Mewaspadai Penyebaran Paham Radikal di Kalangan Generasi Muda
Oleh : Edi Jatmiko )*
Paham radikalisme yang dianggap sejumlah pihak begitu meresahkan ini masih gencar untuk diperangi. Kini, paham ini dinilai menyasar pada anak-anak muda dengan kondisi yang masih labil.
Makin meresahkannya penyebaran paham radikal direspon sejumlah pihak dalam berbagai cara. Meski demikian, ekspansi paham ini serupa virus yang sulit untuk dibasmi. Memang, perkembangannya seolah tak kasat mata. Namun, nyatanya banyak korban yang dilaporkan terpapar juga. Tak pandang bulu, segala usia tak menjamin bisa terhindar dari paparan paham ini.
Akibat paling ringan, ujaran kebencian hingga yang paling parah ialah melakukan tindakan secara ekstrim. Mirisnya, jika anak-anaklah yang jadi korban, tentunya akan mengakibatkan sejumlah traumatik yang akan sulit dihilangkan. Walaupun sudah diberikan sejumlah penanganan. Maka dari itu, pemerintah secara signifikan meningkatkan kewaspadaan termasuk mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk tetap waspada akan serangan paham radikal.
Sebelumnya dilaporkan bahwa, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terus berupaya mencegah terorisme dengan melakukan pembinaan, khususnya terhadap anak-anak muda. Menurut Kepala Subdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT Andi Intan Dulung menilai jika penyebaran radikalisme memang diakui sulit untuk dideteksi. Oleh karena itu, BNPT menggerakan 32 Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia guna membantu upaya tersebut.
Selain itu, BNPT juga turut mewaspadai penyebaran paham radikal yang banyak ditebarkan melalui media sosial dengan menggunakan kedok agama.
Menurut Andi Intan, sebetulnya penganut paham radikal memakai topeng agama. Hal inilah yang ditengarai masyarakat banyak yang terekrut. Apalagi Indonesia merupakan negara yang religius. Sehingga dengan mudah orang-orang akan tertarik dengan embel-embel keagamaan.
Upaya Deradikalisasi sendiri merupakan bagian dari strategi kontra radikalisme yang tengah digencarkan oleh pemerintah Indonesia melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Upaya ini dipahami sebagai cara guna mengubah ideologi kekerasan yang dianut oleh kelompok terorisme secara perlahan hingga tingkat akar rumput.
Hal ini bertujuan agar individu mampu terbebas dari pengaruh ideologi kekerasan serta dapat kembali ke dalam pangkuan ibu pertiwi dengan bekal yang baik untuk menata hidup baru yang lebih bermanfaat.
Konsep desain deradikalisasi ditengarai mempunyai empat komponen, yakni reedukasi, rehabilitasi, resosialisasi, beserta reintergrasi. Reedukasi ialah upaya penangkalan dengan cara memberikan beragam pencerahan kepada masyarakat luas, termasuk aktor dan juga simpatisan terorisme, berkenaan dengan apa itu sebenarnya paham kekerasan.
Tujuannya adalah agar tidak terjadi pembiaran atas berkembangnya paham tersebut di lingkungan masyarakat luas. Selain itu, reedukasi juga dilaksanakan dengan cara pemberian pemahaman kontra terkait doktrin-doktrin terorisme sehingga kemudian diharapkan masyarakat akan tersadarkan bahwa kekerasan itu merusak dan tidak ada faedahnya.
Komponen kedua, ialah rehabilitasi, yang merupakan upaya guna menghadirkan pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian kepada para napi (narapidana) dan pendukung terorisme. Pembinaan kemandirian ini adalah sebuah upaya untuk melatih dan membina para pendukung terorisme mengenai keterampilan serta keahlian yang lebih berguna bagi peningkatan kualitas hidup mereka dibandingkan jika bergabung dengan kelompok terorisme.
Sementara itu, pembinaan kepribadian merupakan sebuah upaya untuk menyelaraskan pola pikir simpatisan terorisme agar mempunyai pemahaman yang komprehensif terhadap konsep Pancasila, NKRI, dan juga Bhineka Tunggal Ika.
Adapun komponen ketiga dan keempat dalam upaya deradikalisasi memiliki kesinambungan yang dekat. Lebih tepatnya ialah pemerintah memberikan fasilitas bagi para aktor dan simpatisan terorisme secara bertahap untuk dapat kembali membaur dengan masyarakat, seperti sedia kala.
Pendekatan yang dilakukan dalam hal ini meliputi dua perspektif yang memiliki kaitan satu dengan yang lainnya. Sehingga, selain para aktor dan simpatisan teror, program deradikalisasi juga diarahkan kepada publik dengan tujuan untuk mengajak bertoleransi menerima niatan untuk berubah dari para teroris yang telah dibina oleh pemerintah.
Tak menampik hingga detik ini masih banyak yang meragukan keefektifan program deradikalisasi, namun upaya ini “slow but sure” telah menunjukkan manfaat baiknya. Ke depannya, program deradikalisasi akan terus ditingkatkan secara lebih efektif dan komprehensif untuk menciptakan situasi kondusif yang terbebas dari segala ancaman terorisme bagi kita sekarang dan di masa depan.
Kendati telah banyak upaya pemerintah, tapi pergerakkan paham ini masih dapat dilihat secara pasti. Namun, bukan berarti hal ini lantas menjadikan pemerintah putus asa. Bahkan, mereka lebih getol menggencarkan upaya-upaya untuk menanggulangi penyebaran paham radikal ini. Selain itu memang diperlukan kesadaran bagi setiap individu guna menyaring apa-apa yang dirasa menyimpang. Sehingga, nantinya penyebaran paham radikal ini akan dapat dilawan maupun di tanggulangi secara maksimal.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik