Mewaspadai Intervensi Asing dalam Isu Papua
Oleh : Rebecca Marian )*
Masyarakat perlu mewaspadai intervensi asing dalam isu Papua. Papua adalah bagian dari Indonesia dan tidak akan pernah berdiri sendiri sebagai suatu negara.
Dalam pergaulan internasional, Indonesia memposisikan diri sebagai pihak yang netral, tidak ekstrim kiri atau kanan. Indonesia bergaul dengan negara mana saja dan dihormati oleh dunia internasional. Namun walau sudah bergaul sebaik mungkin, ada saja pihak yang malah menyerang dan menginterverensi, terutama dalam status Papua.
Salah satu pihak yang getol mengintervensi dalam hal Papua adalah Vanuatu, sebuah negara kecil di dekat Kepulauan Fiji, lautan Pasifik. Delegasi dari negara kepulauan itu menyerang delegasi Indonesia di Sidang PBB ke-76 tahun 2021 lalu. Mereka menuduh terjadi pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua sehingga wilayah itu harus dimerdekakan.
Delegasi Indonesia langsung menangkis dan menjawab bahwa tidak ada yang namanya pelanggaran HAM. Tuduhan itu hanya fitnah keji karena memang tidak pernah ada pembunuhan massal atau penjajahan seperti yang disebut oleh Vanuatu dan pihak lain.
Masyarakat harus waspada akan interverensi asing dalam isu Papua, terutama mereka yang tinggal di Bumi Cendrawasih. Pihak asing tidak semuanya bersahabat, malah ada yang sengaja menaikkan kembali isu Papua di forum internasional, dengan tujuan mendapatkan dukungan dalam free Papua.
Jim Peterson, peneliti dari Leperssi menyatakan, “Kita harus mewaspadai keterlibatan adanya pihak asing dalam propaganda Papua merdeka. Saya juga mendukung TNI untuk menindak tegas pihak manapun yang mendukung kelompok separatis.”
Selain Vanuatu, juga ada pihak lain yang memprovokasi asing agar mendukung pembelotan Papua. Benny Wenda, Ketua OPM (organisasi Papua merdeka) pernah menggalang dukungan dari masyarakat di London, Inggris. Ia mengadakan demonstrasi dan menuntut free Papua. Bahkan ia merayu desainer senior Vivienne Westwood untuk mendukung demonya.
Diaspora (masyarakat Indonesia di luar negeri) wajib meluruskan hal ini, karena mereka jadi duta tidak resmi Indonesia. Mereka bisa menjelaskan kepada masyarakat di luar negeri bahwa perbuatan Benny itu salah, karena ia adalah seorang pemberontak. Lagipula, Benny bukan lagi seorang WNI.
Masyarakat di Indonesia diminta untuk tidak terprovokasi karena itu memang tujuan mereka, untuk mengacaukan kedaulatan Indonesia. Kehadiran aparat di Papua adalah untuk menjaga masyarakat dengan Operasi Damai Cartenz, agar kelompok separatis dan teroris alias KST, tidak mengganggu warga sipil. Dengan penjagaan dari aparat maka rakyat merasa aman dari terkaman KST.
Tidak benar jika kehadiran aparat malah membuat masyarakat takut, karena mereka datang untuk mengamankan Papua. Kehadiran tentara dan polisi adalah untuk menjaga kedaulatan negara. Bukan untuk mengubah wajah Papua menjadi seperti di Tanah Rencong, ketika ada daerah operasi militer Aceh yang berlaku saat orde baru. Jadi, warga di luar Papua jangan tersulut oleh fitnah pihak asing.
Papua adalah bagian dari Indonesia dan sudah resmi, baik dari hukum nasional maupun hukum internasional. Menurut hukum nasional maka Papua jadi provinsi di Indonesia, karena mayoritas rakyatnya ingin bergabung dengan Indonesia, setelah ada penentuan pendapat rakyat tahun 1969. Sementara menurut hukum internasional, seluruh wilayah bekas jajahan Belanda menjadi milik Indonesia, termasuk Papua.
Masyarakat di Papua juga diharap tidak terprovokasi oleh pihak asing, karena mereka adalah WNI jadi harus setia pada NKRI. Pemerintah sudah memberi banyak sekali infrastruktur untuk Papua, apalagi di era pemerintahan Presiden Jokowi warga asli sana sangat diperhatikan.
Kita harus mewaspadai intervensi asing yang ingin ikut campur dalam isu Papua. Papua adalah provinsi resmi di Indonesia dan tidak akan pernah merdeka. Penyebabnya karena wilayah tersebut sudah sah di mata hukum nasional dan internasional.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Jakarta