Omnibus Law Dorong Masuknya Investasi Asing
Oleh : Edi Jatmiko )*
Pemerintah terus melakukan terobosan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, salah satunya melalui Omnibus Law Ciptaker. Rancangan Undang-Undang tersebut pun diyakini mampu meningkatkan investasi untuk kembali masuk ke Indonesia demi mempercepat pemulihan ekonomi di masa pandei Covid-19.
Situasi pandemi Covid-19 memang menjadi tantangan tersendiri bagi diplomasi ekonomi untuk mendorong investasi asing masuk ke Indonesia. Apalagi situasi penanganan pandemi di masing-masing negara juga menjadi salah satu pertimbangan dalam melakukan investasi.
Meski demikian kita juga tidak dapat menutup mata bahwa perizinan investasi di Indonesia memang terkesan berbelit. Sebelumnya Kepala BKPM Bahlil Lahadalla mengatakan, sebanyak 190 kasus investasi yang muncul disebabkan oleh berbagai faktor penghambat, antara lain masalah perizinan, pengadaan lahan dan regulasi atau kebijakan.
Pada 2019 lalu terdapat sekitar 24 perusahaan yang sudah masuk pipeline dengan nilai sebesar Rp 708 triliun. Namun sejumlah perusahaan itu terhambat merealisasikan investasinya karena tersandung berbagai kasus investasi.
Bahlil juga sempat mengatakan bahwa proses perizinan di Indonesia diibaratkan seperti menunggu ayam yang tumbuh gigi. Karena investor perlu melewati tahapan yang panjang hingga bisa merealisasikan investasi di dalam negeri.
Panjangnya proses perizinan investasi tersebut disebabkan oleh banyaknya aturan yang tumpang tinding antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal ini menyebabkan investasi senilai Rp 708 triliun mangkrak pada 2019 lalu.
Mangkraknya ratusan investasi tersebut dikarenakan adanya arogansi sektoral antara kementerian/lembaga K/L hingga pemerintah daerah. Peliknya permasalahan ini ditambah dengan adanya oknum yang memanfaatkan proses perizinan investasi untuk kepentingan pribadi.
Selain itu, adanya sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik atau Online Single Submission (OSS) tidak 100% membantu investor dalam meraih proses izin investasi di Indonesia. Bagi Bahlil OSS justru seperti ‘jebakan batman’ bagi pengusaha maupun investor.
Pada kesempatan berbeda, Presiden RI Joko Widodo pernah mengatakan bahwa pandemi virus corona telah menambah tantangan bagi sektor perekonomian.
Apalagi saat status pandemi ditetapkan, banyak perusahaan dan industri yang terpaksa merumahkan karyawannya. Sehingga angka pengangguran mengalami peningkatan. Padahal tahun ini banyak sekolah ataupun universitas yang melahirkan angkatan kerja baru, tentu saja mereka akan sulit mencari pekerjaan.
Untuk mengatasi permasalahan ini, tentu saja harus ada ikhtiar bersama agar masa pandemi Covid-19 bisa dilewati. Salah satu upaya yang telah dirancang oleh pemerintah adalah dengan merancang RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Pengamat Ekonomi dari Universitas Sebelas Maret Lukman Hakim mengatakan, penyederhanaan regulasi dan perizinan berusaha melalui Omnibus Law dapat memulihkan kinerja investasi usai berakhirnya pandemi Covid-19.
Lukman mengatakan, Omnibus Law ini juga dapat menyelesaikan persoalan birokrasi maupun regulasi agar kinerja ekonomi yang lesu akibat pandemi dapat kembali tumbuh. Selama ini, masalah perizinan yang terlalu lama dianggap menjadi salah satu penyebab sulitnya arus modal untuk mampir ke Indonesia, baik dari pelaku usaha asing mapun dalam negeri.
Menurut dia, upaya dalam menyelesaikan tumpang tindih regulasi yang berlangsung sejak lama, tidak bisa dicapai dengan cara instant,
Ia juga menginginkan adanya sosialisasi terkait Omnibus Law Cipta Kerja agar bisa meningkatkan gairah pembenahan regulasi di Indonesia. Sehingga hal ini bisa menjadi daya tarik bagi para investor.
Pemerintah juga telah menyiapkan betul mengenai omnibus law perizinan usaha. Oleh karena itu jika pembentukan regulasi ini ditargetkan selesai dalam waktu satu bulan ke depan, tentu bukanlah sesuatu yang tergesa-gesa.
Sebelum omnibus law dirumuskan, pemerintah juga telah mengidentifikasi aturan-aturan yang berkaitan dengan kewenangan dan kemudahan dalam perizinan.
Pasalnya dalam hal kewenangan, selalu ditemukan kendala dalam proses perizinan. Tumpang tindih wewenang dari tingkatan presiden, kementerian dan lembaga, sektor industri, hingga pemerintah daerah yang menjadi faktor penghambat dan harus diurai.
Jika masalah kewenangan telah tertangani, kemudian masuk ke pasal-pasal yang berkaitan dengan masalah perizinan di tingkat pemerintah pusat, daerah dan kementerian dan lembaga serta masing-masing sektor.
Dalam hal ini, terdapat 2 undang-undang yang akan direvisi, pertama UU pemerintah daerah dengan 12 pasal, dan UU administrasi negara. Sementara untuk UU di sektor perizinan usaha, sudah ditemukan 72 UU yang akan direvisi.
Keberadaan Investor tentu harus dijaga, jangan sampai perputaran ekonomi di Indonesia menjadi tidak stabil karena para investor merasa ragu untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini