Omnibus Law Cipta Kerja, Solusi Hadapi Resesi Dampak Covid-19
Oleh : Edi Jatmiko )*
Pandemi covid-19 rupanya berdampak pada berlangsungnya perputaran keuangan di berbagai industri. Tidak sedikit kalangan pengusaha yang mendorong agar RUU Cipta Kerja segera dibahas. RUU Cipta kerja dinilai sebagai solusi konkrit saat pandemi dan resesi ekonomi di depan mata.
RUU Omnibus Law Ciptaker merupakan terobosan Pemerintah untuk mempercepat perizinan dan meningkatkan kesejahteraan pekerja. Shinta Kamdani selaku Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) mengatakan, RUU Cipta Kerja harus segera disahkan apabila ingin mendatangkan banyak investasi dan membuka lapangan kerja di Indonesia.
Shinta juga mengatakan, bahwa omnibus law ini betul-betul diperlukan secepatnya jika kita ingin investasi terus masuk dan lapangan kerja lebih banyak diciptakan di Indonesia dalam waktu dekat.
Ia menambahkan, sulitnya mengurus perizinan hingga regulasi dan birokrasi yang tumpang tindih merupakan hambatan yang bisa diatasi oleh Undang-Undang Cipta Kerja. Sementara disaat yang bersamaan, Indonesia secara umum membutuhkan lapangan kerja untuk mengatasi meningkatnya jumlah pengangguran akibat pandemi.
Dirinya juga menambahkan, kendala investasi yang ada saat ini hampir semuanya bisa diminimalisir atau diselesaikan melalui omnibus law.
Menilik kondisi ekonomi saat ini, pandemi covid-19 masih melanda, dirinya mengatakan, banyak pengusaha di dalam negeri tengah kesulitan mencari dana agar terus eksis dan produktif.
Perlu kita ketahui bahwa sejumlah negara di dunia sudah masuk ke dalam jurang resesi akibat pandemi covid-19. Setelah sebelumnya Singapura, kini giliran Korea Selatan (Korsel) yang mengalami pertumbuhan ekonomi minus selama dua kuartal berturut-turut.
Korea selatan masuk ke jurang resesi pertama kalinya dalam 17 tahun terakhir. Tercatat, produk domestik Bruto (PDB) Korsel Minus 1,3 persen pada kuartal I 2020, lalu kembali terjun 3,3 persen pada kuartal II.
Serupa dengan negara ginseng tersebut, pertumbuhan ekonomi Singapura mengalami kontraksi hingga 0,7 persen pada kuartal I 2020. Lalu, pertumbuhan ekonomi negeri singa kembali anjlok 41,2 persen pada kuartal II 2020.
Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal Hastiadi mengatakan Singapura dan Korea Selatan memiliki karakteristik pertumbuhan ekonomi yang hampir sama, yakni ditopang oleh perdagangan internasional.
Konsekuensinya, ketika perdagangan global melemah akitab pandemi covid-19, pertumbuhan ekonomi keduanya ikut lesu.
Faisal mengatakan, kontribusi perdagangan internasional Singapura dan Korsel tinggi dan Korsel sudah dari dulu mengandalkan jaringan produksi global sehingga ketika perdagangan dunia melemah, maka berdampak pada kedua negara tersebut.
Kondisi tersebut berbeda dengan variabel penopang PDB Indonesia yang mayoritas ditopang oleh konsumsi rumah tangga. Sebagai gambaran, konsumsi rumah tangga berkontribusi sebesar 58,14 persen pada PDB kuartal 2020.
Fakta tersebut rupanya memberikan keuntungan bagi Indonesia di tengah guncangan perdagangan global akibat virus corona. Ekonomi Indonesia diprediksi masih lebih baik daripada negara lain yang bergantung pada perdagangan internasional.
Oleh sebab itu, dirinya mengatakan bahwa kunci utama agar Indonesia tidak masuk jurang resesi adalah mendorong konsumsi domestik. Khususnya pada kuartal III 2020, sebab pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 diprediksi mengalami minus.
Tentu saja salah satu solusi konkrit dari ancaman resesi adalah mengesahkan RUU Cipta Kerja agar menjadi solusi bagi investor untuk berinvestasi di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi akibat covid-19.
Moody’s investor service menyebutkan bahwa risiko resesi global semakin meningkat, seiring meluasnya wabah virus corona. Moody’s menilai, semakin lama wabah ini terjadi, akan semakin mempengaruhi kegiatan ekonomi dan mengarah ke resesi.
Moody’s Investor Service memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini menurun dari 4,9% menjadi 4,8%. Proyeksi Moody’s ini didasarkan pada keberadaan pandemi covid-19 yang menyebabkan perlambatan aktifitas ekonomi secara global.
Sementara itu, untuk negara-negara G20, prediksi pertumbuhan ekonominya masing-masing hanya 2,1%, turun 0,3% dari angka perkiraan sebelumnya. Pelemahan konsumsi dan produksi yang utama akan dirasakan oleh Tiongkok, tempat wabah virus tersebut bermula.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Rosan P. Roeslani mengatakan Pengesahan RUU Omnibus Law bisa menjadi solusi bagi penanam modal untuk berinvestasi ditengah ancaman perlambatan ekonomi akibat pandemi.
Kita tentu wajib optimis bahwa Indonesia dapat selamat dari ancaman resesi, namun demikian salah satu upaya dalam menyelamatkan perekonomian bangsa adalah dengan membuat regulasi yang mempermudah masuknya investasi yakni dengan pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
)* Penulis adalah aktif dalam Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini