Omnibus Law Ciptaker Mengatur Jam Kerja Ideal
Oleh : Burhanudin Muwahid )*
Para pekerja galau karena undang-undang ketenagakerjaan akan diubah. Sebenarnya mereka tidak usah takut dengan omnibus law. Karena RUU ini mengatur jam kerja sehingga lebih jelas dan tidak melebihi batas. Jam lembur juga dibatasi jadi maksimal 4 jam dalam sehari. Mereka juga dapat uang lembur yang sangat layak.
Di Indonesia ada 2 jenis hari kerja, yakni senin sampai jum’at atau senin sampai sabtu. Hari kerja senin sampai jum’at jelas durasinya lebih lama. Namun jika omnibus law RUU Cipta Kerja resmi jadi UU, hari kerjanya diseragamkan menjadi 6 hari kerja. Sedangkan jam kerjanya 40 jam seminggu.
Selain mengatur hari kerja dan durasinya, omnibus law RUU Cipta Kerja juga mengubah aturan jam lembur. Awalnya seseorang hanya bisa lembur 3 jam dalam sehari, namun sekarang diperbolehkan jadi 4 jam sehari atau maksimal 18 jam seminggu. Hal ini diatur dalam RUU pasal 78 ayat 1.
Perubahan ini membuat banyak pegawai kaget. Namun pemerintah tidak bermaksud agar mereka tereksploitasi. Karena banyak yang salah sangka bahwa jam kerja hanya 40 jam seminggu tanpa diatur harinya. Sehingga pegawai bisa saja bekerja selama 10 jam dalam 4 hari. Padahal hari kerja tidak diubah seperti itu, melainkan senin sampai sabtu.
Perubahan hari dan jam kerja juga mengatur agar perusahaan atau pabrik memberlakukannya secara manusiawi. Karena ada oknum yang memaksa buruh untuk bekerja mulai jam 6 pagi hingga 5 sore alias 11 jam sehari. Padahal maksimal hanya 8 jam dalam sehari. Kelebihan waktu kerja tidak dihitung lembur dan buruh bagaikan kerja seperti romusha.
Begitu juga dengan waktu lembur. Penambahan waktu lembur bukanlah sebuah mimpi buruk. Durasi 4 jam lembur adalah waktu maksimal. Jika memang pekerjaan tambahan sudah selesai, tentu mereka boleh pulang, bukan? Hal ini bukanlah sebuah pemaksaan. Namun jika ada perusahaan yang memaksa, mereka bisa dilaporkan ke Disnaker.
Omnibus law RUU Cipta Kerja justru mengatur agar para pegawai tidak lembur hingga pagi buta dan melebihi batas maksimal. Karena kenyataannya, ada pegawai yang dipaksa bekerja ekstra di akhir bulan, atau akhir tahun, untuk menyelesaikan laporan keuangan. Pembatasan maksimal 4 jam lembur justru menyelamatkan mereka dari praktek seperti itu.
Lagipula jika jam lembur semakin banyak tentu makin banyak pula uang ekstra selain gaji yang diperoleh oleh pegawai. Jadi sebenarnya mereka bisa menghadapi peraturan ini dengan biasa-biasa saja dan berpikiran positif. Jika mereka dipaksa lembur oleh atasan namun tidak dibayar, bisa langsung melapor ke Disnaker atau Kementrian Tenaga Kerja.
Dalam RUU Cipta Kerja juga diatur jam istirahat pegawai, minimal 30 menit per hari. jam istirahat tidak termasuk jam kerja. Pengaturan jam istirahat ini juga penting, karena ada perusahaan yang hanya memberi waktu sekadar untuk beribadah dan makan siang, namun tak sampai 30 menit.
Pegawai diminta untuk tidak panik terhadap perubahan pengaturan jam dan waktu kerja, menjadi 40 jam seminggu dan 6 hari kerja, yang tercantum dalam omnibus law RUU Cipta Kerja. RUU ini dibuat untuk rakyat, jadi dipastikan tidak akan merugikan para pekerja. Jangan mudah terprovokasi dan baca dulu draft RUU agar batal mengadakan unjuk rasa untuk menentangnya.
Pemerintah merancang omnibus law RUU Cipta Kerja agar pengusaha dan pegawai sama-sama untung. Karena hal ini adalahs ebuah simbiosis mutualisme. Pekerja dibatasi jam kerja dan lemburnya serta wajib dapat gaji dan yang lembur yang layak, sesuai dengan kebutuhan di provinsinya.
)* Penulis adalah kontributor Gerakan Mahasiswa (Gema) Bogor