Polemik Politik

Mewaspadai Aksi Radikal Saat Pandemi Corona

Oleh : Dede Sulaiman )*
Aktifitas bernuansa radikalisme rupanya tidak mengenal waktu, bahkan ditengah pandemi Covid-19, ketika perekonomian masyarakat sulit berkembang, aksi radikal sempat terjadi di beberapa wilayah di Indonesia.
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) mewaspadai aksi teror yang dilakukan oleh kelompok radikal dengan memanfaatkan situasi pandemi Covid-19 atau virus corona. Selain itu, sulitnya kondisi kehidupan masyarakat di tengah pandemi juga berpotensi meningkatkan angka kriminalitas.
Deputi IV Bidang Pertahanan Negara Kemenko Polhukam Mayhjend TNI Rudianto dalam sebuah kesempatan diskusi virtual mengungkapkan, masih ada yang menyuarakan khilafah, radikal dan teror. Bahkan, mereka saat ini melakukan konsolidasi dan menyiapkan amaliyah-amaliyah di tengah pandemi.
Rudianto menuturkan, di media sosial masih banyak kelompok yang tidak terakomodir oleh pemerintah saat ini. Meski akhirnya Prabowo dan Jokowi yang dulu berseteru kini menjadi satu kubu, tetapi sebagian masyarakat kalangan grassroot masih terasa riak-riak perpecahannya.
Adanya pandemi virus corona ternyata juga menjadi peluang bagi kelompok radikal untuk menghembuskan pengaruhnya agar masyarakat semakin antipati terhadap pemerintah.
Para radikalis terus mencari sisi kekurangan pemerintah untuk kemudian diolah menjadi informasi yang mampu mencuci otak masyarakat untuk memiliki pemikiran yang sama dengan kelompok radikal.
Dalam mencuci atau mempengaruhi calon anggota, kelompok radikal cukup membuat postingan di sosial media atau website yang sering dicari oleh masyarakat yang masih bimbang dengan ajaran agamanya.
Kita semua tahu bahwa semua orang bisa membuat akun facebook ataupun akun di blog. Biaya yang gratis dan minimnya moderasi, membuat siapapun bisa terpengaruh ketika membaca artikel tersebut.
Media Internet dirasa menawarkan kecepatan akses data, internet juga memungkinkan bagi siapapun untuk dapat mengunggah konten apapun termasuk konten radikal.
Para radikalis ternyata memahami apa yang menjadi minat anak muda khususnya ketika berselancar di internet terutama di media sosial. Anak muda yang merupakan konsumen internet terbanyak, tentu menjadi sasaran kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi yang tidak sesuai dengan Pancasila tersebut.
Wakapolri Komisaris Jenderal Polisi Gatot Eddy Pramono menilai, keberadaan internet menjadi salah satu sarana berkembangnya radikalisme di Tanah Air. Sebab saat ini siapapun bisa dengan bebas mengakses internet dengan menggunakan ponsel pintar.
Media sosial seperti telegram, facebook hingga twitter, dimanfaatkan oleh kelompok radikal ataupun teroris untuk menyebarkan ideologinya. Biasanya mereka mengawalinya dengan membuat narasi keresahan terhadap pemerintah. Narasi keresahan inilah yang nantinya akan menjadi pengantar dalam merekrut anggota.
Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo Ferdinandus Setu mengatakan secara total selama 10 tahun terakhir pihaknya telah memblokir 11.800 situs dan akun media sosial berisi radikalisme dan terorisme.
Konten dan situs radikalisme tersebut tentu saja sangat berbahaya, hal ini disebabkan karena situs radikalisme dan terorisme menyangkut ketahanan bangsa dan negara.
Penggunaan Internet dan kemajuan teknologi saat ini mendukung aspek perubahan etika dan perilaku masyarakat. Makin maraknya ketergantungan penggunaan media sosial di masyarakat menjadikan informasi yang tersebar di media sosial menjadi tidak terbendung sehingga infiltrasi radikalisme menjadi mudah.
Radikalisme bisa tumbuh salah satunya karena kurang tafsir-tafsir ilmu dalam konteksnya. Paham tersebut bisa dibenahi, antara lain dengan memahami kajian bahasa arab yang benar.
Jangan sampai ada konten yang asal nyomot bahasa arab lantas kita menganggapnya sebagai bahasa agama. Hal ini tentu harus dibenahi karena pemahaman terhadap kajian arab yang benar dapat digunakan untuk menangkal radikalisme.
Munculnya gerakan radikalisme merupakan suatu reaksi yang dilakukan karena berlakunya kebijakan global Amerika serta negara barat lainnya, terutama keberadaan negara Yahudi yang bernama Israel. Sebenarnya para kaum dan golongan para terorisme ingin menolak adanya hal tersebut dengan tujuan untuk berjihad di jalan Allah, tetapi cara mereka melakukan jihad merugikan banyak orang yang bukan merupakan sasaran mereka, sehingga hal ini akan sangat merusak berbagai tatanan kehidupan baik di bidang ekonomi, sosial, politik, negara ataupun agama.
Kondisi yang ditimbulkan dari Covid-19 adalah susahnya kehidupan masyarakat secara luas, oleh karena itu sikap saling jaga dan saling mendukung amatlah diperlukan.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih