatah lebih baik mencegah daripada mengobati. Lebih baik menahan diri untuk tidak belanja ke pasar, daripada kena resiko untuk tertular virus covid-19. Baju lebaran ada bertumpuk-tumpuk di toko, dan bisa dibeli via online. Namun nyawa Anda hanya ada satu dan jangan sampai melayang karena euforia belanja baju lebaran.
Klaster perbelanjaan sangat berbahaya karena kerumunan yang padat dan pengap, dan berpotensi menyebarkan corona dengan cepat. Tracking juga amat sulit karena Tim Satgas tidak tahu data setiap pengunjung pasar. Jangan sampai kita ikut andil dalam penyebaran corona, hanya gara-gara ingin membeli baju lebaran.
)* Penulis adalah kontriburot Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini