Pakar: Putusan MK Terkait Batas Usia Capres-Cawapres Melanggar Konstitusional
MK telah memutuskan batas usia capres minimal 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
Setelah berjalan 20 tahun, performa MK telah menjauh dari desain awalnya, di mana MK diperintah oleh UUD menegakkan konstitusional. MK telah menjelma menjadi lembaga superbodi yang nyaris tidak bisa dikontrol, kecuali melalui mahkamah kehormatan etik.
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi dalam webinar yang berjudul MK: Benteng Konstitusi yang dilaksanakan secara online pada Selasa, (17/10/2023).
Menurutnya, MK adalah satu-satunya institusi yang tidak dilengkapi dengan mekanisme check and balances karena kecenderungannya untuk melanggar prinsip-prinsip peradilan konstitusi. Setiap kali DPR dan Presiden mengubah UU MK untuk membatasi secara teknis kewenangannya, MK cenderung membatalkannya.
“Satu-satunya lembaga yang tidak memiliki desain check and balances adalah MK, karena MK terbiasa melanggar berbagai prinsip peradilan konstitusi, setiap kali dpr dan Presiden merubah UU MK, di mana membatasi secara teknis kewenangan MK, maka mereka akan membatalkannya. Itu yang terjadi,” ujarnya.
Putusan MK yang baru saja dirilis kemarin terkait dengan syarat pencalonan Capres Cawapres adalah akumulasi penyimpangan yang selama ini dilakukan MK di dalam menguji berbagai peraturan perundang-undangan.
Di saat yang bersamaan, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Abdul Mu’ti mengatakan, MK sepertinya sedang mengalami promosi kejahatan konstitusional, karena tidak lagi menjalankan fungsi menegakkan konstitusi, melainkan lebih mengakomodasi aspirasi politik dari pelaku politik. Sebaliknya menjadi pengatur irama politik yang adil, MK tampaknya membuka diri terhadap politisasi dengan mengakomodasi kehendak politik, terutama yang berasal dari penguasa.
Kebiasaan MK memutus perkara melebihi apa yang diminta atau dimohonkan, dan ini menjadikan kegaduhan di luar sidang sebagai pertimbangan dalam memutus perkara. MK tengah berubah menjadi berpedoman utama konstitusi.
“Keputusan MK sudah saya dengar, saya secara personal tidak begitu kaget karena sepertinya sudah ada skenario besar yang pada akhirnya gugatan untuk perubahan itu tidak akan dikabulkan tetapi akan diambil ‘jalan tengah’, yang penting dia punya pengalaman memimpin, itu sudah saya duga sejak lama,” katanya.
“Keputusan MK itu sangat begitu kasat mata dan jika menggunakan skenario yang akan bisa ditebak. Jadi secara personal saya tidak begitu kaget,” sambungnya.
Disisi lain, Pemerhati Isu Strategis dan Global, Prof. Imron Cotan mengungkapkan, Keputusan MK mengenai batas usia calon presiden dan wakil presiden telah melewati batas kewenangannya dengan menggantikan peran legislasi yang seharusnya dijalankan oleh DPR dan Presiden sebagai pembuat undang-undang.
“MK sudah melampaui kewenangannya karena sudah mengambil alih fungsi legislasi yang dimiliki oleh DPR dan Presiden sebagai pembuat UU,” ungkapnya.