Pemerintah Optimal Antisipasi Ledakan Covid-19
Oleh : Aditya Akbar )*
Naiknya jumlah pasien corona tentu menyedihkan, karena kita tentu tidak ingin jadi pasien yang selanjutnya. Pemerintah bekerja keras untuk mengantisipasi ledakan kasus covid-19 dengan beberapa strategi. Di antaranya dengan menutup tempat wisata dan mengurangi mobilitas masyarakat.
Masyarakat sudah lelah sekali menghadapi pandemi karena menghadapi musuh yang tak tampak mata bernama corona. Mereka ingin hidup bebas tanpa masker seperti dulu, tetapi bukannya berkurang, varian virus covid malah bertambah. Mutasi virus ini yang lebih berbahaya karena kekuatan dan penularannya 2 kali lebih kuat.
Setahun pandemi, jumlah pasien corona belum turun, tapi malah bertambah. Jika bulan lalu rata-rata ada penambahan pasien covid sebanyak 5.000 orang per hari, maka sejak juni 2021 pasien bertambah 8.000 orang per hari. Hal ini sangat miris karena sudah diprediksi oleh para epidemiolog, ketika ada yang nekat mudik atau berwisata saat libur lebaran, dan akhirnya ramai-ramai kena corona.
Dokter Wiku Adisasmito, juru bicara tim satgas covid menyatakan bahwa untuk mengatasi ledakan kasus corona maka pemerintah memiliki strategi khusus. Pertama, ada koordinasi satgas covid-19 mulai dari tingkat nasional hingga ke tingkat kelurahan/desa. Sehingga tim satgas akan bekerja lebih keras dan ketat untuk mencegah penularan corona.
Tim satgas covid akan lebih sering untuk patroli keliling, dengan tujuan membubarkan kerumunan di masyarakat. Mengapa mereka sampai turun ke lapangan? Penyebabnya karena masih banyak yang bandel dan membuat kerumunan, misalnya pesta pernikahan atau konser musik. Keramaian di tempat publik seperti pasar juga wajib dibubarkan, agar tidak terbentuk klaster corona baru.
Jika ada keramaian yang disengaja, misalnya di rumah makan yang tidak membatasi jumlah tamu dan tak mengindahkan protokol kesehatan, maka ia bisa didenda. Setelah disegel maka pemiliknya harus membayar minimal 2 juta rupiah. Denda ini dimaksudkan sebagai efek jera, agar semua orang taat pada protokol kesehatan.
Strategi kedua adalah dengan melengkapi fasilitas di Rumah Sakit. Karena jika ada bangunannya tetapi alat medis, APD, dan fasilitas lain kurang lengkap akan percuma. Rumah Sakit sampai di daerah kecil pun harus dilengkapi dengan ventilator, tabung oksigen, dan alat-alat kesehatan lain. Juga para tenaga kesehatan yang mumpuni dan berani bertarung di garis depan untuk melawan corona.
Sedangkan strategi ketiga adalah dengan upaya preventif yakni menggalakkan kembali protokol kesehatan. Tak hanya 3M tetapi juga 5M. Jika masker sudah sangat banyak dijual di pasaran, mengapa masih ada saja yang malas memakainya? Padahal termasuk murah dan perlindungannya jauh lebih mahal daripada harganya.
Begitu pula dengan protokol mencuci tangan. Kita sering lupa untuk membersihkan tangan saat tiba di suatu tempat atau pulang ke rumah. Padahal tangan bisajadi sarang penyakit. Dengan rajin mandi, keramas, ganti baju, lalu makan hidangan yang bergizi dan menjaga higienitas rumah, maka antibodi akan meningkat dan terlindungi dari serangan corona.
Protokol yang sering dilanggar adalah mengurangi mobilitas. Oleh karena itu, pemerintah memberlakukan wajib tes swab, bukan rapid, untuk naik pesaat terbang. Masa berlaku tes juga hanya 1×24 jam.
Sementara itu, 2M yang lain adalah menghindari kerumunan dan menjaga jarak. Sabarlah untuk tidak membuat acara akbar, sampai nanti pandemi selesai. Selain itu, kerumunan yang ada di tempat wisata bisa dihapus dengan cara menutupnya. Tindakan ini bukan hal yang ekstrim, karena kita berkaca dari Kudus yang zona hitam, karena ramainya tempat ziarah di sana.
Untuk mengantisipas ledakan pasien corona, maka fasilitas di RS diperlengkap dan mobilitas masyarakat dikurangi. Selain itu, tim satgas covid makin rajin melakukan razia. Masyarakat harus menaati protokol kesehatan 5M agar tidak tertular corona.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini