Papua Bagian Integral NKRI, Tidak Ada Ruang Bagi Separatisme
Oleh : Ester Magai )*
Baru-baru ini, euforia pembebasan pilot Philip Mark Mehrtens yang sempat disandera oleh kelompok separatis di Papua telah memicu perdebatan mengenai bagaimana negara menghadapi tantangan separatisme di wilayah tersebut. Peristiwa ini memperlihatkan bahwa kelompok separatis masih berupaya untuk mengganggu keamanan dan stabilitas di Papua. Mereka menggunakan berbagai cara untuk mengekspresikan ketidakpuasan, termasuk tindakan kekerasan yang tidak hanya mengancam nyawa warga negara, tetapi juga merusak citra internasional Indonesia.
Pembebasan Philip Mark Mehrtens menyoroti kompleksitas situasi di Papua, di mana kelompok-kelompok bersenjata terus menebar ancaman dan ketakutan di kalangan masyarakat. Meski demikian, pemerintah melalui upaya diplomasi, negosiasi, dan langkah-langkah keamanan terus berusaha untuk mengatasi masalah ini dengan pendekatan yang beragam, termasuk pembangunan yang lebih inklusif dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua.
Pembebasan pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, membuktikan bahwa keterlibatan pranata sipil merupakan kunci dalam penyelesaian konflik di Papua. Tanpa pendekatan kemanusiaan dan kekeluargaan, upaya pembebasan sandera bisa berujung sia-sia.
Melalui pendekatan kemanusiaan mantan Bupati Nduga, Edison Gwijangge, aktif melakukan lobi dengan Egianus Kogeya yang merupakan Panglima Komando Daerah Perang III Ndugama Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
Bersama tokoh adat dan agama di Nduga, Papua Pegunungan, mereka saling bahu-membahu melobi Egianus agar melepaskan pilot asal Selandia Baru tersebut. Cara damai itu terbukti ampuh membebaskan sandera.
Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo bertemu dengan tim pembebasan sandera Pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, di Mabes Polri, Jakarta Selatan. Kapolri memberikan apresiasi kepada negosiator serta seluruh pihak yang berperan dalam operasi penyelamatan Kapten Philip.
Jenderal Sigit menekankan operasi penyelamatan Philip Mark Mehrtens sangat mengedepankan soft approach melalui upaya negosiasi. Keselamatan sandera adalah prioritas utama. Pihaknya mengapresiasi tim yang menggunakan pendekatan Soft Approach. Alhamdulillah, sandera dapat bebas dengan aman, sehat dan selamat.
Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto mengatakan permasalahan penyanderaan itu dapat terselesaikan tanpa kekerasan. Hal itu dilakukan atas kerja sama yang baik dari semua pihak yang berupaya. Tentu saja penyelesaian yang baik tanpa kekerasan ini akibat kerja sama yang baik dari semua unsur.
Philip Mark Mehrtens menjadi korban penyanderaan KKB selama 1 tahun 7 bulan. Philip berhasil dievakuasi oleh tim pembebasan sandera pada tanggal 21 September 2024. Ketika itu, tim kembali dari Kampung Yuguru dan sampai di Mimika melaporkan kepada Kapolres Mimika, bahwa pilot Susi Air sudah bisa dibebaskan.
Penyanderaan warga negara asing seperti pilot Susi Air ini juga memiliki dampak internasional yang signifikan. Selandia Baru, sebagai negara asal pilot tersebut, ikut terlibat dalam proses negosiasi dan terus memantau perkembangan kasus ini. Insiden seperti ini meningkatkan sorotan internasional terhadap situasi di Papua, yang sering kali dianggap sebagai isu internal Indonesia.
Namun, dalam konteks internasional, Indonesia tetap menegaskan bahwa Papua adalah bagian integral dari NKRI, dan upaya untuk memisahkan Papua dianggap sebagai tindakan melanggar hukum. Indonesia juga telah berulang kali menyatakan bahwa segala bentuk gerakan separatis di Papua tidak memiliki legitimasi baik secara hukum nasional maupun internasional.
Sejak era reformasi, Papua mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Otonomi khusus (Otsus) yang diberikan kepada Papua sejak 2001 adalah salah satu upaya nyata pemerintah untuk memperkuat integrasi Papua dengan Indonesia. Melalui kebijakan Otsus, Papua diberikan kewenangan lebih besar dalam mengelola sumber daya alam, pendidikan, kesehatan, serta kebijakan-kebijakan lokal lainnya. Pemerintah juga terus meningkatkan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur di Papua, seperti jalan, jembatan, bandara, dan pelabuhan, guna memperbaiki konektivitas dan mempercepat pertumbuhan ekonomi di wilayah ini.
Selain itu pembangunan dalam sektor pangan terintegrasi juga menjadi perhatian penting bagi pemerintah. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua menyebutkan pembangunan kawasan pangan terintegrasi (food estate) pastinya akan berdampak baik namun harus sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) setempat.
Sementara itu, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Papua, Jery Agus Yudianto di Jayapura, mengatakan pengembangan food estate di Papua sangatlah berdampak baik bagi perekonomian setempat hanya saja juga harus sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Papua 2025 – 2045. Pembangunan kawasan pangan itu perlu dilakukan koordinasi dan kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah serta masyarakat.
Papua adalah bagian yang sah dan tak terpisahkan dari NKRI, dan hal ini tidak bisa ditawar-tawar. Gerakan separatisme di Papua hanya akan menambah penderitaan masyarakat lokal yang seharusnya bisa menikmati kesejahteraan dari hasil pembangunan. Indonesia sebagai negara yang berdaulat memiliki kewajiban untuk melindungi setiap jengkal wilayahnya, termasuk Papua, dari ancaman disintegrasi.
Pemerintah harus tetap waspada dan tegas dalam menindak segala bentuk separatisme, namun tetap mengedepankan pendekatan yang manusiawi dan damai. Dengan mengutamakan dialog, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Papua, separatisme bisa ditekan dan kesejahteraan masyarakat Papua akan meningkat.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia di luar Papua juga perlu terus mendukung integrasi Papua dengan NKRI dan menjunjung tinggi semangat persatuan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Papua adalah bagian dari Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia berkewajiban menjaga kedaulatan negara ini bersama-sama. Tidak ada ruang bagi separatisme di Indonesia, termasuk di Papua.
)* Penulis merupakan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik