Mewaspadai Penyusup Dalam Aksi Massa Jelang Pelantikan Presiden dan Wapres
Oleh :Alfisyah Kumalasari )*
Demonstrasi mahasiswa dan pelajar yang berakhir anarkis ditengarai telah disusupi oleh penumpang gelap. Indikasi tersebut terlihat dari bergesernya tuntutan terkait RKUHP menjadi pelengseran Presiden Jokowi.
Hampir di berbagai kota, aksi demonstrasi marak terjadi untuk menyuarakan aspirasi. Mereka memprotes menolak UU KPK hasil revisi. Mereka juga meminta DPR membahas kembali substansi dalam RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Minerba dan RUU Pemasyarakatan.
Para pendemo, terutama yang menggelar aksi di daerah, banyak menyasar Gedung DPRD untuk menyuarakan aspirasinya. Kantor kepala daerah juga tak luput dari sasaran. Di Jakarta, yang menjadi sasaran aksi massa adalah Gedung DPR. Dalam demonstrasi tersebut, bentrok tak terhindarkan. Sejumlah mahasiswa menjadi korban.
Dalam demo yang berujung rusuh tersebut, kita juga perlu mencermatinya, bahwa demo mahasiswa itu adalah sarana mereka untuk menyampaikan aspiras. namun faktanya kerusuhan tersebut diwarnai aksi merusak, membakar pos polisi, membakar mobil, merusak – rusak semua sarana dan prasarana yang ada.
Adanya aksi perusakan tersebut menunjukkan unjuk rasa telah dimanfaatkan penumpang gelap. Apalagi yang tertangkap kemarin saat ingin membumihanguskan Jakarta, juga bukan aksi dari Mahasiswa. Pelaku yang membuat bom molotov tersebut merupakan penumpang gelap yang harus kita cermati dan harus diwaspadai atas agenda inkonstitusionalnya, yakni menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden.
Mereka seakan menggeser isu yang dibawa oleh Mahasiswa kepada arah sikap politik inkonstitusional dengan menurunkan tagar #turunkanJokowi dan menyuarakan untuk menggagalkan pelantikan Capres-Cawapres 2019 terpilih.
Kelompok penumpang gelap tersebut, selalu berusaha memanfaatkan gerakan mahasiswa. Hal itu dikarenakan kelompok mahasiswa mulai terkonsolidasi dengan baik.
Direktur Paramadina Public Policy Institute (PPPI) Ahmad Khoirul Umam mengingatkan agar gerakan Mahasiswa harus selalu waspada agar secara cermat dapat memisahkan diri dari kelompok penunggang gelap. Hal tersebut karena kelompok penumpang gelap jelas tidak sesuai dengan agenda aksi yang orisinal digaungkan oleh Mahasiswa.
Pada kesempatan berbeda, publik juga digegerkan dengan berita terkait dengan seorang dosen yang terlibat dalam kasus bom molotov.
Dosen Institute Pertanian Bogor (IPB) Abdul Basith (AB) disebut sebagai tokoh sentral dari 10 tersangka yang diamankan Densus 88. Peran itu diungkap oleh Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Mabes Polri Brigjen pol Dedi Prasetyo.
Diketahui Abdul Basith juga aktif dalam rencana aks Mujahid 212 beberapa waktu lalu. Ia mengendalikan orang yang direkrutnya untuk melakukan tindakan anarkis. Baik penyerangan, pengrusakan hingga bom-bom molotov yang dipersiapkan.
Selain merekrut, Dosen IPB tersebut juga mengatur skenario rencana aksi unjuk rasa yang berakhir dengan kerusuhan. Dia pun merangkap sebagai penyandang dana untuk orang – orang yang direkrut untuk mengikuti unjuk rasa.
Contohnya. Abdul Basith mendatangkan S dari Ambon dan dibiayai langsung oleh Basith untuk datang ke Jakarta.
Selanjutnya, S diperintahkan oleh Basith untuk mencari orang – orang yang bisa merakit bom molotov. Hinga bertemulah ia dengan JAF, AL, NAD dan SAM. Tersangka S juga bertugas merekrut eksekutor. Hingga didapat sosok YF yang bertindak sebagai koordinator lapangan. Sedangkan untuk eksekutor kerusuhannya adalah AL dan FEB.
Eksekutor tersebut kemudian mendapat ‘pesanan’ terkait sasaran-sasaran dalam aksi demonstrasi. Karena itu barang bukti yang disita polisi bukan bom molotov saja, sebagian besar ada bom ikan. Jika yang disasar adalah fasilitas publik tentu bisa sangat merusak.
Selidik punya selidik, Bom molotov yang dibuat oleh kelompok ini bukanlah bom molotov seperti biasa yang hanya diisi bensin. Namun, terdapat kandungan lainnya yang bisa menimbulkan efek lebih dahsyat.
Namun, Dedi enggan membeberkannya karena dikhawatirkan akan ditiru oleh masyarakat.
Lanjutnya, Dedi juga menjelaskan kelompok ini beraksi dengan tujuan mengganggu pelantikan DPR/MPR RI. Caranya dengan membuat kerusuhan dari setiap unjuk rasa yang digelar.
Atas ulahnya tersebut, Basith dijerat dengan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 atas tindak pidana membuat, menguasai, membawa, menyimpan, mengangkut, menyerahkan dan atau berusaha menyerahkan bahan peledak.
Kita harus tetap waspada akan adanya penyusup dalam setiap aksi turun ke jalan, memang para penumpang gelap tersebut tidak mungkin menggelar aksinya sendiri, sudah pasti mereka akan mendompleng aksi besar untuk mencari celah membuat kerusuhan dan keonaran.
)*penulis adalah pengamat sosial politik