Mewaspadai Potensi Penyebaran Paham Radikal di Masyarakat
Oleh : Muhammad Yasin )*
Kewaspadaan terhadap potensi penyebaran paham radikal mutlak perlu ditingkatkan. Pasalnya, tak ada satupun yang memiliki imunitas terkait paham ini.
Layaknya sebuah tubuh yang memiliki sistem imun atas suatu bahaya diluar, kitapun juga diwajibkan memiliki penangkal bagi segala paham yang dinilai menyimpang. Seperti, pengaruh radikalisme ini. Mengingat begitu bahayanya paham yang mampu menjadikan korbannya ke arah terorisme. Bertindak egois, fanatisme hingga berperilaku ekstrim terhadap orang-orang yang dianggap tak sejalan.
Kebanyakan radikalisme ini merujuk pada suatu agama, seperti Islam. Padahal, baik Islam atau agama manapun tak pernah mengajarkan ajaran yang melenceng. Hal ini berdasarkan fakta di lapangan. Masih segar dalam ingatan, sekitar 90 persen pelaku tindakan radikalisme dan terorisme seperti bom bunuh diri ini selalu memiliki agama Islam. Sehingga, tak pelak banyak pihak yang kemudian mendiskriminasikan agama ini. Padahal, agama ini adalah agama yang rahmatan lil alamin.
Penyebaran paham radikal ini sudah masuk hingga lini terbawah masyarakat. Dan yang paling rawan ialah melalui dunia pendidikan dengan sasaran mahasiswa dan pelajar. Bukan tanpa alasan, pada fase ini mereka masih berada di tahapan labil emosi. Masih mudah dipengaruhi dan disusupi doktrin-doktrin yang salah. Jiwa muda anak-anak ini mampu dimainkan oleh para pelaku radikalisme hingga melambungkan segala angan-angan heroisme dan keinginan eksistensi untuk diakui.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengungkapkan tidak terdapat satu lembaga pendidikan pun di Indonesia yang mempunyai imunitas atau kekebalan terhadap paham radikalisme maupun terorisme. Mereka dinilai rentan terpengaruh sebab paham tersebut terus bergerak melakukan sejumlah propaganda. Yang khususnya berkaitan dengan rekrutmen untuk menjadi penerus gerakan radikal.
Menurut Kasubdit Kontra Propaganda Direktorat Pencegahan Deputi I BNPT Kolonel Pas Sujatmiko agar kampus-kampus di Indonesia tidak terpengaruh paham radikalisme dan terorisme maka harus kembali menekankan nilai-nilai kebangsaan kepada civitas akademik. Serta selalu meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman tersebut.
Dirinya menambahkan, pihaknya akan terus melakukan program deradikalisasi di dalam dan luar lapas (lembaga pemasyarakatan) terhadap pelaku dan mantan teroris. Di dalam lapas, menurutnya pihaknya memberikan sejumlah wawasan kebangsaan dan keagamaan serta disiapkan agar bisa kembali bergabung di masyarakat.
Ia menjelaskan, pihaknya melaksanakan program di antaranya resosialisasi dan rehabilitasi agar bisa kembali ke lingkungan masyarakat. Serta melakukan program kewirausahaan kepada mantan teroris yang mempunyai keahlian dibidang usaha.
Dia juga melaporkan per Agustus, yang sudah mengikuti program deradikalisasi setidaknya hingga 632 orang. Meski demikian, kesulitannya ialah tidak bisa memaksa mereka ikut program ini. Tapi dirinya optimis dan tetap berusaha mendekati mereka. Ia mengungkapkan, sejauh ini program deradikalisasi diluar lapas telah berjalan dengan sangat baik.
Sementara itu, Majelis Pimpinan Pusat Ikatan Khatib Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengatakan ceramah agama harus mampu menjadi media penyebaran paham Islam yang moderat dan dapat menangkal ajaran radikal bagi umat.
Ketua Umum Hamdan Rasyid menyatakan bahwa, khutbah harus bisa menjadi media dalam mengembangkan Islam yang moderat. Islam kan artinya damai, mengajak kebaikan dan perdamaian, imbuhnya. Hamdan mengatakan khutbah yang memuat paham radikal memang masih ada sehingga dia meminta kepada pengurus masjid untuk menjalankan fungsinya jika ditemukan ceramah agama semacam itu.
Dirinya menilai memang ada yang radikal namun tidak bisa digeneralisasi. Sehingga khutbah janganlah sampai menyimpang dari kata ‘Islam menyebarkan keselamatan’, dan harus menyebarkan perdamaian.
Sejalan dengan hal tersebut Wakil Ketua Umum Munawar Fuad Noeh mengatakan sebagai organisasi berkumpulnya khatib seluruh Indonesia, Ikatan Khatib DMI juga memanfaatkan jaringan itu guna menangkal upaya radikalisme dari lingkungan masjid.
Fuad mengatakan Ma’ruf (Wapres) juga berpesan agar DMI dapat menjaring khatib-khatib kompeten dalam menyampaikan ceramah agama serta yang memiliki semangat kebangsaan. Wakil presiden menyatakan bahwa khatib seharusnya memiliki keahlian dan kompetensi dibidang agama. Sebab, jika pengetahuannya hanya setengah-setengah akan muncul mispersepsi di kalangan umat.
Munawar juga menambahkan dari sekitar 850 masjid di Indonesia dibutuhkan setidaknya satu juta khatib untuk memberikan ceramah dalam setiap ibadah shalat Jumat. Untuk mendapatkan khatib yang kompeten, DMI mempersiapkan program sertifikasi bagi pengkhutbah di masjid supaya isi ceramah agamanya bisa dipertanggungjawabkan.
Dengan demikian, terlihat upaya pemerintah dalam mengantisipasi segala paparan paham radikal ini tak tanggung-tanggung. Mereka juga mempersiapkan segala sesuatunya termasuk konsumsi khutbah agar dapat menghindari salah persepsi. Maka dari itu, kita sebagai warga negara wajib pula mengikuti langkah pemerintah untuk menangkal paham radikal. Yakni menerapkan toleransi antar umat beragam, ideologi pancasila, bhineka tunggal ika, UUD 1945 hingga NKRI. Dengan langkah-langkah tersebut, Insya Allah segala permasalahan dapat dihadapi.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik