Paham Khilafah Ditolak di 20 Negara
Oleh : Rahmad Kurniawan )*
Pengusung Paham khilafah, Hizbut Tahrir Indonesia ditolak di hampir dua puluh negara, termasuk Indonesia. Gagasan penegakkan khilafah hanya dianggap sebagai gagasan utopis yang sulit diwujudkan kembali, termasuk di negara-negara mayoritas berpenduduk muslim.
Sebagian besar masyarakat Indonesia menolak paham khilafah yang diusung Ormas HTI ( Hizbut Tahrir Indonesia). Sebetulnya bukan konsep ajaran khilafahnya yang salah. Mengingat, paham ini ialah bagian dari sejarah besar umat Islam yang tak mungkin dilupakan. Apalagi berhubungan dengan Nabi besar junjungan Umat Islam. Namun, yang dipermasalahkan ialah penerapannya di negeri kita tercinta, Indonesia. Pasalnya, Nusantara adalah negara yang bersifat Republik dan bukan negara Islam. Selain itu, negara kita ini terdiri dari beragam suku, ras, agama, golongan yang memilik segala perbedaan yang dibawa masing-masing warganya.
Tak menampik kebaikan akan paham khilafah yang dinilai dapat memperbaiki sistem pemerintahan Indonesia. Namun, semuanya haruslah dipikirkan secara matang. Apalagi, pihak-pihak yang menyetujui paham ini hanyalah sedikit. Tak mungkin merubah pandangan serta ketatanegaraan hanya demi segelintir warga serta mengesampingkan pihak lainnya. Apalagi, disebutkan pula HTI, ormas pengusung paham Khilafah mengalami penolakan di hampir 20 negara bahkan lebih. Lalu, paham khilafah manakah yang mereka gembar-gemborkan?
Meski organisasi ini telah dibubarkan, namun hingga kini pihaknya masih menggaungkan paham yang dianutnya tersebut. Bukan hanya menyuarakannya dalam bentuk aksi, tetapi juga mengkampanyekannya di media sosial yang notabene hampir semua warga Indonesia adalah penggunanya. Bahkan, kabar terbaru, gerakan mendukung paham ini menjadi trending topik dan menuai polemik.
Menurut (mantan) Menko Polhukam, Pada saat ini, organisasi yang getol membuat propaganda khilafah adalah kelompok ISIS dan juga HTI. Akan tetapi, menurut survey yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting yanh dikenal dengan sebutan SMRC, terdapat sekita 9,2 persen responden Indonesia menyetujui paham ini diterapkan pada sistem pemerintahan di NKRI. Jumlah tersebut melonjak kala responden mengetahui perihal HTI hingga menuju angka 11, 2 persen. Namun, tak menampik pula yang pihak yang menolak masih jauh lebih besar. Meski Angka tersebut dinilai kecil, juga patut untuk diwaspadai. Selain banyak yang ambigu juga dinilai tidak mengetahui secara jelas konsep khilafah yang diagungkan tersebut.
Di Indonesia sendiri, hubungan antara Islam politik dan negara telah terjadi pertautan yang unik sebab terjadinya sebuah kompromi. Hal tersebut tercermin dari upaya membenturkan Islam politik dengan negara justru mengalami kebuntuan. Sejak kepemimpinan Soekarno hingga Soeharto, para partai politik yang berlandaskan Islam dianggap sebagai kekuatan yang potensial menghancurkan negara yang bersifat nasionalis. Sehingga, alasan itulah yang membuat pemerintah menjaga jarak dengan partai-partai Islami.
Jika dilihat dari kejadian tersebut, gerakan HTI dan aktivis pro khilafah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara khilafah pastinya akan mengalami kesulitan. Karena, masyarakat Indonesia telah memiliki konsepsi Pancasila sebagai landasan ideologi bangsa. Yang mana, penerapannya bersesuaian dengan agama Islam. Serta ke-lima silanya tidak ada yang dapat mendorong ke arah ajaran kesyirikan maupun ke-thagut-an. Sehingga, pemahaman HTI ini dinilai cukup berlebihan.
Dilain pihak, mereka juga harus berhadapan dengan dua pembesar ormas Islam seperti NU dan Muhammadiyah, yang juga menganggap penerapan paham ini tidaklah sesuai. Apalagi, sejarah khilafah yang diusung olh HTI dan aktivis pendukungnya masih terkesan abu-abu. Hingga menimbulkan beragam pertanyaan, periode manakah terkait paham khilafah ini untuk membentuk Indonesia.
Dari sini, dapat disimpulkan bahwa paham tersebut sangat tidak mungkin diaplikasikan di Indonesia. Sebab, landasan Pancasila dan slogan NKRI telah mendarah daging. Selain itu Pancasila juga mampu merangkul keutuhan NKRI karena sistem yang dianut dapat menjadikan negara berdasarkan pada kesamaan bangsa dan sejarah bukan perihal kesamaan agama.
Maka dari itu, perlu peninjauan secara rinci dan baik, jika ingin membenahi tatanan negara bukanlah dengan merubah konsep ideologinya, melainkan dengan membangun pola pikir serta mental yang paling mendasar warganya. Jika hal tersebut berhasil dilaksanakan, bukan tidak mungkin cita-cita damai dan sejahtera akan segera terwujud. Mari, sama-sama membuka mata agar segalanya terlihat lebih jelas dan jernih. Agar tidak ada kesalahan fatal yang diambil dalam keadaan penuh emosi. Sudah sepantasnya Ideologi Pancasila ini dimengerti dan dipahami oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sebab, tak hanya mencakup ketatanegaraan yang kompleks, namun juga menyentuh lini lapisan terbawah.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik