Pemerintah Optimal Mencegah Kemiskinan di Indonesia
Oleh : Aulia Hawa )*
Pemerintah berusaha dengan optimal untuk menghapus kemiskinan di Indonesia. Berbagai cara tersebut ditempuh diantaranya dengan pemberian BLT, Bansos, dan bantuan-bantuan lain, sehingga rakyat akan tertolong dan bisa survive dalam mengarungi kehidupan sehari-hari.
Pandemi Covid-19 telah menghantam hampir seluruh lapisan masyarakat. Mereka yang berstatus karyawan rela gajinya dipotong, agar perusahaan tidak bangkrut. Sementara yang berstatus pengusaha juga legowo dan mengencangkan ikat pinggang, karena pendapatan sedang menurun, akibat menurunnya daya beli masyarakat.
Namun pemerintah tak tinggal diam melihat fenomena ini dan berusaha keras menghapus kemiskinan dari Indonesia. Bukankah di dalam UUD tertulis ‘fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara’? Jadi, walau masih pandemi, pemerintah hadir untuk mengentaskan kemiskinan dan mencegah terjadinya krisis ekonomi jilid 2.
Menkominfo Johny G Plate menyatakan bahwa, seperti yang diungkapkan oleh Menkeu Sri Mulyani, APBN 2020 telah menyelamatkan lebih dari 5 juta rakyat Indonesia dari jurang kemiskinan akibat pandemi covid. Optimalisasi APBN tahun anggaran 2020 dan Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional telah berkontribusi dalam menekan kontraksi pertumbuhan ekonomi nasional menjadi hanya minus 2,07%.
Ketika pertumbuhan ekonomi minus maka memang agak mengkhawatirkan, tetapi amat wajar di masa pandemi, karena hampir semua negara di belahan dunia juga merasakan dampak negatif dari corona. Kita tidak usah takut akan minusnya, karena belum sampai dalam tahap resesi.
Jangan pula takut akan ancaman krisis ekonomi jilid2 karena buktinya kit bisa bertahan sampai sekarang dan tidak ada kelangkaan sembako seperti yang terjadi tahun 1998 lalu. Pemeirintah tidak akan membiarkan hal ini terjadi dan berusaha keras menyelematkan perekonomian rakyat. APBN 2020 menjadi penyelamat dan memang uang negara selalu disalurkan untuk warga negara, bukan?
Lagipula sejak kuartal pertama tahun 2021 sudah ada tren positif pertumbuhan ekonomi, sehingga kita optimis keadaan finansial negara akan lebih baik lagi. Walau kenaikannya masih di bawah 7% tetapi patut disyukuri, daripada minus? Kenaikan sekecil apapun adalah hal yang positif, karena bisa pelan-pelan menghapus kemiskinan di Indonesia.
Program-program pemerintah yang menyelamatkan rakyat dari jurang kesengsaraan adalah BLT, bansos, dan beberapa program lainnya. Bansos terbukti ampuh untuk mengentaskan rakyat dari kemiskinan, karena mereka mendapatkan bantuan berupa beras dan sembako lain. Sehingga bisa bertahan dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari dan tidak terancam mati kelaparan.
Sementara itu, BLT juga menolong mereka yang kesulitan keuangan. Dengan uang itu maka bisa untuk membayar SPP, membeli susu anak, dan berbagai kebutuhan lainnya. Apalagi BLT langsung ditransfer ke rekening bank BUMN milik rakyat, sehingga akan meminimalisir kesalahan maupun pungli yang dilakukan oleh oknum nakal.
Program lain untuk mengentaskan kemiskinan adalah kartu pra kerja. Dengan kartu ini maka masyarakat yang masih menganggur akan bisa mengikuti kelas-kelas yang tersedia. Keterampilan yang didapatkan dari kelas itu bisa dijadikan modal usaha. Sehingga mereka bisa menjadi entrepreneur dan sekaligus membantu pemerintah, karena mengurangi jumlah pengangguran di Indonesia.
Apalagi pemegang kartu prakerja juga mendapatkan uang saku sehingga bisa untuk tambahan modal juga. Masih ada yang salah sangka bahwa uang itu disalurkan untuk pengangguran (Seperti di negara Eropa yang maju) tetapi pemerintah memberikannya untuk pancingan. Karena lebih memilih untuk memberikan kail daripada ikan, dalam artian uang itu untuk bisnis bukan diberikan begitu saja.
Berbagai program dibuat oleh pemerintah dalam mengentaskan kemiskinan dan APBN 2020 memang dirancang untuk kemaslahatan rakyat. Walau di masa pandemi, kita tidak boleh pesimis, karena semua permasalahan akan teratasi. Pemerintah sudah membuat BLT dan program-program lain agar masyarakat tidak terperosok ke dalam jurang kemiskinan.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute