Pemekaran Wilayah Papua Melibatkan Rakyat Papua
Oleh : Moses Waker )*
Pemerintah berencana memekarkan wilayah Papua. Penambahan provinsi tentu akan melibatkan orang asli Papua, karena ini demi kesejahteraan dan kenyamanan mereka.
Saat ini sudah ada 2 provinsi di Papua, yakni Papua dan Papua Barat. Keberadaan 2 provinsi ini merupakan hasil pemekaran wilayah pada tahun 2001, karena dulu hanya ada 1 provinsi yang masih bernama Irian Jaya. Namun saat ini ada rencana penambahan menjadi 6 provinsi, dan pemekaran ini tentu melibatkan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan juga warga sipil.
Rencananya pemekaran provinsi antara lain: provinsi Papua Barat Daya, Papua Barat, Papua Tengah, Papua Selatan, Pegunungan Tengah, dan Papua Tabi Sairei. Penambahan provinsi ini disetujui oleh rakyat Papua, karena dirunut dari sejarahnya, merupakan permintaan mereka. Bulan september 2019, ada 61 warga Papua yang diundang ke istana negara oleh Presiden Jokowi.
Salah satu dari mereka, Saleh Sangadji, mengemukakan pendapat. Menurut pria yang tinggal di Kabupaten Mbappi, karakter dan kebudayaan orang Papua di wilayah selatan dan utara berbeda jauh. Dalam artian, ketika ada pemekaran wilayah maka akan lebih aman, karena 1 provinsi mengatur masyarakat dengan kebudayaan yang tidak berbenturan.
Saleh menambahkan, jika ada penambahan provinsi maka akan membuka peluang bagi sarjana di Papua Selatan untuk bekerja di kantor pemerintahan. Sehingga mereka tak lagi ‘berebut’ tempat dengan di wilayah lain. Dalam artian, para putra Papua akan memperlihatkan potensi terbaiknya dan menjadi abdi negara yang berdedikasi tinggi.
Pemekaran wilayah tentu melibatkan rakyat, terutama MRP, karena tujuannya untuk kesejahteraan rakyat. Masyarakat akan dimintai pendapat, apakah betul mereka membutuhkan provinsi baru? Pasti rata-rata menjawab iya, karena wilayah Papua amat luas sedangkan provinsinya hanya ada 2.
Dalam artian, ketika provinsi dimekarkan, maka pengurusan surat penting dan administrasi jadi mudah, karena jaraknya juga makin dekat. Masyarakat tak perlu jauh-jauh ke Jayapura atau Manokwari untuk ke kantor pemerintahan, tetapi cukup ke kantor provinsinya sendiri. jadinya akan hemat waktu dan biaya transportasi.
Dalam UU nomor 21 tahun 2001 alias UU otsus memang disebutkan perlibatan orang asli Papua (OAP) dan masyarakat adat yang lebih banyak. OAP akan diberi banyak porsi untuk membangun wilayah Bumi Cendrawasih, termasuk ketika provinsinya akan dimekarkan. Mereka diberi kepercayaan penuh dan boleh memberi aspirasi, bagaimana sebaiknya pemekaran ini dilakukan, agar berjalan dengan lancar.
Majelis Rakyat Papua (MRP) sebagai representasi dari rakyat juga akan dilibatkan dalam pemekaran wilayah. Penyebabnya karena penambahan provinsi tidak bisa dilakukan begitu saja. Harus ada persetujuan dari masyarakat adat dan para kepala suku, karena mereka masih memiliki posisi yang penting di hadapan warga sipil. Para kepala suku tentu menyetujui pemekaran wilayah karena akan bermanfaat bagi rakyat.
Pemerintah pusat tentu tidak akan bertindak otoriter dan langsung memutuskan tentang pemekaran wilayah di Papua. Namun keputusan ini harus berdasarkan masukan dan usulan dari MRP, rakyat sipil, dan masyarakat adat di Bumi Cendrawasih. Mereka memang boleh urun rembug, karena sudah diberi kepercayaan untuk ikut membangun daerahnya sendiri.
Pemekaran wilayah di Papua belum fix kapan diberlakukan karena terhalang oleh pandemi. Namun perencanaannya sudah makin matang. Rencana besar ini juga disetujui oleh rakyat, dan tentu akan melibatkan orang asli Papua, MRP, dewan adat, para kepala suku, dan juga warga sipil.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo