Narasi Kecurangan Pemilu, Seberapa Kuat Buktinya?
Oleh : Dodik Prasetyo )*
Kubu 02 seakan tak henti – hentinya memproduksi narasi kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu, tuduhan kecuranganpun berdampak pada aksi inkonstitusional pada 21 – 22 Mei 2019.
Meski demikian Tim Hukum Prabowo – Sandi juga akhirnya menempuh jalur konstitusional dengan mengajukan gugatan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). BPN mengungkap 5 bentuk pelanggaran pemilu dan kecurangan masif yang dilakukan oleh kubu paslon nomor urut 01 Jokowi – Ma’ruf Amin.
Dalam gugatannya, kubu 02 menyebutkan judul – judul berita daring atau online dan melampirkan salinannya. Pengajuan barang bukti tersebut tentu tidak dapat menjadikan sesuatu bukti menjadi valid.
Hal itu diketahui dalam berkas permohonan perselisihan hasil Pemilhan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang didaftarkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh BPN Prabowo – Sandiaga sebagai alat bukti.
BPN menyebutkan bahwa ada 5 jenis kecurangan, yaitu penyalahgunaan anggaran belanja negara dan atau program kerja pemerintah, ketidaknetralan aparat negara (polisi dan intelijen), penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media dan pers, serta diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakkan hukum.
BPN menganggap bahwa kelima jenis pelanggaran tersebut bersifat terstruktur, sistematis dan masif, dalam arti dilakukan oleh aparat secara struktural, terencana dan berdampak luas mencakup wilayah Indonesia.
Namun haruskah hakim MK menerima gugatan tersebut, karena dalam hal bukti, pihak BPN ternyata enggan mengungkap lebih dahulu secara detail dalam permohonan tersebut.
Dalam tudingannya BPN juga bersikukuh bahwa ada tekanan dari penguasa agar media tidak menyiarkan Reuni 212. Di samping itu, ada soal pemblokiran situs yang tak punya izin mempublikasikan hitung cepat, jurdil2019.org.
Padahal sudah sepatutnya tim Hukum Prabowo – Sandiaga memberikan bukti otentik dalam mengajukan sengketa di MK, seperti form c1 dan pernyataan saksi misalnya.
“Harus ada bukti materiil, itu sesuai dengan pedoman beracara di MK,” tutur Sekretaris TKN Hasto Kristiyanto.
Komisioner KPU Hasyim Asy’ari menyebutkan bahwa pasangan calon 02 Prabowo Subianto – Sandiaga Uno konyol jika tidak mampu membuktikan tuduhan – tuduhan kecurangan dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK). Menurut dia dalam mendalilkan tuduhan haruslah disertai dengan bukti – bukti kuat, bukan sekedar ucapan.
Ia mengatakan bahwa salah satu yang disoroti terkait dalil tim hukum Prabowo – Sandiaga adalah tuduhan penggelembungan suara yang dilakukan KPU untuk memenangkan Paslon 01 Joko Widodo – Ma’ruf Amin.
“Saya mengatakan begini, kalau banyak dalil enggak ada bukti kan konyol. Bagaimana? Bingung sendiri kita,” tutur Hasyim usai persidangan di Gedung MK.
Dirinya juga menyampaikan bahwa narasi tentang kecurangan pemilu 2019 yang terstruktur, sistematis dan masif tersebut baru muncul dan didalilkan dalam gugatan PHPU Pilpres di MK. Sebaliknya, selama ini tak ada dalil serupa dari kubu Prabowo – Sandi mulai dari proses rekapitulasi di daerah hingga pusat.
Karena itu, tuduhan kecurangan TSM yang dibangun oleh Prabowo – Sandi merupakan sesuatu yang membingungkan. Sebab jika memang kubu 02 menemukan begitu banyak kecurangan secara TSM, maka sudah seharusnya dilaporkan ke Bawaslu sebelum mengajukan gugatan PHPU ke MK.
“Saya agak bingung pelanggarannya dimana, kalau ada pelanggaran sebanyak itu kok enggak lapor Bawaslu? Enggak ada putusan Bawaslu, ini kan sangat terbuka, semua bisa lihat,” ucapnya.
Selain itu tuntutan kubu 02 yang minim bukti juga tidak nyambung, seperti dalam permohonannya, bahwa Prabowo – Sandi meminta agar MK membatalkan perolehan suara yang ditetapkan KPU karena ada dugaan rekayasa dalam Situng.
Hal ini karena situng dan rekapitulasi hasil Pilpres 2019 adalah 2 hal terpisah. Meski sama – sama berasal dari C1, Keduanya telah melewati alur berjenjang yang berbeda. KPU pun tidak menjadikan Situng sebagai dasar penetapan perolehan suara.
Hal ini jelas menjadi bukti bahwa kubu Prabowo – Sandiaga terlalu sibuk membangun narasi Pemilu 2019 penuh kecurangan secara TSM, namun lupa untuk menjelaskan perolehan suara versi mereka secara detail. Pihaknya seakan membangun cocoklogi yang membuat seolah – olah pemilu 2019 penuh kecurangan dan kemenangan Jokowi – Ma’ruf Amin tidak sah.
Dalam kasus ini, tentu kita diajak untuk berfikir, apa iya kecurangan memang ada, atau hanya dugaan semata dari kubu 02 yang takut kalah dalam pemilu 2019.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik