Mewaspadai Penyebaran Radikalisme di Indonesia
Oleh : Ergi Rinaldi*)
Saat ini, eksistensi Radikalisme memiliki banyak pintu masuk baik secara luring maupun daring. Sehingga mulai dari kalangan orang tua hingga anak muda yang masih produktif, cukup rentan terpapar virus radikalisme. Masyarakat diimbau untuk tetap mewaspadai penyebaran paham anti Pancasila tersebut. Radikalisme masih dianggap sebagai musuh bersama. Untuk menangani hal ini, tentu saja semua pihak harus ikut meredam penyebaran tersebut. Selain sebagai sistem pendingin hati masyarakat dan pengayom, para pemuka agama mempunyai posisi penting dalam menjaga kebhinekaan dan persatuan bangsa.
Bambang Soesatyo selaku ketua MPR mengatakan, bahwa para pemuka agama saat ini memiliki tantangan yang tidak ringan. Selain dituntut merekatkan ikatan kebangsaan, pemuka agama juga harus menjadi bagian dari penyejuk masyarakat, bangsa dan negara. Mantan Ketua DPR yang akrab disapa Bamsoet ini menegaskan, kerukunan antarumat beragama menjadi fondasi utama bagi kelangsungan NKRI. Jangan sampai Indonesia mengikuti negara-negara seperti Timur Tengah yang selalu berkonflik antarsatu dengan yang lainnya. Apalagi, konflik yang mengatasnamakan agama.
Ia juga mengatakan bahwa Agama sudah semestinya digunakan untuk mendamaikan dan mencerahkan umat manusia, bukan sebagai alat untuk adu domba. Kita harus memahami secara sadar bahwa tidak ada satu agama-pun di dunia ini yang mengajarkan radikalisme ataupun terorisme. Aksi teror dan propaganda radikal yang melanda di dunia termasuk di Indonesia, bukanlah karena adanya pengaruh ajaran agama tertentu. Tetapi, karena ulah manusia, baik individu maupun golongan yang bersifat radikal dan tidak menginginkan adanya kedamaian.
Kehadiran paham radikal yang mampu menarik minat WNI untuk terbang ke Suriah, jelas menunjukkan bahwa paham radikalisme mampu menggiring manusia untuk membenci tanah kelahirannya dan memilih untuk pergi jauh dari negara yang gemah ripah loh jinawi. Semua pihak harus waspada apalagi jika terdapat berita provokasi yang berisi ujaran kebencian maupun sikap intoleransi. Jika dilihat dari sudut pandang agama, kata radikalisme dapat diartikan sebagai paham keagamaan yang mengacu pada fondasi agama yang sangat tinggi, sehingga tidak jarang penganut dari paham/aliran tersebut menggunakan kekerasan kepada orang yang berbeda paham/radikal untuk mengaktualisasikan paham keagamaan yang dianut dan dipercayai untuk diterima secara paksa.
Selain itu, para penganut paham radikal cenderung memiliki pemahaman yang sempit, keras, dan selalu ingin mengoreksi paham orang lain yang bertentangan dengan ideologinya. Hal inilah yang menyebabkan keharmonisan dalam kehidupan sosial menjadi rusak. Parahnya, mereka secara terang-terangan mengakui dirinya sebagai seseorang yang anti terhadap Pancasila, dan tidak ingin negara Indonesia berdiri dengan azas Pancasila. Mereka ingin mengubah tatanan negara Indonesia yang Pancasilais menjadi negara khilafah.
Kita tidak bisa menutup mata, bahwa di Indonesia sempat muncul organisasi yang menyuarakan demokrasi adalah haram, sehingga solusi atas permasalahan bangsa adalah khilafah. Mereka-pun akan membid’ahkan segala yang sudah menjadi tradisi di Indonesia. Paham yang tidak sesuai dengan pancasila seperti khilafah merupakan bom waktu yang memungkinkan mereka dapat menggulingkan pemerintahan yang sah. Kaum radikal cenderung melihat pemerintah adalah sekelompok orang yang dzalim. Mereka akan menggoreng segala kebijakan pemerintah untuk memuluskan agenda kelompoknya. Di masa pandemi misalnya, ketika pemerintah menganjurkan untuk beribadah di rumah dan tidak di tempat ibadah, maka kaum radikalis akan dengan lantang menyuarakan kedzaliman pemerintah di laman media sosialnya.
Syaikh Dr Muhammad Adnan Al-Afyouni menegaskan, Nabi Muhammad tidak pernah membunuh dan selalu bergaul dengan siapa-pun tanpa memandang agama, baik Yahudi maupun Nasrani. Bahkan, Rasulullah telah menegaskan bahwa mereka punya hak kepada mereka. Artinya, kita saling membutuhkan dan tidak bisa saling memusuhi antar sesama manusia. Ia justru mempertanyakan bagaimana mereka mengklaim dirinya sebagai pejuang Islam, tetapi kelakuannya sangat jauh dari karakter Islam yang mencintai keindahan dan kedamaian.
Perlu diketahui bahwa khilafah yang kerap digaungkan oleh kelompok radikal tidak bisa berkembang di Indonesia karena bertolak belakang dengan sistem pemerintahan Indonesia yang sudah disepakati bersama sejak Kemerdekaan 1945. Ideologi bangsa sudah semestinya tidak perlu diperdebatkan, Pancasila sebagai ideologi NKRI telah disepakati sebagai ideologi negara yang mampu merekatkan bangsa Indonesia dari Sabang hingga Merauke.
*) Penulis adalah Pemerhati Kebijakan Publik