Pakar Hukum: RKUHP untuk Kepastian Penegakan Hukum di Indonesia
JAKARTA – Ahli Hukum Pidana Universitas Jember, I Gede Widhiana Suarda mengatakan, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) adalah untuk kepastian penegakan hukum di Indonesia. Pasalnya, RKUHP yang dipergunakan saat ini masih dalam teks bahasa Belanda.
“Sampai sekarang tidak ada terjemahan resmi dari teks RKUHP yang bahasa Belanda. Kalau kita tidak segera membuat RKUHP baru dengan bahasa dan teks yang jelas dan pasti, ke depannya akan terjadi ketidakpastian dalam penegakan hukum,” kata Gede Widhiana dalam program acara Trijaya Hot Topic Petang dengan tema “Transparansi Penyusunan RKUHP”, Senin (12 September 2022).
Menurut Gede Widhiana, hal krusial dalam pembahasan RKUHP yaitu masih pada value pembalasan atau retributif. Padahal, perkembangan hukum moderen hari ini isunya tidak hanya membalas tapi bagaimana merestorasi.
“Itu ada di KUHP kita. Tentu publik harus paham ini ada perkembangan,” ujarnya.
Ia menambahkan, masyarakat harus tahu bahwa apa yang diatur dalam RKUHP yang baru pada intinya mencerminkan hukum pidana moderen. Ini juga akan mencerminkan hukum pidana baru yang ada di sekitar kita. Dengan adanya living low, diharapkan hukum pidana adat yang ada di daerah masih bisa ditegakkan oleh aparat penegak hukum.
“RKUHP ini ingin menegakkan secara clear bahwasannya selain pasal-pasal dalam KUHP, nanti itu juga ada ruang bagi hukum yang hidup untuk ditegakkan bagi aparat penegak hukum dan menjadi ciri khas hukum kita,” papar Gede Widhiana.
Gede Widhiana menjelaskan, sejatinya RKUHP diciptakan sebagai kado perayaan HUT RI ke-77 di bulan Agustus, sehingga Juli ada upaya sudah ada KUHP baru. Namun, karena ada berbagai pertimbangan dan kemudian Presiden meminta Wamenkumham untuk meningkatkan sosialisasi maupun dialog publik hingga Desember dengan tujuan masyarakat lebih terbuka dengan KUHP baru.
“Jadi isu-isu krusial itu yang menjadi konsen Pak Jokowi bahwasanya ini harus disampaikan kepada publik. Dibuat dialog terbuka dan tidak ada hal-hal yang muatan politik dan sebagainya. Ini murni sebuah kebutuhan bersama. Kita perlu hukum pidana baru. Kuhp baru,” jelasnya.