Polemik Politik

Omnibus Law Cipta Kerja, Solusi Hadapi Resesi

Oleh : Abdul Razak )*

Pandemi Covid-19 yang masih terus terjadi terbukti telah memukul sektor keuangan begitu keras. Kendati demikian, publik mengapresiasi terobosan Pemerintah melalui Omnibus Law Ciptaker yang diyakini akan menjadi salah satu solusi dalam menghadapi resesi ekonomi.

Omnibus Law Cipta Kerja mengatur perizinan daerah akan ditarik ke pusat dan didelegasikan kembali ke daerah beserta norma, standar, prosedur dan Kriteria (NSPK) yang terukur oleh Pemerintah Pusat. Selain itu, perizinan di Kementerian dan Lembaga juga akan ditarik kepada Presiden dan didelegasikan kembali melalui peraturan pemerintah.

Hal tersebut tentu akan membuat semua perizinan memiliki jangka waktu yang jelas, dan tidak terkesan berbelit-belit. Proses perizinan berusaha pun juga akan dipermudah sehingga diharapkan muncul usaha atau industri baru yang mampu menyerap tenaga kerja.

                Perlu kita tahu bahwa dampak yang dirasakan di sektor perekonomian Indonesia antara lain terkontraksinya pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 sampai dengan 5,32% dan meningkatnya angka pengangguran sebanyak 7 juta orang.

                Sektor penanaman modal juga berdampak, dimana pada penurunan Foreign Direct Investement (FDI) global sebesar 30-40%.

                Padahal Indonesia bisa mendapatkan keuntungan dari hadirnya FDI di tengah kondisi Pandemi Covid-19 ini, diantaranya peningkatan jumlah modal asing, peningkatan lapangan kerja, peningkatan tabungan, peningkatan pendidikan dan latihan, peningkatan penelitian, pengembangan dan teknologi, peningkatan infrastruktur dan peningkatan pasar besar yang mendukung harga barang semakin murah.

                Pada kesempatan berbeda, peneliti dari Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai, Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja mampu membuka peluang investasi, salah satunya dari sektor pertanian. Hal tersebut mengingat sektor  pertanian masih tetap tumbuh positif di tengah pandemi covid-19.

                Felippa menjelaskan, regulasi investasi yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura saat ini dianggap tidajk ramah di sektor pertanian. Sehingga diharapkan dengan adanya RUU Cipta Kerja kondisi tersebut dapat memudahkan adanya investasi.   

                Hal tersebut termasuk juga pasal dalam RUU Cipta Kerja yang akan mengganti beberapa pasal di UU Hortikultura. Seperti pasal 34 RUU Cipta Kerja yang mengundang sarana hortikultura dari dalam dan luar negeri. Pasal tersebut akan merevisi pasal 33 UU tentang hortikultura yang mempersulit penggunaan sarana dari luar negeri.

                Felippa menilai, dengan terbukanya investasi, maka hal ini dapat menguntungkan di sektor pertanian. Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal 2019, sektor pertanian diperkirakan hanya sekitar 3 persen dari total investasi yang masuk ke Indonesia.

                Kemudahan-kemudahan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja ini diharapkan membawa dampak positif bagi petani dan pertanian di Indonesia.

                Pada kesempatan berbeda, Peneliti pariwisata dan dosen di Universitas Gajah Mada (UGM), Muhammad Baiquni mengatakan, Rancangan Undang-undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker) dapat mendongkrak Usaha, Mikro dan Menengah (UMKM) di sektor pariwisata.

                Menurut Baiquni, kendala saat ini yang tengah dihadapi UMKM di sektor pariwisata adalah soal kemudahan untuk mendapatkan modal terutama untuk mengembangkan pariwisata lokal di daerah.

                Ia menuturkan, dengan dipermudahya izin dalam berusaha, tentu hal ini akan menjadi stimulus untuk mendatangkan modal investasi sebagai mitra yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM di sektor pariwisata.

                Baiquni mengklaim, sektor pariwisata di Indonesia saat ini amatlah liberal, dimana tidak sedikit aset yang akhirnya dimiliki oleh pihak swasta. Sehingga peran dari UMKM kian tergeser.

                Oleh karena itu, RUU Cipta Kerja menjadi sebuah paradigma baru sebagai aturan yang tidak hanya mengatur proses jalannya investasi, tetapi juga fokus mengatur pada nasib pekerja dan tata ruang.

                Dengan adanya Omnibus Law Cipta Kerja, ia mengharapkan tidak hanya uang yang tumbuh, tetapi ruang dan ekosistemnya itu lestari dan manusianya sejahtera.

                Omnibus Law Cipta kerja juga memungkinkan bagi pemerintah untuk dapat mengatur berjalannya investasi menjadi lebih baik. Sehingga investor tidak menguasai banyak aset dan mengorbankan UMKM sperti yang terjadi saat ini.

                Kita harus sadar bahwa hubungan antara investor dan UMKM atau pengusaha kecil adalah mitra bisnis. Melalui Omnibus Law Cipta Kerja tentu menunjukkan pemerintah turut serta dalam mengimplementasikan upaya perlindungan dan penguatan UMKM di sektor Pariwisata.

                Omnibus law cipta kerja tidak hanya sebatas membuat aturan, tetapi juga memberikan penguatan serta pendampingan terhadap pengusaha kecil atau pelaku UMKM, hal ini tentu saja menjadi solusi untuk menghadapi ancaman resesi.

)* Penulis adalah kontributor Lembaga Studi Informasi strategis Indonesia (LSISI)

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih