Pemerintah Menjaring Aspirasi Masyarakat Terkait Aturan Turunan UU Cipta Kerja
Oleh : Muhammad Ridwan )*
Di tengah proses penyusunan aturan turunan UU Cipta Kerja, Pemerintah telah membentuk tim yang berkunjung ke beberapa kota untuk menyerap masukan dan tanggapan dari masyarakat terkait undang-undang Cipta Kerja.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijiono Moegiarso mengatakan, pemerintah ingin menjelaskan pokok-pokok substansi yang telah diatur dalam UU Cipta Kerja.
Di kota Surabaya, pemerintah meminta pandangan dari sektor perdagangan, perindustrian, keagamaan, jaminan produk halal, kesehatan, serta lingkungan hidup dan kehutanan.
Selain itu, pemerintah juga menggelar kegiatan yang sama di 2 kota lain. Pertama di Banjarmasih dengan fokus membahas sektor perizinan berusaha berbasis risiko, UMKM serta ketenagakerjaan.
Selain menyerap aspirasi di kota Pahlawan, pemerintah juga menyerap aspirasi di Manado dengan fokus ke sektor kelatuan dan perikanan, pertanian, kemudahan berusaha di daerah, serta energi dan sumberdaya mineral.
Pada kesempatan sebelumnya, pemerintah juga telah menggelar kegiatan serupa di Jakarta yang membahas sektor perpajakan, pertanahan, penataan ruang dan proyek strategis nasional di Palembang.
Selain itu, acara serupa juga dilakukan di Bali dengan fokus pada sektor pajak dan retribusi daerah, UMKM, Koperasi serta ketenagakerjaan.
Pemerintah telah menegaskan akan perlunya masyarakat untuk lebih aktif dalam memberikan masukan, pemerintah juga akan segera melakukan sosialisasi dan konsultasi publik, dengan menyiapkan acara sosialisasi di berbagai wilayah di seluruh NKRI.
Pemerintah juga membuka ruang dialog kepada masyarakat yang hendak memberikan masukan langsung melalui portal UU Cipta kerja di laman www.uu-ciptakerja.go.id.
Pemerintah tentu memiliki harap dengan adanya penyediaan akses yang mudah kepada masyarakat, baik akses secara fisik maupun secara daring, akan memudahkan dan lebih cepat mendorong masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap substansi dan materi RPP serta Rperpres turunan UU Cipta Kerja.
Kini pemerintah sedang menyelesaikan 44 aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang terdiri dari 40 peraturan pemerintah (PP) dan 4 peraturan presiden (Perpres).
Sebelumnya, pemerintah juta telah membuka ruang yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk dapat memberikan masukan maupun usulan dalam penyusunan peraturan turunan dari UU Cipta Kerja setelah diundangkan pada 2 November 2020.
Presiden RI Ir Joko Widodo juga telah memastikan bahwa pemerintah akan terbuka dalam menerima masukan dari semua pihak dalam membuat aturan UU Cipta Kerja.
Hasil serapan aspirasi yang diperoleh diharapkan dapat menjadikan RPP yang dibuat nantinya, telah mengakomodir seluruh aspirasi dari pelaku usaha dan masyarakat di Indonesia.
Sementara itu, Direktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Agung Pambudhi berharap agar pemerintah dapat menyelesaikan persoalan investasi dan berusaha melalui aturan turunan UU Cipta Kerja yang tengah disusun.
Tentu saja menanggapi hal tersebut, pemerintah harus memiliki sikap tegas sebagau pemegang otoritas kebijakan perizinan dan aturan hukumnya.
Para pengusaha tenttu sangat mengharapkan pelayanan perizinan jauh lebih memberikan kepastian daripada sebelum adanya UU Cipta Kerja.
Dirinya juga berharap, akan adanya investasi yang harus tergambar kuat dari seluruh RPP yang dibuat pmerintah.
Misalnya, mengenai kemudahan pengurusan izin yang berbasis sistem mulai pemenuhan persyaratan dokumen hingga pelaku usaha atau pemohon mendapatkan izinnya.
Kini Indonesia telah memiliki lebih dari 43.000 peraturan, yang terdiri dari 18.000 peraturan pusat, 14.000 peraturan menteri, 4.000 peraturan LPNK dan hampir 16.000 peraturan di daerah.
UU Cipta kerja tentu memiliki tujuan untuk memberikan perlindungan dan kemudahan bagi UMKM dan Koperasi agar dapat masuk ke sektor formal melalui kemudahan pendirian, perizinan dan pembinaan.
Untuk menghasilkan penyusunan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang baik dan implementatif, tentu memerlukan koordinasi dan sinergi yang baik juga antara pemerintah dengan seluruh stakeholder.
Aturan turunan UU Cipta Kerja tentu diharapkan dapat sejalan dengan semangat regulasi diatasnya supaya tidak menimbulkan tumpang tindih regulasi dan hambatan investasi lainnya.
Dibukanya ruang dialog untuk menjaring aspirasi dengan masyarakat luas tentu membuktikan bahwa pemerintah bersikap terbuka dan transparan terhadap segala masukan maupun kritikan agar UU Cipta Kerja dapat memberikan manfaat yang seluas-luasnya bagi masyarakat.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan mahasiswa Cikini