Mewaspadai Kamuflase Penyebaran Radikalisme di Kawasan Wisata
Oleh : Rahmat Gunawan *)
Radikalisme merupakan hal berbahaya yang dapat merusak bangsa Indonesia. Saat ini radikalisme mulai menyusupi kawasan wisata. Salah satunya adalah menyusup ke wilayah Garut Selatan. Dari kawasan ini pula, muncul ungkapan infak Rp 25 ribu bisa mengantarkan masuk surga.
Berdasarkan pengakuan Agus yang merupakan salah satu warga Desa Mekarwangi, Cibalong, Garut terkait kelompok radikal mengatakan bahwa sering dipaksa untuk masuk ke kelompok tersebut secara terus menerus. Sampai akhirnya Agus dibaiat namun secara terpaksa karena Agus kesal diajak terus menerus.
Setelah berada di dalam kelompok tersebut, Agus merasakan ada yang janggal. Agus yang dikenal sebagai seorang ustadz telah memiliki dasar pengetahuan agama yang baik. Oleh karena itu, Agus menyadari hal janggal seperti adanya ajaran baiat, dimana menolong maupun memberi kepada yang tidak pernah bersyahadat atau tidak dalam kelompok tersebut akan dianggap mubazir.
Salah satu hal mencolok lainnya adalah tentang pengajian yang digelar secara sembunyi-sembunyi serta melakukan kegiatan doktrinisasi di tempat yang tertutup. Setelah mengetahui bahwa kelompok tersebut mengarah kepada tindakan radikal, Agus akhirnya keluar secara perlahan.
Sementara itu, Dayat Sudayat selaku warga Mekarwangi lainnya mengatakan bahwa kelompok yang pernah membaiatnya kerap mendoktrin infak sebesar Rp 25 ribu. Oleh sebab itu, Dayat mengatakan bahwa kelompok tersebut menyimpang dengan adanya infak yang bisa membuat Dayat masuk surga. Selain itu, ada yang mengajarkan juga untuk tidak shalat karena sudah baik dengan kelompok tersebut.
Perlu diketahui bahwa paham radikal tersebut sudah masuk ke 41 dari total 42 kecamatan di Garut. Data tersebut didapat oleh Cece Hidayat selaku Kepala Kantor Kemenag Garut dari pengurus cabang salah satu organisasi keagamaan di Garut. Cece menghargai data yang didapat tersebut karena merupakan salah satu bentuk kepedulian kepada negara dan bangsa.
Dengan adanya penyebaran radikalisme yang dilakukan di Garut tersebut membuat Kemenag bersama pihak terkait lainnya rutin melakukan penyuluhan kepada para tokoh agama, atau orang-orang yang terindikasi terpapar paham radikal. Selain itu, pihak Kemenag juga beberapa kali terlibat dalam proses deradikalisasi yang dijalani para mantan pengikut aliran radikal yang menyatakan kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Salah satunya ada warga Garut yang mengatakan bahwa pernah diajarkan untuk tidak shalat karena sedang dalam keadaan darurat untuk berjuang mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Sebagai gantinya, warga tersebut diminta untuk membayar infak sebesar Rp 25 ribu per bulan.
Doktrin yang didapat adalah dari uang Rp 25 ribu itu akan “menyelamatkan” mereka jika seandainya nanti mereka masuk ke neraka. Doktrin seperti ini dilakukan oleh kelompok-kelompok radikal kepada warga yang mereka anggap dalam sisi agamanya tidak punya dasar yang kuat.
Kelompok Radikal tersebut menyisir warga di Garut dan di tempat wisata seperti Gunung Guntur yang biasa dikunjuki para pendaki. Mengajak secara terus menerus agar bisa bergabung dengan kelompok tersebut lalu akan didoktrin sesuai ajaran yang mereka lakukan.
Oleh sebab itu, upaya dalam pencegahan penyebaran radikalisme harus melibatkan masyarakat. Hal tersebut disebabkan radikalisme dapat menjangkiti siapapun tanpa terdeteksi. Terkadang orang yang ada disekitar masyarakat justru sudah terpapar radikalisme disadari.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sedang memperkuat kewaspadaan terhadap radikalisme serta terus melakukan kegiatan pencegahan. Dengan berkolaborasi bersama masyarakat, BNPT meyakini bahwa radikalisme akan sulit memasuki sistem kehidupan di masyarakat.
Menurut penulis, saat ini penyebaran radikalisme di kalangan pemuda terus digencarkan oleh kelompok radikalisme, bahkan sudah menyusupi tempat-tempat wisata. Hal tersebut harus kita waspadai bersama, dengan cara melindungi generasi muda penerus bangsa dari bahaya radikalisme. Oleh karena itu, sinergitas oleh semua pemangku kepentingan dan kebijakan sangat penting, dengan mengutamakan pencegahan radikalisme dalam segala aspek untuk keutuhan bangsa Indonesia.
Selanjutnya, untuk mencegah radikalisme, maka seluruh rakyat Indonesia harus bersatu dan bergotong-royong. Seluruh masyarakat harus bekerja sama dalam melawan radikalisme agar tidak ada lagi tindakan intoleransi, radikalisme, dan segera melaporkan apabila melihat indikasi tindakan tersebut kepada pihak berwajib.
Kerjasama memang wajib dilakukan, tidak hanya oleh masyarakat sipil tetapi juga elemen masyarakat yang lain. Seperti pemuka agama yang dapat memberi ceramah tentang anti radikalisme. Ketua RT yang ikut menekankan toleransi dalam bermasyarakat. Sehingga jika kita semua bekerja sama, maka intoleransi dan radikalisme dapat hilang dari Indonesia.
Penulis mengajak kepada seluruh masyarakat untuk waspada apabila ada orang di tempat wisata yang mengajak untuk bergabung kepada kelompok mereka dengan iming-iming masuk surga dengan berinfak sejumlah uang. Hal tersebut sudah sangat menyimpang dari ajaran agama.
Dengan demikian, penulis berharap bahwa masyarakat dapat segera menjauhi segala bentuk ajakan kelompok-kelompok tersebut. Sehingga kelompok radikal tidak akan mudah memasuki kehidupan masyarakat kita.
Oleh karena itu, seluruh elemen masyarakat harus bersatu guna menangkal penyebaran radikalisme dan yang dapat menciptakan perpecahan di Indonesia. Peran organisasi kemasyarakatan juga sangat penting dalam melakukan imbauan untuk melawan kelompok-kelompok radikal yang mengajak masyarakat untung bergabung dengan mereka. Sehingga dapat meredam dan menghilangkan kelompok tersebut yang dapat memecah persatuan bangsa Indonesia.
*Penulis adalah kontributor Bunda Mulia Institute