Pemerintah Berkomitmen Lanjutkan Program Hilirisasi Demi Kemajuan Indonesia
Oleh : Alvaro Hukubun )*
Komitmen pemerintah dalam melanjutkan program hilirisasi masih tetap terjaga, hal tersebut dikarenakan program hilirisasi berdampak pada terserapnya tenaga kerja serta mampu meningkatkan nilai tambah bagi negara dan menambah peluang tenaga kerja.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) lagi-lagi membahas terkait dengan hilirisasi produk mineral Indonesia. Dirinya secara tegas mengatakan tidak peduli digugat oleh World Trade Organization/WTO ataupun diperingati sebagai International Monetary Fund (IMF).
Jokowi mengatakan hilirisasi harus tetap diteruskan. Karena menurutnya, hilirisasi merupakan hal yang dapat meningkatkan nilai tambah bagi negara serta menambah peluang tenaga kerja. Contohnya seperti di Provinsi Sulawesi Tengah, di mana hilirisasi nikel yang saat ini telah membuka lapangan kerja lebih banyak dari pada sebelumnya.
Mantan Walikota Surakarta tersebut mengatakan bahwa sebelum hilirisasi hanya 1.800 tenaga kerja yang terangkut dalam pengolahan nikel. Setelah hilirisasi menjadi 71.500 tenaga kerja yang bisa bekerja karena adanya hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah.
Jokowi juga menuturkan bahwa hilirisasi di Maluku Utara telah menambahkan tenaga kerja dari sebelumnya hanya 500 orang, sekarang justru meningkat drastis menjadi 45.600 pekerja. Selain itu, Jokowi juga mengungkap bahwa nilai tambah hilirisasi nikel. Pada 2014 hanya 2,1 Miliar US Dolar, kemudian kini melompat menjadi 33,8 miliar US Dolar.
Pada 2014 tercatat hanya 2,1 billion US Dolar. Setelah hilirisasi jadi Rp 510 triliun dari2.1 billion US Dolar melompat jadi 33.8 billion Us Dolar. Berarti lompatannya beberapa tirimam saka.
Jokowi juga berharap agar penerusnya kelak tetap melanjutkan program hilirisasi di segala bidang demi kemajuan bangsa disambut baik oleh pengusaha. Penegasan tersebut tentu saja memberikan semangat hilirisasi terus dilakukan dan tidak berhenti ketika pemerintahan berganti di 2024 mendatang.
Sebelumnya, presiden Jokowi juga pernah mengatakan bahwa pasca program hilirisasi ekspor nikel yang awalnya menyumbang Rp 17 triliun meningkat hingga Rp 450 triliun. Peningkatan ini terjadi berkat pengolahan nikel menjadi barang jadi dan setengah jadi. Proses pengolahan inilah yang memungkinkan negara mendapatkan penerimaan lain dari pajak penghasilan, pajak PPN, penerimaan bukan pajak, bea eskpor dan pajak karyawan. Presiden juga menambahkan bahwa peningkatan penerimaan negara tentu saja dapat meningkatkan pembiayaan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat seperti pembiayaan pembangunan desa.
Jika hal tersebut terjadi, bukan tidak mungkin bahwa program hilirisasi akan mampu meningkatkan pembangunan di Indonesia. Terutama pembangunan dari desa dan dari daerah pinggiran.
Sementara itu, Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan bahwa dirinya telah menemui Perwakilan Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR). Dalam pertemuan tersebut, Luhut memamerkan keuntungan dari larangan ekspor nikel. Menurutnya, larangan ekspor nikel dilakukan dalam rangka melakukan hilirisasi nikel. Nikel ‘dipaksa’ tetap berada di dalam negeri namun ditambah nilainya. Hal ini mendorong sektor industri di Indonesia juga.
Lebih jauh Luhut juga menegaskan kepada USTR bahwa selama ini yang dilarang ekspor Cuma niel mentah saja. Namun, turunannya yang membuat untung lebih besar masih boleh diekspor. Setelah penjelasan tersebut, Luhut mengatakan bahwa pihak AS baru paham mengapa Indonesia mengambil langkah ekstrim untuk melakukan pelarangan ekspor nikel.
Kepada USTR, Luhut juga menunjukkan capaian Indonesia yang berhasil menorehkan neraca perdagangan positif selama 38 bulan berturut-turut. Semua menurutnya terjadi karena digitalisasi dan juga hilirisasi industri.
Pada kesempatan berbeda, Staf Khusus Menteri Investasi/Kepala BKPM Tina Talisa merasa optimis jika pengganti Presiden Joko Widodo akan melanjutkan program hilirisasi yang sudah berjalan. Pasalnya, hilirisasi bukan program 1 atau 2 tahun, tapi untuk masa depan Indonesia. Tina juga mengatakan bahwa sudah ada road map terkait hilirisasi. Sehingga siapapun pemimpinnya bisa melanjutkan program yang sudah ada.
Sehingga program hilirisasi industri di tanah air diharapkan akan tetap dilanjutkan. Meskipun dinyatakan kalah melawan Uni Eropa (UE) atas gugatan di Organisasi Perdagangan Dunia (Worl Trade Organization/WTO). Pemerintah juga tidak perlu takut dalam menghadapi gugatan di WTO, apalagi hilirisasi dari mineral merupakan amanat UU Minerba nomor 3 tahun 2020 yang jadi mutlak harus diperjuangkan, baik oleh pemerintah maupun legislatif.
Saling gugat menggugat menjadi hal yang wajar. Seperti sebelumnya, Indonesia juga sempat melakukan gugatan yang disampaikan kepada WTO terhadap Uni Eropa terkait diskriminasi sawit beberapa waktu lalu. Oleh karena itu, dirinya berharap agar pemerintah tetap melanjutkan program hilirisasi di sektor pertambangan tanah air, walaupun di tengah ancaman Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Sehingga menyerah bukanlah pilihan, apalagi ada banyak strategi hilirisasi pertambangan, seperti pembangunan banyak smelter yang dibarengi dengan kelincahan diplomasi perdagangan internasional Indonesia di sisi lainnya. Keberlanjutan hilirisasi harus tetap diupayakan demi penguatan ekonomi nasional yang berdampak pada sektor lainnya, tak terkecuali sektor ketenagakerjaan.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta