Mewaspadai Manuver Eks FPI Deklarasi Ormas Baru
Oleh : Zainudin Zidan )*
Mantan anggota FPI membuat ormas baru dengan nama yang hampir sama, yakni Front Persaudaraan Islam. Masyarakat heran karena jika disingkat sama saja, dan orang-orangnya pun sama. Meski baru berdiri, namun neo FPI ini langsung membuat manuver yang patut diwaspadai. Jangan percaya pada ocehan mereka yang tak bisa dipercaya.
FPI sudah dibubarkan oleh pemerintah sejak desember 2020 lalu. Namun tanggal 8 januari 2021, mantan punggawanya membentuk ormas baru dengan singkatan yang sama, walau nama yang berbeda. Perbedaan lainnya adalah organisasi ini sengaja tidak didaftarkan ke Kementrian Dalam Negeri, dengan alasan tiap WNI bebas berpendapat.
Para ex pengurus FPI yang membentuk neo FPI adalah Munarman, Bagir Bin Syech, Abdurrahman Anwar, dkk. Mereka mendeklarasikan ormas baru ini dan mengimbau anggotanya untuk tidak takut dalam menjalankan dan melaksanakan hak kebebasan dan berkumpul. Dalam artian mereka secara tidak langsung berkata bahwa haknya diambil pemerintah.
Namun Menko Polhukam Mahfud MD langsung menangkis serangan neo FPI. Menurutnya, tidak ada pelarangan hak dalam berserikat dan berkumpul bagi setiap WNI. Bahkan saat ini ada 440.000 organisasi di Indonesia. Jadi ketika FPI lahir kembali, boleh-boleh saja. Dengan catatan, mereka tidak melanggar hukum negara.
Pernyataan Mahfud MD ini sekaligus memperingatkan mereka agar tak lagi melakukan perbuatan yang melanggar hukum di Indonesia. Karena jika Neo FPI bernama beda namun perbuatannya sama, maka akan bisa dihalau oleh aparat. Apalagi mereka tidak punya legalitas hukum yang berlaku, akan dianggap sebagai ormas yang terlarang.
Apalagi mereka juga mengajak anggota FPI lama untuk bergabung. Bagaimana bisa sebuah ormas bernama hampir sama dan orang-orangnya itu-itu juga? Apanya yang baru? Untuk apa mereka menggunakan hak berserikat dan berkumpul jika hanya rapat untuk memaki pemerintah, karena ex pemimpin mereka (Rizieq Shihab) masih mendekam dalam penjara?
Selain itu, begitu dideklarasikan, neo FPI langsung membuat manuver dengan mengungkit kasus pada Jalan Tol Jakarta-Cikampek KM 50. Padahal sudah ada reka ulang yang menjelaskan kronologinya, dan pada saat itu, tindakan yang dilakukan aparat adalah pembelaan diri. Sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.
Masyarakat diminta untuk tidak terpengaruh dengan kelahiran Neo FPI, karena manuver mereka sengaja diluncurkan agar mengambil hati kembali banyak orang. Jangan sampai percaya akan anggotanya yang selalu playing victim, seolah-oleh selalu dizolimi. Padahal pemerintah bertindak tegas, karena mereka sudah kebablasan, karena selalu sweeping sembarangan.
Jika mereka merasa dilanggar hak asasinya karena dilarang sweeping, maka itu adalah hal yang salah. Karena aktivitas itu hanya boleh dilakukan oleh aparat yang berwenang, misalnya polisi atau Satpol PP. Jika sebuah ormas, apalagi yang tidak terdaftar, melakukan sweeping, maka bisa ditindak tegas. Karena mereka melakukan premanisme, alih-alih membela umat.
Daripada sibuk menuntut kebebasan Rizieq Shihab dan ngotot untuk sweeping lagi, maka lebih baik mereka melakukan hal lain yang dirasa baik untuk umat. Karena ormas ini adalah sebuah persaudaraan, bukankah lebih baik untuk memanfaatkan network untuk saling menolong? Misalnya saling membantu antar anggota atau melakukan bakti sosial. Apalagi saat pandemi ini, makin banyak masyarakat yang kekurangan.
Berserikat dan berkumpul boleh saja asal tak melanggar hak orang lain. Neo FPI boleh beraktivitas asal tidak kumat dan melakukan pelanggaran hukum di Indonesia. Jika kegiatannya sama saja, maka jangan emosi ketika dihalau oleh aparat. Masyarakat wajib waspada akan manuver neo FPI dan jangan sampai terpancing oleh modus mereka.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Jakarta