Paslon 02 Tak Akan Lanjutkan Sengketa ke Mahkamah Internasional, KPU Terbukti Independen
Oleh : Lady Puspitasari )*
Pasangan Calon Nomor 02 Prabowo – Sandiaga, dipastikan tdak akan membawa masalah sengketa kecurangan Pilpres ke Mahkamah Internasional. Hal ini karena Mahkamah Internasional tidak memiliki wewenang untuk menangani sengketa pilpres suatu negara.
“Sikap Pak Prabowo dan Pak Sandi sudah jelas kemarin disampaikan bahwa meskipun kecewa namun tetap menghormati putusan Mahkamah Konstitusi. Tentu hal tersebut juga menjadi isyarat jika Pak Prabowo dan Pak Sandiaga mematuhi putusan MK,” tutur Anggota Partai Gerindra Andre Rosiade.
Juru Bicara BPN tersebut juga menyebutkan bahwa pengajuan sengketa pilpres di MK merupakan langkah hukum terakhir yang bisa dilakukan.
“Sebagai seorang negarawan dan warga negara yang patuh terhadap hukum, Pak Prabowo dan Pak Sandiaga tentu mematuhi putusan MK, yang mana itu merupakan langkah terakhir dalam proses sengketa pemilu di Indonesia,” tambahnya.
Tim Hukum BPN juga telah menyarankan kepada Prabowo – Sandiaga agar masalah pilpres ini tidak dibawa ke Mahkamah Internasonal, dan Capres nomor 02 tersebut sudah mengikuti saran tersebut.
Persidangan sengketa juga sudah selesai, dan hasilnya semua gugatan dari tim Hukum BPN tidak berhasil mendiskualifikasi kemenangan paslon Jokowi – Ma’ruf Amin.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada tanggal 21 Mei lalu telah mengesahkan hasil perhitungan perolehan suara tingkat nasional. Penetapan tersebut tercantum dalam nomor 98/PL.01.8-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilu 2019.
“Jumlah suara sah pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Saudara Ir H Joko Widodo – Prof Dr KH Ma’ruf Amin sebanyak 85.607.362 atau 55.50% dari total suara sah nasional.” Ujar Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik.
Lebih lanjut pihaknya menambahkan bahwa jumlah suara sah pasangan presiden dan wakil presiden nomor 02 audara H Prabowo Subianto – H Sandiaga Salahuddin Uno sebanyak 68.650.239 atau 44.50% dari total suara sah nasional. Jumlah suara sah secara nasional sebanyak 154.257.601.
Pada kesempatan yang sama, Arief Budiman selaku ketua KPU juga menetapkan bahwa perhitungan suara nasional pemilu 2019 pada tanggal 21 Mei 2019, pukul 01.46 WIB.
Meski demikian aksi protes juga tidak berhenti sampai sidang MK berakhir, padahal KPU sudah berusaha maksimal demi menjalankan pemilu yang termasuk tersulit di dunia.
Kepala staff Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa komisi Pemilihan Umum merupakan lembaga independen yang bebas dari intervensi pemerintah ataupun dua kubu.
“Saya ingin menegaskan, KPU itu milik bersama, bukan milik pemerintah, bukan milik 01, enggak. Kita memiliki hak dan kewajiban yang sama di dalam melihat KPU,” tutur Moeldoko.
Konkritnya KPU bekerja berdasarkan aturan yang berlaku, komisioner KPU Wahyu Setiawan sempat menegaskan bahwa KPU terbuka terhadap kritik. Dirinya meminta agar semua pihak mengawasi KPU dan menegurnya apabila terdapat indikasi keberpihakan.
Perlu diketahui juga bahwa KPU adalah lembaga independen yang pemilihan komisionernya melibatkan eksekutif dan legislatif. Pemilihan komisioner KPU diawali dengan pembentukan panitia seleksi oleh presiden. Panitia seleksi ini kemudian menggelar seleksi dan memilih sejumlah nama sebagai calon komisioner. Kemudian presiden mengirim nama – nama calon komisioner KPU terpilih ke DPR untuk mengikuti uji kelayakan dan keputusan. Pada akhirnya DPR memilih tujuh komisioner KPU yang bertugas sebagai penyelenggara Pemilu.
Jika memang seperti itu proses pemilihan 7 komisioner KPU, maka sudah pasti tidak ada niat sedikitpun bagi KPU untuk melakukan kecurangan. KPU juga menegaskan apabila terdapat tuduhan telah melakukan kecurangan, hal tersebut tentu sangat tidak berdasar, karena KPU bekerja secara transparan.
Dengan adanya transparansi dalam bekerja, KPU membuka diri kepada masyarakat yang ingin mengetahui hasil perhitungan manual, bahkan mempersilakan kepada masyarakat untuk mengkritisinya dengan membuka call center.
Keberadaan situng tetap dipertahankan sebagai salah satu instrumen KPU untuk menjamin keterbukaan informasi perhitungan suara pemilu bagi masyarakat.
Tentu sudah saatnya polarisasi politik dihilangkan, tak perlu termakan oleh provokasi untuk melawan apa yang sudah menjadi ketetapan KPU dan Bawaslu, karena pada dasarnya kita semua memiliki peran dalam membangun bangsa.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik