Omnibus Law Perpajakan Cara Jitu Meningkatkan dan Memudahkan Investasi
Oleh : Edi Baskoro )*
Ruwetnya sistem regulasi beserta tatatan birokrasi di Indonesia tinggal menghitung jari. Pasalnya, Penerapan Omnibus Law termasuk di sektor perpajakan yang juga ditengarai bakal menggenjot serta memudahkan investasi akan segera disahkan.
Wacana penerapan skema omnibus law perpajakan yang disebut-sebut bakal menggenjot laju investasi akan segera direalisasikan. Tak hanya akan memutus mata rantai rumitnya regulasi maupun birokrasi di Indonesia, namun juga akan mewujudkan peningkatan perekonomian nasional.
Sebelumnya, jumlah UU terkait Omnibus law dinilai telah bertambah sejak pertama kali Sri Mulyani mengumumkan beleid sapu jagad ini, yang awalnya hanya terdiri dari tiga UU pada akhir September tahun 2019. Kemudian, bertambah lagi hingga menjadi enam UU pada November tahun lalu. Dengan rincian sebagai berikut; UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Undang Undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN), cukai, Kepabeanan, Informasi dan transaksi elektronik, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD), Penanaman modal dan UU pemerintah daerah.
Kemenkeu berdalih jika RUU omnibus law perpajakan merupakan serangkaian kebijakan pemerintah yang ampuh memperkuat perekonomian nasional melalui peningkatan pendanaan investasi dalam maupun luar negeri.
Selain itu, dapat menciptakan pengembangan beserta pendalaman pasar keuangan, menciptakan kepastian hukum bagi subjek pajak, termasuk menjamin keberlangsungan usaha maupun mendorong kepatuhan wajib pajak secara sukarela.
Ditambah lagi mampu menciptakan keadilan dalam iklim berusaha di dalam negeri, serta mendongkrak sektor prioritas skala nasional dengan memberikan perlindungan, kemudahan, serta pengaturan yang sederhana dan berkeadilan.
Menurut naskah akademik RUU omnibus law perpajakan, yang dimaksud insentif ialah pengurangan beban pajak kepada wajib pajak sehingga nantinya akan ada ruang pendanaan investasi serta meningkatkan investasi langsung yang berasal dari luar negeri. Atau yang populer disebut FDI (Foreign Direct Investment).
Sementara itu, pekan lalu, para menteri yang bertanggung jawab atas dua RUU (perpajakan dan cipta lapangan kerja) tersebut pun telah beranjangsana ke gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI).
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berkonsultasi terkait mekanisme pembuatan draf UU omnibus law perpajakan dan cipta lapangan kerja, yang nantinya akan diserahkan ke pihak lembaga legislatif.
Namun, Ketua DPR Puan Maharani, usai bertemu Sri Mulyani, menyatakan penyerahan draf UU Omnibus Law Perpajakan maupun Cipta Lapangan Kerja idealnya harus menunggu hingga terbitnya surat Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Karena DPR baru saja mensahkan Prolegnas dalam paripurna dan hasilnya akan segera dikirimkan kepada Presiden Joko Widodo.
Di lain pihak, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan Omnibus Law setidaknya mencakup revisi hingga 79 undang-undang yang terdiri atas 1.244 pasal. Adapun pasal-pasal yang direvisi tersebut bakal mengurai kendala investasi. Mahfud menuturkan bahwa omnibus law ini sangat diperlukan, mengingat perubahan dunia yang semakin cepat. Selain itu, karena regulasi yang berbelit-belit dan tidak sederhana.
Sejalan dengan pendapat Mahfud MD, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia juga mengakui adanya sejumlah hal yang menghambat masuknya investasi ke Nusantara. Tak hanya perihal regulasi, Bahlil melanjutkan, adanya persoalan birokrasi dan arogansi antar sektor. Ia menegaskan, masuknya draf UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan ke lembaga legislatif pada awal pekan ini menjadi bukti bahwa pemerintah tak main-main terkait investasi.
Tak menampik, jika selama ini, investasi terhambat beragam faktor. Oleh karenanya, pemerintah mesti mengawal mulai dari perijinan, financial closing, hingga bisnis dapat berjalan.
Dalam upaya menanggapi banyaknya persoalan yang berpotensi menghambat investasi di Indonesia, Bahlil mengatakan BKPM terbuka dalam menerima segala aduan adanya kendala-kendala yang kemungkinan dihadapi oleh para pengusaha.
Pihaknya menandaskan, kewajiban pemerintah untuk memangkas beragam kendala investasi telah tuntas melalui skema Omnibus Law. Kendati demikian, pengawasan tetap harus terus dilakukan dalam pelaksanaan regulasi nantinya.
Iapun turut mengajak para pengusaha agar segera mengubah cara pandang agar proporsional dan terbuka. Apalagi, Omnibus Law tidak hanya untuk kepentingan pihak tertentu. Bahlil menegaskan, harus ada semacam optimisme dari berbagai pihak, swasta, pemerintah, masyarakat, termasuk aparat keamanan. Pasalnya, tak ada pertumbuhan ekonomi yang mumpuni tanpa kolaborasi.
Omnibus law perpajakan yang memiliki 10 lingkup ini disebut-sebut bakal memberikan angin segar bagi iklim investasi di Indonesia. Pasalnya, ruwetnya sistem perpajakan di Nusantara juga ditengarai menghambat laju investasi yang selama ini tengah berjalan. Bukan tak mungkin jika skema ini segera dijalankan akan dapat mempermudah segala kendala yang sebelumnya membelit. Jika iklim investasi membaik, maka akan diiringi meningkatnya perekonomian nasional di Indonesia.
)* Penulis adalah warganet, tinggal di Yogyakarta