PEMBERIAN BLT UPAYA MENJAGA DAYA BELI MASYARAKAT
Pengalihan subsidi BBM ke BLT merupakan langkah yang adil bagi masyarakat yang kurang mampu. Sebab, subsidi BBM selama ini hampir 70 persen tidak tepat sasaran dan ini membuat APBN tidak sehat akibat membengkaknya anggaran subsidi.
Anggota Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga mengatakan kehadiran Bantuan Langsung Tunai (BLT) bisa menjadi bantalan bagi masyarakat terhadap dampak penyesuaian harga BBM sehingga mampu menjaga daya beli masyarakat hingga inflasi tetap terjaga.
Menurut Lamhot, pihaknya menyadari betul jika ada kenaikan harga BBM maka akan berpengaruh pada inflasi karena daya beli masyarakat menurun, namun kekhawatiran tersebut kemudian diatasi oleh pemerintah lewat pengalihan subsidi dalam bentuk bantuan sosial dan BLT, hingga kebijakan tersebut mampu menjaga daya beli masyarakat dan Indonesia terhindar dari inflasi.
“Mau tidak mau karena setiap kenaikan 10% BBM itu akan ada inflasi 0,5%, yang konsekuensinya adalah daya beli menurun. Maka ini jangka pendeknya ya pemerintah memberikan bantuan sosial supaya mereka punya kemampuan untuk daya belinya, sehingga daya beli masyarakat terjaga dan inflasi kita tetap terjaga,” ucap Lamhot.
Senada dengan Lamhot, Pemerhati Isu Strategis dan Global, Prof Imron Cotan menyampaikan bahwa skema single identity number memang bisa menjadi salah satu solusi mengenai penyaluran bantalan sosial.
“Bantuan sosial harus dipastikan tepat sasaran. Salah satunya bisa menggunakan Single Identity Number. Begitu ada penyelewengan maka akan segera terdeteksi. Dengan demikian, masyarakat dapat menerima manfaat secara tepat,” jelasnya.
Sejatinya, kebijakan penyesuaian harga BBM disertai dengan penyaluran bantalan sosial oleh pemerintah menurutnya memang merupakan sebuah upaya dari pemerintah agar programnya benar-benar tepat sasaran bagi masyarakat yang membutuhkan.
“Pemerintah membuat kebijakan penyesuaian harga BBM dengan bantuan sosial agar tersalurkan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) lebih tepat sasaran,” kata Prof Imron Cotan.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas menyatakan bahwa dalam segala permasalahan yang menyangkut dengan BBM ini, sebenarnya masyarakat sangat percaya bahwa Presiden Jokowi mampu mengatasinya.
“Masyarakat memiliki kepercayaan tinggi bahwa presiden dapat mengatasi masalah BBM. Kesadaran tentang krisis global cukup baik di tingkat masyarakat. Namun, masyarakat masyarakat memiliki kepercayaaan cukup tinggi terhadap kemampuan pemerintah,” ungkapnya.
Sementara Pengamat kebijakan publik, Iwan Bento Wijaya, mengatakan penyesuaian harga BBM harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk lebih serius dalam mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). EBT akan menjadi solusi jangka panjang yang tepat bagi Indonesia. Baik untuk kepentingan mitigasi perubahan iklim maupun sebagai langkah mengurangi ketergantungan pada ekspor minyak dari luar.
“Indonesia harus mempersiapkan hilirisasi dan huluisasi energi. Alokasi subsidi BBM saat ini sebaiknya dialihkan kepada sektor energi yang produktif,” kata Iwan.
Dia sepakat bansos yang diberikan pemerintah untuk masyarakat kurang mampu sebagai bantalan sosial meredam dampak penyesuaian harga BBM.
“Kebijakan pemerintah dengan pemberian bantuan langsung tunai patut kita dukung. Selain itu harus dijaga ketersediaan bahan pangan di pasar untuk menahan laju angka inflasi dan mempertahankan daya beli masyarakat,” terangnya.