Pemerintah Berhasil Menekan Inflasi
Oleh : Rudi Anwar )*
Keberhasilan Presiden Jokowi selama kurun waktu 5 tahun terakhir dibuktikan dengan aneka pencapaian. Salah satunya ialah mampu menekan angka inflasi terendah sejak tahun 1998. Bahkan, di awal tahun 2020 Jokowi mengawali start index IHSG di zona hijau.
Suatu kebanggaan memiliki pemimpin yang mengedepankan kinerja dibandingkan kata-kata. Jokowi kembali membuktikan keahliannya dalam menghadapi permasalahan ekonomi khususnya dalam hal inflasi. Dilaporkan, mantan walikota Solo tersebut mampu menekan angka inflasi di titik paling rendah sejak tahun 1998.
Sebelumnya, Presiden Jokowi membuka sidang kabinet paripurna dengan topik evaluasi RPJMN 2014 hingga 2019 dan persiapan implementasi APBN tahun 2020 di Istana Negara. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam konferensi pers di Kantor Presiden, kompleks Istana Kepresidenan, pun turut menjabarkan berbagai pencapaian RPJMN dalam kurun waktu 2014 – 2019.
Memang tidak semua yang tertuang dalam RPJMN berhasil dicapai. Ada beberapa pencapaian pemerintahan Jokowi yang patut diapresiasi. Salah satunya ialah menjaga kestabilan inflasi. Pada pemerintahannyw Presiden Jokowi berhasil menjaga inflasi di kisaran 3-4% dalam kurun waktu 4 tahun terakhir sejak tahun 2016. Pada tahun 2019 inflasi diprediksi di angka 3.3%. Periode 2009-2015 tingkat inflasi tahunan Indonesia merangkak fluktuatif di rentang 3.98-6.41%.
Setelah itu, tingkat inflasi dinilai bergerak lebih stabil di angka 3,2 hingga 3,8% sampai tahun 2019. Pemerintah dianggap berhasil mempertahankan tingkat inflasi dengan stabil sehingga daya beli masyarakat tetap dapat dijaga.
Hubungan antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi Secara teoritis menunjukkan hal menarik untuk dicermati. Inflasi yang terlalu rendah, bahkan berada di level deflasi, akan mampu menekan pertumbuhan ekonomi. Namun inflasi yang terlalu tinggi juga akan membuat daya beli masyarakat turun dan mengakibatkan roda perekonomian tidak bergerak sebagaimana mestinya. Maka dari itu, menjaga angka inflasi perlu memperhatikan dua faktor sekaligus yaitu level inflasi yang membuat denyut perekonomian bisa opmtimal, sekaligus yang tidak membuat daya beli masyarakat menurun.
Negara-negara di wilayah Eropa dan Jepang saat ini tengah mengalami tekanan deflasi yang mana ikut menekan pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, Indonesia pernah mengalami inflasi yang sangat tinggi ketika krisis ekonomi pada tahun 1998 dan juga menekan pertumbuhan ekonomi kita kala itu.
Padahal pertumbuhan ekonomi dibutuhkan agar target-target pembangunan seperti penciptaan lapangan kerja, penerimaan pajak, pengentasan kemiskinan, bertambahnya output nasional, pengurangan pengangguran dan bertambahnya tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dicapai. Sementara Rendahnya angka pertumbuhan ekonomi akan membuat target tersebut tidak akan bisa diraih.
Secara umum, rendahnya angka inflasi juga dapat mencerminkan rendahnya permintaan dan daya beli masyarakat. Rendahnya level permintaan membuat kenaikan harga relatif terkendali dengan catatan dalam kondisi ceteris paribus. Sehingga, menjaga dan meningkatkan pendapatan masyarakat untuk mendorong level konsumsi sedikit lebih meningkat perlu menjadi hal utama dalam kebijakan nasional saat ini. Dengan pulihnya konsumsi masyarakat, yang mengontribusikan skala 54-56% pembentukan PDB, maka akan mampu menyerap output industri nasional. Implikasinya ialah, Level produksi akan meningkat dan pada akhirnya bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Efek berikutnya ialah membuat penciptaan lapangan kerja dan dunia usaha akan menjadi lebih baik lagi kedepannya.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), resmi merilis tingkat inflasi Desember tahun 2019, sebesar 0,34%. Dengan nilai tersebut berarti secara keseluruhan inflasi mencapai 2,72%. Untuk konsensus pasar yang dihimpun memperkirakan inflasi Desember sebesar 0,51% secara month-on-month (MoM). Sementara untuk inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 2,93% dan inflasi inti tahunan mencapai angka 3,125%.
Suhariyanto selaku kepala BPS mengatakan, dari 82 kota IHK yang dipantau, setidaknya 72 kota mengalami inflasi dan 10 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi berada di wilayah Batam, dan terendah di daerah Watampore, deflasi tertinggi berada di Manado hingga 1,88%, dan deflasi terendah Bukittinggi dan Singkawang. Jika ditilik dari data Reuters yang hanya sejak 1998, data inflasi ini merupakan yang terendah setelah tahun 1999 yang kala itu inflasi hanya bercokol di angka 2,13% .
Capaian-capaian inilah yang ditengarai akan mampu mewujudkan kesejahteraan Nasional. Mengingat melalui kestabilan angka inflasi akan membuat perekonomian negara semakin menguat. Bukan tak mungkin jika di tahun 2020 ini Jokowi kembali membuat gebrakan baru dan mengejutkan banyak pihak dengan prestasi-prestasinya yang membanggakan.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik