Polemik Politik

Mewaspadai Politisasi Emak-Emak

Oleh : Rika Prasetya )*

 Beberapa pekan yang lalu, media mengulas fenomena emak-emak yang berdemo karena harga sembako terus mengalami kenaikan. Aksi emak-emak yang tidak tanggung-tanggung datang ke kantor KPU untuk meminta Jokowi mundur karena akan menyalonkan diri menjadi presiden di 2019 nanti menjadi sebuah tanda tanya tersendiri. Keinginan mereka untuk meminta Jokowi mundur dari presiden menandakan bahwa emak-emak tersebut tidak mengerti tentang aturan dalam mengenai pencalonan presiden.

Dalam demonya sekumpulan emak-emak medatangi Bawaslu dan menyampaikan Jokowi mundur seperti yang juga dilakukan oleh Sandiaga Uno ketika hendak mencalonkan diri sebgai wakil president. Sebenarnya bila Jokowi ingin maju kembali sebagai calon presiden pada kampanye 2019 nanti, tidak perlu mundur dari jabatan yang sekarang. Berdasarkan undang-undang no.7 tahun 2017, presiden bisa mengajkan cuti kampanye nantinya.

Keterlibatan emak-emak di dalam isu politik yang mengusung harga sembako ini, mengkhawatirkan bagi sebagian kalangan. Karenanya ratusan emak-emak yang tergabung di dalam PERMISI atau perempuan milenial Indonesia juga turut berdemo ke Bawaslu. Mereka tidak rela jika emak-emak dilibatkan dalam politisasi. Pada rabu 12 September 2018, aksi demo di depan Gedung Bawaslu itu menolak eksploitasi emak-emak untuk dijadikan alat politik dari pihak tertentu.

Perwakilan dari Permisi mengatakan, ada beberapa poin penting yang sudah disampaikan ke Bawaslu. Pertama, mereka menilai bahwa presiden Jokowi tidak harus mundur dari  jabatan presiden sekarang ini, dan nantinya bisa mengajukan cuti untuk kampanye. Kedua, menolak dilibatkannya emak-emak di dalam politik praktis pada pemilu 2019 nanti. Ketiga,meminta Bawaslu untuk menindak tegas apabila ada oknum-oknum yang berpolitik dengan tidak santun dan tidak mematuhi perundang-undangan. Ke empat, menolak dilibatkannya emak-emak dalam mendukung gerakan tagar ganti presiden supaya tidak ada penafsiran yang keliru di masyarakat.

Rombongan emak-emak yang berdemo kemarin memang menjadi sebuah hal tidak terduga dan sekaligus miris. Permasalahan tentang kenaikan harga pangan di masyarakat yang memang cenderung dekat dengan kehidupan ibu rumah tangga seolah menjadi sebuah alasan yang masuk akal bahwa mereka berdemo untuk menuntut kesejahteraan hidup. Namun, pada kenyataannya praktik ini seperti ditunggangi oleh kepentingan politik.

Berbicara tentang naiknya harga pangan, tentunya tidak lepas dari naiknya dolar terhadap rupiah. Bahan pangan yang saat ini masih banyak diimport dari luar negeri membuat Indonesia pun mengalami kenaikan harga pangan menyesuaikan kenaikan dolar. Namun, sebenarnya bukan hanya faktor itu saja yang membuat harga pangan naik. Di samping naiknya harga pangan tiap tahunnya, tapi pendapatan masyarakat juga mengalami kenaikan. Selain itu, pemerintah juga telah menyediakan stok yang cukup untuk bahan pangan bisa ada di tengah masyarakat sehingga harganya bisa lebih terkendali karena stoknya yang stabil.

Di tengah situasi politik jelang pemilu, tindakan emak-emak yang berdemo ini bisa membuat panas suasana politik. Tidak seharusnya emak-emak yang cenderung tidak tahu situasi dan data-data perihal ekonomi Indonesia dilibatkan dalam praktik politik. Keinginan emak-emak sebenarnya sesederhana mereka ingin berbelanja di pasar dan mendapatkan barang-barang yang murah dan bisa dijangkau olehnya, namun pada kenyataanya mereka tidak sadar bahwa ada unsur politik yang bisa jadi menopang kepentingan mereka.

Itulah yang akhirnya membuat PERMISI merasa empati kepada emak-emak Indonesia. Mereka mendesak Bawaslu agar tegas terhadap praktik politik yang menyimpang maupun melibatkan emak-emak yang bisa jadi tidak tahu menahu urusan politik.

Supriyadi, sebagai Koordinator aksi tersebut menyampaikan bahwa kegiatan tersebut berangkat dari keinginan menyaksikan suasana politik yang damai di Indonesia. Tanpa perlu adanya kegiatan saling menjatuhkan lawan politiknya. Tidak perlu adanya saling menghujat, karena Indonesia perlu pemimpin yang bisa membawa generasi selanjunya ke arah yang lebih baik. Contoh itu perlu ada dan dapat dilihat sebelum pemilihan sesungguhnya berlangsung.

Emak-emak seharusnya bisa tenang untuk mengurusi kehidupan rumah tangganya dan mengatur anak-anak sebagai generasi berikutnya ke arah yang lebih baik. Bukan lantas dijadikan sebagai sebuah alat politik. Kalau pun mereka ingin menyampaikan aspirasinya sebagai masyarakat Indonesia, mereka perlu berdiri independent tanpa dipengaruhi oleh pihak lain. Bukan hanya terfokus pada naiknya harga pangan saja, tapi juga bisa melihat dengan jeli apa saja faktor yang mempengaruhinya.

Sebenarnya masalah kenaikan harga pangan, tidak bisa hanya menjadi sebuah kesalahan pemerintah yang tidak bisa mengendalikannya. Tapi kita juga harus bersikap adil dalam memahami situasi ini. Harga bahan pangan yang naik juga sebanding dengan kenaikan pendapatan masyarakat.

Memang saat ini, kenaikan dolar membuat rupiah melemah yang akhirnya banyak juga yang mengatakan Indonesia mengalami krisis yang sama seperti di tahun 1998. Pada tahun 1998 nilai tukar dolar terhadap Indonesia mencapai 14000, hampir sama dengan saat ini. Namun perbandingannya, di tahun 1998 dolar melonjak naik dengan cepat dari yang awalnya 3000 menjadi 14000 sehingga barang-barang pun naik berkali-kali lipat dari sebelumnya. Namun di saat ini, kenaikan dolar hanya 11%. Di tengah kondisi kris global, kenaikan dolar yang berkisar 11% ini masih dikategorikan aman.

Ada banyak isu yang bergulir, terutama soal kondisi ekonomi Indonesia yang dinilai mengkhawatikan oleh sebagian orang. Itu pun menjadi sebuah isu politik yang terus bergulir jelang pilpres 2019. Padahal sebenarnya ekonomi Indonesia masih stabil. Pemerintah tidak hanya tinggal diam di dalam menghadapi permasalahan-permaslahan ekonomi yang terjadi belakangan ini.

Terlebih soal masalah pangan. Bukan hanya di Indonesia, masalah bahan pangan juga menjadi masalah penting di berbagai negara. Untuk meningkatkan kualitas pangan, pemerintah telah melakukan beberapa cara. BUMN perlu mengelola sektor pangan dan menjaga harga serata stok bahan pangan tetap stabil dan mencukupi kebutuhan masyarakat. selain itu, kontrol terhadap kualitas pangan juga ditingkatkan agar masyarakat Indonesia bisa mendapatkan gizi yang baik lewat makanan-makanan yang berkualitas.

Tak hanya kualitas pangan yang perlu diperhatikan, kesejahteraan petani juga menjadi faktor penting. Pekerjaan petani yang bisa juga sejahtera sama seperti profesi lainnya akan mendorong minat masyarakat untuk menjadi petani dan akhirnya membuat Indonesia akan bisa swasembada beras. Potensi Indonesia sebenarnya terbuka lebar untuk bisa swasembada bahan pangan mengingat tanah Indonesia yang subur dan dilalui garis khaulistiwa.

Ketika Indonesia telah siap untuk bisa berdiri sendiri dalam memenuhi kebutuhan pangan negeri ini, maka emak-emak juga bisa lebih tenang dan tak lagi khawatir akan harga bahan pangan yang terus naik. Tapi, tentunya itu tidak bisa dicapai dalam waktu yang singkat. Perlu kerja keras dari semua pihak untuk bahu membahu di dalam memajukan negeri ini sesuai profesinya masing-masing. Dibandingkan terus mengeluh dan menajatuhkan pihak-pihak lain, lebih baik chadapi krisis ekonomi global dengan tetap menjaga persatuan. Salah satunya dengan tidak saling menyalahkan. Jangan ada politik yang saling menjatuhkan. Indonesia siap memilih pemimpin terbaik untuk memimpin negeri ini  2019 nanti. Siapa pun yang terpilih adalah pilihan rakyat yang dipercaya memimpin bangsa ini ke arah yang lebih baik lagi.

 

)* Penulis adalah Kontributor Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia (LSISI)

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih