Mewaspadai Provokasi Ajakan Tolak Pemilu dan People Power
Oleh : Eva Kalyna Audrey )*
Peningkatan kewaspadaan merupakan hal yang sangat penting dan harus dilakukan oleh seluruh elemen masyarakat tanpa terkecuali. Terlebih, dengan mulai bermunculannya sebuah provokasi serta ajakan untuk menolak pelaksanaan Pemilu 2024 mendatang dan juga mengajak warga untuk melakukan people power. Seluruh seruan tersebut jelas sekali merupakan tindakan makar dan sangatlah inkonstitusional.
Jelang pelaksanaan kontestasi politik, yakni Pemilihan Umum (Pemilu) pada tahun 2024 mendatang, ternyata terdapat sebuah gerakan yang menggemparkan yang dinamai dengan People Power dan memiliki tujuan untuk menolak hajatan besar pesta demokrasi tersebut. Diketahui bahwa gerakan menggemparkan itu muncul di Karanganyar.
Terdapat sebuah spanduk yang terpasang secara terang-terangan dan berisi ajakan untuk menolak pelaksanaan pergantian kepemimpinan setiap 5 (lima) tahunan di Indonesia, yakni Pemilu yang sebentar lagi pada tahun 2024 akan dilaksanakan. Bukan hanya satu, melainkan spanduk dengan ajakan yang sama muncul dan dipasang di beberapa titik di Colomadu, Karanganyar.
Terkait dengan adanya pemasangan spanduk yang mengajak kepada gerakan People Power dan berisi ajakan kepada masyarakat untuk menolak pelaksanaan Pemilu 2024 tersebut, Camat Colomadu, Sriyono kemudian menyampaikan bahwa spanduk itu ternyata bukan muncul begitu saja, melainkan memang sengaja dipasang oleh orang tidak dikenal di ruas titik strategis yang dilalui oleh masyarakat.
Tentunya dengan adanya fenomena yang menggemparkan dan sangat berpotensi untuk mempengaruhi masyarakat tersebut, apalagi jika sampai membuat masyarakat benar-benar menolak pelaksanaan Pemilu, yang mana sudah diatur dalam Undang-Undang, hal itu akan sangat berdampak bagi banyak sekali pihak di Indonesia.
Ketika Pemilihan Umum tidak dilaksanakan tepat waktu, tentunya semua akan terganggu dan terguncang, akan ada kekosongan kepemimpinan sementara yang justru sangat rawan menjadikan bangsa ini dalam titik rawan dan chaos. Termasuk juga, apabila misalnya periode kepemimpinan sekarang terus dilanjutkan dengan tanpa adanya sirkulasi pergantian kepemimpinan. Hal itu juga sama saja, akan menimbulkan potensi konflik yang luar biasa.
Maka dari itu, kepada seluruh perangkat desa aktif, hendaknya bisa terus mengencangkan patroli dan melakukan pemantauan agar jangan sampai ditemukan lagi spanduk bernada permusuhan apalagi sampai bernada makar seperti itu, karena jelas-jelas ajakan demikian sama sekali tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) yang berlaku di Tanah Air.
Rapat koordinasi (rakor) pun penting untuk bisa digelar, bahkan bukan hanya di Karanganyar saja, melainkan juga di berbagai tempat di Indonesia agar seluruh Kepala Desa (Kades) setempat bisa menjadi jauh lebih aktif dalam melakukan monitoring di masyarakat dan di lapangan, jangan sampai ada wilayah lagi yang kecolongan hingga tiba-tiba muncul spanduk dengan bernada provokasi terkait dengan adanya agenda pesta demokrasi di Tanah Air.
Seluruh pihak, khususnya para perangkat desa memang harus terus mampu untuk mewaspadai dan merapatkan barisan mereka, termasuk juga mengumpulkan seluruh pemangku wilayah untuk bisa benar-benar melakukan pemantauan wilayah masing-masing secara jauh lebih pro aktif. Jangan sampai, justru menjelang perhelatan Pemilu, spanduk-spanduk dengan nada provokatif demikian bisa muncul kembali, karena akan sangat rawan sekali memecah belah keutuhan masyarakat.
Bahkan, termasuk bukan hanya sekedar ajakan untuk menolak pelaksanaan Pemilihan Umum saja, melainkan seluruh elemen masyarakat di Indonesia juga hendaknya mampu terus meningkatkan kewaspadaan mereka agar bisa lebih berhati-hati kepada adanya ajakan atau provokasi mengenai delegitimasi Pemilu seandainya ke depan pesta demokrasi itu telah dilaksanakan dan sudah ada hasilnya.
Bukan tanpa alasan, tentunya segala tindakan demikian pastinya akan sangat memecah belah kesatuan dan persatuan di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sementara itu, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di Kabupaten Subang menegaskan bahwa mereka menolak adanya segala macam bentuk provokasi dan juga ajakan untuk melakukan aksi people power.
Selain mampu memecah belah bangsa, namun adanya gerakan atau aksi people power itu juga menjadi bentuk ajakan dan pengerahan massa secara inkonstitusional, terlebih mereka justru menolak adanya sirkulasi pergantian kepemimpinan dengan pelaksanaan Pemilu 2024, yang mana seluruhnya telah tertuang dalam konstitusi negara.
Sama sekali tidak bisa dipungkiri lagi bahwa justru dengan adanya ajakan dan gerakan people power, apalagi sampai ada ajakan untuk menolak pelaksanaan Pemilihan Umum dengan menggunakan pengerahan massal kekuakatan rakyat, itu merupakan sebuah hal yang menjadi momok sangat serius bagi banyak daerah.
Maka dari itu, semua pihak, termasuk juga para tokoh ulama dan juga tokoh masyarakat di berbagai daerah juga harus bisa terus menyerukan kepada warganya agar tidak mudah untuk termakan isu dan juga sebuah provokasi yang mengatasnamakan people power seperti itu.
Penolakan pelaksanaan Pemilu 2024 dan juga ajakan melakukan people power memang sudah barang tentu hendaknya harus diwaspadai oleh semua elemen masyarakat tanpa terkecuali. Karena apabila dibiarkan, aksi demikian akan sangat berpotensi untuk merusak tatanan bangsa.
)* Penulis adalah kontributor Lembaga Lintas Nusamedia