Mewaspadai Propaganda Khilafah di Indonesia
Oleh : Edi Jatmiko)*
Organisasi yang menganut paham khilafah seperti Hizbut Tahrir (HT)memang sudah dibubarkan, namun propaganda ideologi yang didengungkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia masih kerap terlihat di sosial media, bahkan di beberapa aksi masa, bendera HTI masih saja berkibar dimana-mana.
Para pendukung khilafah tersebut hingga saat ini masih terus menyebarkan propaganda yang mengajak umat Islam di Indonesia agar bergabung dengan perjuangannya. Secara bersamaan, mereka juga berusaha menyudutkan pemerintah dengan berbagai tuduhan yang tidak berdasar.
Khilafah adalah sistem pemerintahan yang wilayah kekuasaannya tidak terbatas pada satu negara, melainkan banyak negara di dunia, yang berada di bawah satu kepemimpinan dengan dasar hukumnya adalah syariat Islam.
Pendakwah yang masih memegang prinsip HTI kerap menyebarkan gagasan khilafah dengan cara memainkan logika berpikir pembacanya.
Salah satu postingan uztadz khilafah yaitu postingan dari Ust Felix Siauw tentang “Mayoritas rasa Minoritas” dalam postingannya tersebut dirinya membuat perbandingan-perbandingan yang tak logis mengenai umat Islam dan umat beragama lainnya. Dia ingin menggambarkan bahwa umat Islam di Indonesia meskipun mayoritas, namun sering dianak tirikan oleh pemerintah.
Teknik propaganda tersebut sering digunakan oleh pendakwah seperti Felix Siauw dan pendukungnya, teknik tersebut dikenal sebagai metode cherry picking yaitu permainan argumen yang menekankan pada kasus atau data individual yang dipandangnya dapat mengonfirmasi suatu posisi.
Pada saat yang bersamaan, Ia juga menghiraukan bagian signifikan dari kasus atau data terkait yang berseberangan dengan posisi tersebut.
Singkatnya, dirinya hanya mengambil data yang cocok untuk kepentingannya dengan mengabaikan keseluruhan data. Oleh karena itu, seringkali kesimpulan yang diambil mengandung kesesatan logika.
Hal tersebut diolah dan dimainkan oleh para propaganda khilafah untuk menyesatkan pikiran pembacanya agar mendukung perjuangannya yakni mendirikan khilafah di Indonesia.
Selain itu, para pengikutnya juga mulai berani mengambil sikap untuk memusuhi pemerintah dan masyarakat yang dianggap tidak sepaham.
Masyarakat utamanya yang sering mengakses sosial media-pun mesti berhati-hati jika mendapati artikel-artikel provokatif dari penyebar ideologi khilafah. Agar kita semua tidak mudah terbawa oleh logika berpikir yang pendek.
Sikap tabayyun atau verifikasi tentu diperlukan untuk mengonfirmasi setiap informasi yang kita terima. Semua itu agar kita tidak mudah terpecah belah karena sebuah isu yang mengandung sentimen agama.
Paham khilafah sendiri menjadi sangat bermasalah di Indonesia karena berusaha untuk memaksakan kehendak kepada semua orang untuk mendirikan negara atas dasar agama tertentu yaitu Islam.
Padalah, masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam agama dan suku yang sangat majemuk. Pemaksaan kehendak itu tidak sejalan dengan semangat ideologi bangsa yang mengayomi semua identitas di Indonesia.
Dengan kondisi masyarakat yang seperti itu, tentu akan lebih baik jika setiap elemen bangsa dapat menerima adanya perbedaan identitas dan menebarkan sikap saling toleransi terhadap sesama. Hal itu tentu akan menjadi kekuatan yang signifikan bagi bangsa dan negara Indonesia.
Kita semua juga harus memahami bahwa khilafah tidak bisa berkembang di Indonesia karena bertolak dengan sistem pemerintahan Indonesia yang sudah disepakati bersama sejak Kemerdekaan 1945.
Jika propaganda tentang khilafah dipaksakan, maka hal tersebut akan berpotensi terjadi benturan yang bisa menimbulkan perang saudara.
Wakil Presiden Indonesia Ma’ruf Amin mengatakan paham Islam di Indonesia sudah termasuk paham yang sempurna atau kafah, menurut ruang dan waktu. Sebab, Indonesia terdiri atas berbagai agama dan suku bangsa sehingga sistem syariat Islam atau khilafah tidak bisa diterapkan.
Indonesia sebagai negara, terbentuk atas dasar mitsaq atau kesepakatan. Masing – masing pihak, baik umat Islam maupun pihak yang lain, bersepakat untuk menjadikan Pancasila dan Undang – undang Dasar 1945 sebagai pondasi negara.
Konsep khilafah sendiri dinilai masih terlalu utopis dan kurang adaptif dengan perubahan zaman. Tentu jika ingin menghidupkan kembali kejayaan masa lalu tetaplah harus menyesuaikan dengan kondisi saat ini, itulah hakikat perubahan. Jadi, penerapan konsep khilafah bukan sial benar atau salah, tetapi relevan atau tidak dengan kondisi negara Islam yang ada di dunia khususnya Indonesia.
Ideologi khilafah merupakan gerakan yang dapat mengancam kedaulatan NKRI, apabila ini terjadi maka sudah jelas pemerintah berhak melarangnya.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik