OTT KPK Jangan Cacat Prosedur
Oleh : Nawal Asri )*
Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap cacat prosedur karena tidak mendapatkan izin dari Dewan Pengawas KPK. Publik menduga bahwa KPK melakukan manuver politik dengan kedok penegakkan hukum.
Dugaan yang diutarakan sejumlah pengamat terkait kejanggalan upaya penegakan hukum melalui KPK belum mendapatkan jawaban. Menurut Akademisi dari Universitas Indonesia Stanislaus Riyanta mengatakan bahwa hal ini bisa memicu gugatan praperadilan.
Untuk itu, selama melakukan tindakan, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut perlu memperhatikan aturan yang berlaku termasuk harus taat prosedur dan juga administrasi. Jika tidak maka bisa digugat melalui praperadilan yang dampaknya kontraproduktif bagi KPK sendiri.
Dia menjelaskan yang selama ini menjadi pedoman upaya penegakan hukum ialah, terbit dan berlakunya UU nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua terhadap UU nomor 30 tahun 2002 berkenaan dengan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana. Korupsi.
UU KPK hasil revisi tersebut mengamanatkan dibentuknya Dewan Pengawas KPK. Hal ini mengacu pada Pasal 37 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019, Dewan Pengawas KPK mempunyai sejumlah tugas, salah satu diantaranya ialah memberikan persetujuan atau tidak atas penyadapan dan penggeledahan beserta penyitaan. Sehingga, setelah Dewan Pengawas dan otoritas pimpinan KPK yang baru dilantik pada 20 Desember, seluruh upaya penegakan hukum wajib dilakukan sesuai tertib administrasi.
Sebelumnya, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ditengarai telah melakukan dua operasi tangkap tangan (OTT) pada awal tahun 2020. OTT yang pertama dilakukan kepada Bupati Sidoarjo, yakni Saiful Ilah. Saiful terjerat kasus transaksi suap berkenaan dengan proyek infrastruktur di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Yang kedua ialah, OTT terhadap Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan. Wahyu terbelit kasus suap tentang pengurusan pergantian Antar Waktu Anggota DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan periode 2019 hingga 2024.
Karyono Wibowo selaku Pengamat politik dari Indonesian Publik Institute (IPI) mengatakan serangkaian upaya penegakan hukum itu haruslah berdasar atas ketentuan peraturan perundang-undangan. Dirinya menilai jangan sampai OTT cacat prosedur maupun cacat administrasi. Ia bahkan menambahkan, jangan sampai KPK bermanuver politik dalam upaya penegakan hukum ini.
Kejanggalan upaya penegakan hukum itu sempat dirasakan sejumlah pihak terutama terkait surat izin dari Dewas KPK berkaitan dengan kasus yang menjerat Komisioner KPU RI. Selain itu, beredar surat perintah penyelidikan (Sprin.Lidik) OTT komisioner KPU Wahyu Setiawan. Sprin Lidik itu memiliki nomor 146/01/12/2019 serta telah ditandatangani 20 Desember 2019 oleh Agus Raharjo.
Keanehan lain bermunculan berkenaan dengan Penanganan Perkara KPU. Terdapat 4 poin terkait kejanggalan surat perintah lidik yang beredar. 4 Poin tersebut antara lain;
Pertama, Surat perintah Lidik ditengarai masih di bawah naungan Pimpinan lama, selain itu pada bagian penanggalan, surat perintah yang ditulis tangan perlu dipertanyakan perihal keautentikannya,
Kejanggalan poin kedua ialah tindakan yang berkaitan dengan penyegelan ruangan beserta lokasi penggeledahan dilakukan pada saat masih dalam upaya penyelidikan
Poin ketiga, penyelidik seolah enggan menunjukkan secara gamblang terkait surat perintah tugas maupun penyelidikan kepada pihak-pihak yang telah mereka datangi
Terakhir, Adanya dugaan mengkamuflase kesalahan prosedur dengan memainkan sejumlah opini di media. Termasuk ketidakcukupan alat bukti serta sikap penyelidik Komisi Anti Rasuah yang terlihat begitu arogan.
Ditengarai Sprin Lidik tersebut tertuju kepada nama-nama penyidik KPK. Padahal, pada saat yang bersamaan komisioner dan Dewas KPK periode 2019-2023 telah resmi dilantik oleh Presiden Jokowi. Terkait adanya Sprin Lidik itu, Karyono meminta pihak KPK agar menjelaskannya kepada masyarakat. Sebab, hal ini patut diduga akan adanya upaya menghindari izin Dewas KPK.
Sementara itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, mengungkapkan KPK telah mengantongi izin dari Dewan Pengawas guna melakukan sejumlah penggeledahan di beberapa lokasi. Penyidik KPK telah melakukan koordinasi dengan Dewas untuk penanganan perkara kasus suap pengurusan Pergantian Antar Waktu Anggota DPR RI dari Fraksi PDI-Perjuangan periode 2019-2024. Namun Ali belum dapat membeberkan secara spesifik lokasi yang nantinya jadi target penggeledahan.
Komisi Anti Rasuah ini seharusnya berjalan sesuai koridor hukum yang berlaku. Sebab, kinerja mereka kini makin disoroti, jika beredarnya Sprin.lidik benar adanya hal ini tentu akan menggerogoti kepercayaan publik terhadap KPK sendiri. Jangan sampai OTT yang dilakukan sia-sia karena cacat prosedur. Terlebih hal ini bisa memunculkan potensi gugatan praperadilan yang nantinya berdampak kontraproduktif (tidak menguntungkan) bagi lembaga anti rasuah. Lebih lanjut, KPK adalah perpanjangan tangan dari pemerintah guna membasmi masalah korupsi yang kian menjadi. Maka diharapkan KPK mampu bekerja secara lebih amanah lagi.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik