Pemerintah Mitigasi Ancaman Resesi Ekonomi dan Menjamin Kelangsungan Investasi
Oleh : Alula Khairunisa )*
Perekonomian global memang sedang tidak baik-baik saja, badai inflasi memberikan ancaman diberbagai negara akibat konflik geopolitik yang terjadi. Meski demikian, Pemerintah Indonesia berusaha maksimal memitigasi ancaman resesi ekonomi tersebut.
Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, peluang Indonesia mengalami resesi sangatlah kecil, hanya sekitar 3 persen. Menurut Airlangga, perekonomian Indonesia relatif kuat karena ditopang oleh indikator makro dan ekonomi domestik yang positif.
Data dari The Leading Indicator CEIC, di sektor keuangan moneter, pasar tenaga kerja dan industri, tren perekonomian Indonesia menguat. Bahkan, Indonesia berada di bawah indikator 100, yang artinya jauh dari sinyal resesi.
Dengan berbagai indikator perekonomian yang positif di tengah ancaman krisis global maupun stagflasi, Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 akan dikisaran 5,3 sampai 5,9 persen.
Sejumlah ekonom juga sepakat jika probabilitas Indonesia masuk ke jurang resesi sangatlah kecil. Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumua menyatakan, dari indikator makro ekonomi, kondisi Indonesia lebih baik di antara emerging market lain yang mengalami resesi seperti El Salvador, Srilanka dan Ghana.
David menuturkan, Utang Indonesia memang ada peningkatan terutama utang Pemerintah. Tapi, hal tersebut diimbangi windfall profit dari komoditas, ini blessing in disguise saat negara lain bermasalah, karena kenaikan komoditas justru mendapat ekstra. Dirinya juga menilai kekuatan ekonomi domestik menjadi penopang perekonomian nasional.
David menambahkan, Ekonomi Indonesia 60% ditopang domestik, sehingga dirinya tidak khawatir akan adanya resesi atau stagflasi global karena domestic economi Indonesia itu besar sekali. Justru ini kesempatan untuk mendorong substitusi impor kalau ada barang yang sulit didapat.
Selain itu, iklim Investasi di Indonesia juga kian menggeliat. Pandemi Covid-19 juga membuat masyarakat mulai terbiasa berinvestasi. David melihat peranan domestik cukup baik. Untuk SBN tentu perlu pendalaman finansial kepada masyarakat agar terbiasa untuk berinvestasi di pasar modal. Disisi lain, pemerintah juga terus menjamin kelangsungan investasi di Indonesia, salah satunya lewat UU Cipta Kerja.
Walau demikian, David mengingatkan ada tiga hal yang perlu diperhatikan untuk menjaga momentum perekonomian nasional agar tetap positif, yakni menjaga inflasi dan daya beli masyarakat, likuiditas valas serta menjaga stok pangan.
Pasokan pangan dalam negeri tentu sangat penting. Karena harga pupuk meningkat sehingga muncul kekhawatiran cuaca di mana ada perkiraan dari banyak ahli yang mengatakan bahwa Indonesia akan masuk El Nino, karena tahun ini basah, tahun depan biasanya lebih kering. Pangan terutama beras harus diperhatikan.
Sementara itu, Anton Hendranata Direktur Utama BRI Research Institute mengatakan, kemungkinan Indonesia mengalami resesi tahun 2023 hanya 2 persen.
Anton menjelaskan Indonesia kemungkinan akan mengalami resesi tahun 2023 hanya sebesar 2% dengan metode Markov Switching Dynamic Model. Hal tersebut dikarenakan perekonomian Indonesia yang ditopang sangat kuat oleh permintaan domestik. Selain itu, pasar finansial dan valas Indonesia cederung robust dari gejolak eksternal jika dibandingkan dengan masa lalu.
Terkait ketersediaan beras, pakar pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menyebutkan tidak ada persoalan terkait stok komoditas pangan domestik.
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) itu juga mendorong pemerintah untuk memperhatikan nasib serta kesejahteraan petani. Karena harga komoditas pertanian yang terlalu rendah juga akan membuat petani sangat menderita.
Hal tersebut yang perlu menjadi fokus perhatian pemerintah. Jangan fokus terlalu kuat ke upaya menurunkan inflasi pangan. Lihat pula produsen pangan di Indonesia seperti apa nasibnya.
Pada kesempatan berbeda, Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan (Menkeu) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang ekonominya cepat pulih, sehingga peluang terjerumus resesi sangat kecil.
Menurutnya daya tahan ekonomi Indonesia bahkan lebih baik dari negara-negara maju seperti Amerika Serikat yang secara teknikal sudah masuk resesi. Begitu pula China yang ekonominya melambat di kuartal II 2022.
Sri Mulyani menuturkan bahwa perekonomian Indonesia tetap kuat di tengah berbagai tekanan global yang disebabkan oleh sinergi kebijakan fiskal dan moneter hingga riil.
Kebijakan fiskal dilakukan dengan menjadikan APBN sebagai shock absorber atau bantalan saat terjadi guncangan (krisis), mulai dari energi, pangan hingga keuangan. Kebijakan ini bahkan membuat inflasi Indonesia tidak melonjak setinggi negara lain.
Meski demikian, APBN dinilai tak bisa terus menjadi penopang, terutama saat perekonomian mulai pulih. APBN harus dijaga kesehatannya agar bisa terus membantu masyarakat saat datang krisis lanjutan di masa mendatang. Caranya adalah dengan membayar pajak.
Indonesia terbukti berhasil menjauh dari ancaman resesi yang tengah mengintai sejumlah negara akibat konflik Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19.
Kuatnya perekonomian di Indonesia merupakan salah satu bukti kerja keras pemerintah untuk bisa mengatakan selamat tinggal kepada jurang resesi. Kekuatan ekonomi ini tentu saja perlu ditingkatkan sehingga ancaman resesi tidak akan menimpa Indonesia.
)* Penulis adalah ruang baca Nusantara