Negara Tidak Boleh Kalah Hadapi Radikalisme
Oleh : Arsenio Bagas Pamungkas)*
Aksi pengeboman di Bandung sangat mengejutkan karena menunjukkan bahwa kelompok radikal dan teroris masih ada. Mereka nekat menyerang kantor polisi dan bertindak sembarangan. Namun demikian, negara tidak pernah gentar. Radikalisme dan terorisme harus dihancurkan sampai ke akarnya.
Tanggal 7 Desember 2022 telah terjadi aksi pengeboman di Mapolsek Astana Anyar, Kota Bandung. Peristiwa tragis ini memakan 2 korban jiwa, termasuk pelaku. Ia adalah mantan napi teroris dan anggota JAD, yang bernama Agus Sujatno. Ia masuk saat para anggota polisi sedang apel pagi dan menerobos barisan, sambil mengacungkan senjata tajam. Setelah itu bom diaktifkan lalu terjadi ledakan yang menghancurkan bagian depan Mapolsek.
Pengeboman di Mapolsek Astana Anyar , Bandung, sangat mengejutkan. Apalagi pelakunya adalah mantan narapidana kasus terorisme. Setelah bebas ia meneruskan misinya dalam hal radikalisme dan melakukan aksi balas dendam. Oleh karena itu lokasi pengeboman yang dipilih ada di kantor polisi.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar, menyatakan bahwa polisi menjadi sasaran pengeboman karena menjadi ancaman bagi mereka (kelompok radikal dan teroris). Ketika kantor polisi jadi sasaran, maka mereka harus waspada.
Dalam artian, kelompok teroris berniat membalas dendam karena banyak anggotanya yang ditangkap. Tak terkecuali Agus Sujatno yang pernah mendekam selama beberapa tahun di penjara. Ia melakukan aksi balas dendam sendirian (lone wolf) dan memang berpengalaman dalam membuat bom panci.
Walaupun terdapat aksi balas dendam dari kelompok radikal, tetap negara tidak boleh kalah dalam melawan terorisme dan radikalisme. Pemerintah akan tetap memberantas radikalisme dan menangkap para teroris. Ancaman bom tidak akan membuat negara mengalah karena hal tersebut sama saja akan menghancurkan Indonesia.
Kelompok radikal dan teroris akan tetap dihadapi oleh pemerintah. Kelompok teroris memang mampu melakukan aksi lanjutan untuk membalas dendam. Namun negara tidak akan berhenti begitu saja dalam memberantas terorisme, karena paham ini berbahaya bagi rakyat Indonesia.
Radikalisme dan terorisme berbahaya karena ajarannya ingin membuat negara baru dengan sistem khilafah, padahal Indonesia adalah negara demokrasi. Para teroris memaksakan kehendaknya sehingga terjadilah pemaksaan dan penyerangan, serta pengeboman. Jangan sampai Indonesia diubah menjadi hancur-lebur seperti Syiria atau Afghanistan, yang pemerintahannya dikuasai oleh kelompok teroris.
Salah satu cara memberantas radikalisme dan terorisme adalah dengan menangkap pelaku teroris. Seperti yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Empat teroris berhasil diamankan oleh Tim Densus 88 Antiteror, tanggal 1 Desember 2022 lalu. Peristiwa yang terjadi dini hari ini mengejutkan karena masyarakat tidak mengetahui bahwa mereka adalah pendukung kelompok radikal dan teroris.
Oleh karena itu masyarakat tidak boleh mengabaikan sekitar, apalagi saat ada yang dicurigai sebagai teroris. Mereka juga tidak boleh mendukung terorisme dan kejahatannya. Konjen Pol Boy melanjutkan, masyarakat diharap mendukung pemerintah dengan tidak menganggap peristiwa ini (pengeboman) sebagai tindakan permisif.
Radikalisme sangat tidak mencerminkan bangsa Indonesia. Penyebabnya karena mereka tidak berperikemanusiaan. Bagaimana bisa orang yang melakukan pengeboman sampai mengambil nyawa orang lain, justru mendapat pujian. Para teroris tidak menghargai nyawa orang lain dengan alasan yang diserang adalah aparat keamanan.
Masyarakat jangan justru membela teroris dan kontra ke aparat keamanan. Ingatlah bahwa polisi adalah sahabat rakyat dan tugas mereka untuk menjaga ketertiban di Indonesia. Termasuk dalam menangkap para teroris.
Sementara itu, dalam upaya pemberantasan terorisme, pemerintah memiliki beberapa jurus. Pertama dengan membentuk tim cyber anti radikalisme. Tim ini akan memantau apakah ada konten berisi radikalisme di dunia maya. Jika ada yang mengunggahnya maka akan diselidiki, apakah ia sekadar pengagum teroris atau sudah jadi anggota radikal.
Jika terbukti jadi anggota maka akan ada penyelidikan lebih lanjut dan ia terus dipantau, lalu dicokok oleh Tim Densus 88 Antiteror. Jangan sampai kelompok radikal ada di dunia maya lalu menyebarkan radikalisme dan terorisme. Jika dibiarkan saja maka akan berbahaya karena akan ada lebih banyak masyarakat awam yang malah mendukung terorisme dan radikalisme.
Jangan sampai anak-anak muda justru bercita-cita jadi pengebom dan menganggap anggota kelompok teoris adalah pahlawan. Hal buruk ini bisa terjadi ketika tidak ada pengawasan pada penyebaran radikalisme, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Pemerintah terus berusaha melawan radikalisme dan terorisme agar tidak menyebar dari Sabang sampai Merauke. Jangan sampai negara ini hancur gara-gara ulah teroris.
Meski ada pengeboman di Kota Bandung yang bermotif balas dendam, pemerintah tidak akan pernah gentar dalam melawan para teroris. Negara tidak akan kalah dalam menghadapi radikalisme dan terorisme. Kelompok teroris akan terus diburu sampai mereka pergi dari Indonesia. Masyarakat juga dihimbau untuk tidak pro ideologi radikal karena berbahaya bagi masa depan bangsa.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute