Polemik Politik

Omnibus Law Serap Tenaga Kerja dan Mempermudah Izin Usaha

Oleh :Edi Jatmiko )*

Pembentukan Omnibus Law rancangan undang undang Cipta Kerja bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan adanya Omnibus Law maka akan memudahkan pengusaha dalam mengembangkan usahanya melalui kemudahan investor untuk berinvestasi, sehingga hal ini akan berdampak pada kebutuhan tenaga kerja yang bertambah.

            Perlu kita ketahui bahwa negara dengan penduduk padat seperti Indonesia tengah menikmati surplus tenaga kerja atau yang akrab dikenal sebagai bonus demografi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018, jumlah usia produktif (14-64 tahun) di Indonesia mencapai 179,1 juta jiwa dimana 63,4 juta diantaranya adalah kaum milenial dengan rentang usia 20 – 35 tahun.

            Mantan Kapolri Tito Karnavian mengatakan, jika surplus tenaga kerja itu tidak terserap, hal tersebut justru akan menjadi bencana demografi.

            Omnibus law cipta lapangan kerja / RUU Cipta Kerja ini merupakan niat baik pemerintah untuk membuka lapangan kerja seluas mungkin bagi rakyat Indonesia dengan menciptakan ekosistem investasi yang lebih nyaman dan mudah.

            Tentu saja RUU Cipta kerja ini jangan hanya dilihat dari sisi kepentingan buruh atau karyawan yang sudah mendapatkan pekerjaan. Tetapi juga harus dilihat bahwa di Indonesia ada 7 juta masyarakat pengangguran yang membutuhkan pekerjaan.

            Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo selalu mengingatkan agar aturan di tingkat undang-undang, peraturan presiden, peraturan menteri, hingga peraturan daerah yang berbelit-belit haruslah dipangkas.

            Hal itu merupakan cikal bakal pemirikan atas pentingnya omnibus law, untuk mengatasi kendala tidak tumbuhnya investasi di Indonesia. Omnibus law merupakan aturan yang kedudukannya sama dengan UU dan bertujuan untuk mensimplifikasi UU lainnya, artinya aturan yang diatur dalam banyak UU dihapus dan kemudian diatur hanya dalam satu UU.

            Di Indonesia masih banyak regulasi atau perundangan yang masih disharmoni, tidak efisien, serta perizinan yang berbelit. Data Kemenkumham pada 23 Januari 2020 mencatat terdapat 8.451 peraturan pusat dan 15.965 peraturan daerah yang tumpang tindih. Misalnya, untuk berbisnis di sektor migas harus melalui lebih dari 200 perizinan. Izin Amdal saja prosesnya bisa memakan waktu sekitar 1-2 tahun.

            Dalam laporan di tahun 2019 ini, posisi Indonesia turun satu peringkat dibandingkan tahun sebelumnya meskipun indeks yang diraih pemerintah naik 1,42 menjadi 67,96. Dari 10 Indikator yang dinilai Bank Dunia dalam periode Juni 2017 hingga Mei 2018.

            Pada kesempatan berbeda, Ketua satuan tugas omnibus law cipta kerja dan UMKM Rosan Roeslani mengatakan, tujuan utama rancangan aturan lapangan kerja dan UMKM adalah untuk menciptakan lapangan kerja dengan membangun iklim investasi yang sehat, industri yang kuat dan mendorong partisipasi UMKM.

            Omnibus Law juga akan menjadi angin segar bagi siapapun yang ingin mengurus izin usaha. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, RUU Cipta Kerjaa akan mempermudah pengusaha perorangan dalam membentuk perusahaan Terbuka (PT). Denan aturan tersebut, ia berharap agar dapat menggairahkan iklim usaha.

            Sebelumnya, sebagaimana kita ketahui, pembentuka perseroan memiliki sejumlah persyaratan. Dalam undang-undang (UU) 40 Tahun 2007 Pasal 7 ayat (1), menyebutkan perseroan dapat didirikan oleh dua orang atau lebih.

            Kemudian, pasal 32 ayat (1) juga menyebutkan, pembentukan perseroan harus memiliki modal paling sedikit Rp 50 juta. Oleh karenanya, Airlangga memastikan, pengusaha tidak akan dibatasi dengan persyaratan modal minimum.

            Selain itu, melalui omnibus law, pemerintah juga akan mempermudah Izin Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) hanya dengan bermodal Nomor Induk Kependudukan (NIK) KTP saja. NIK tersebut diperlukan guna melacak data pengusaha terkait.

            Selain perizinan UMKM, pemerintah akan merestrukturisasi berbagai peraturan perundang-undangan terkait perizinan usaha. Dengan demikian, izin usaha tidak berlandaskan pada azas perizinan namun berlandaskan risiko bisnis.

            Sehingga dengan adanya omnibus law, maka perizinan hanya digunakan untuk jenis usaha yang dianggap berbahaya dan memiliki resiko akan keamanan, kesehatan dan juga lingkungan. Sementara, jenis usaha lainnya hanya menggunakan standar umum dan pengawasan.

            Sehingga dengan adanya omnibus law, maka para pengusaha dan para pencari kerja akan semakin terbantu dengan adanya rancangan undang-undang sapu jagat tersebut.

)* Penulis adalah pengamat sosial politik

Show More

Related Articles

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih