Pemerintah Optimal Mengusut Dugaan Pelanggaran HAM di Papua
Oleh : Rebecca Marian )*
Dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Papua disorot oleh dunia internasional. Pemerintah berusaha menjelaskan, bahwa yang dituduh sebagai kasus HAM adalah kasus separatisme. Sehingga ketika pelaku ditangkap, upaya tersebut menjadi hal yang lumrah karena pelaku memang bersalah akibat melanggar kedaulatan negara.
Papua adalah wilayah di Indonesia yang relatif sering disorot, karena kaum separatis yang ingin mendirikan negara sendiri. Padahal di era pemerintahan Presiden Jokowi, ada pemercepatan pembangunan yang begitu pesat. Modernitas Papua dinilai setara dengan di wilayah lain di Indonesia Barat.
Kemajuan ini yang jarang disorot oleh media asing. Sayangnya, di forum internasional, yang diviralkan adalah kasus pelanggaran HAM. Seluruh masyarakat Indonesia geram ketika ada orang asing yang menuduh bahwa pemerintah merampas hak warga sipil Papua untuk mengemukakan pendapat di depan umum. Karena mereka melihat masalah hanya dari 1 sisi.
Tuduhan paling santer dilontarkan oleh perwakilan Vanuatu, yang menuduh pemerintah berbuat zalim. Penyebabnya adalah banyak pendemo yang ditangkap oleh aparat. Padahal polisi tidak main hakim sendiri, karena orang-orang itu mendukung Papua merdeka dan mengibarkan bendera bintang kejora. Sehingga mereka dianggap melakukan makar.
Media asing perlu meneliti bahwa para aktivis dicokok bukan karena pembungkaman hak asasi atau kasus rasisme. Namun penangkapan ini karena mereka membawa bendera OPM, sehingga terbukti pro kaum separatis. Apakah aparat membiarkan warganya tak setia pada negara dan mempengaruhi orang lain untuk melakukannya? Jawabannya tentu bukan.
Kasus pelanggaran hak asasi di Bumi Cendrawasih hanyalah tuduhan dari mereka yang tidak memahami duduk perkaranya. Mantan Menko Polhukam Jenderal (Purn) Wiranto menjelaskan bahwa dari 12 kasus pelanggaran HAM di Papua, setelah diusut lebih lanjut, ternyata bercampur dengan kasus kriminal.
Jika urusannya adalah kriminal, maka tidak bisa dianggap pelanggaran HAM. Mana mungkin negara akan membela maling? Bisa-bisa penjara kosong melompong. Pihak asing jangan seenaknya menuduh banyak pelanggaran hak asasi di Papua, karena mereka hanya membaca berita dan tidak turun langsung ke Bumi Cendrawasih untuk melakukan konfirmasi.
Wiranto melanjutkan, pengusutan kasus pelanggaran HAM seringkali gagal karena tidak ada koordinasi antara keluarga korban dengan aparat. Karena rata-rata mereka tak mau jika jenazah diautopsi. Sehingga tidak ada kejelasan apakah ini murni pelanggaran hak asasi atau kasus kriminal.
Masyarakat Papua juga heran ketika ada pihak lain yang marah-marah dan menuduh pemerintah melanggar hak asasi. Karena faktanya, berita yang sampai ke dunia internasional kadang hanya berdasarkan kabar angin. Misalnya ketika ada pemuka agama yang tertembak, yang dituduh adalah aparat. Padahal kelompok kriminal bersenjata juga memegang pistol, dan merekalah yang memfitnah.
Tuduhan pelanggaran HAM di Bumi Cendrawasih juga dilontarkan oleh pihak yang mendukung Papua merdeka. Untuk apa mereka mencampuri urusan internal negara lain? Karena faktanya, Indonesia tidak menjajah rakyat di Bumi Cendrawasih. Melainkan, mereka yang dengan rela masuk jadi WNI berdasarkan hasil pepera (penentuan pendapat rakyat).
Banyak pihak yang menggoyang kasus ini karena di Papua ada tambang tembaga dan emas, sehingga menjadi incaran. Pelanggaran HAM hanya kedok agar Republik Federal Papua Barat didirikan. Jangan sampai ada presiden boneka di sana yang dikendalikan oleh oknum tak bertanggungjawab, yang ingin mengeruk kekayaan alam di Bumi Cendrawasih.
Masyarakat diminta untuk tidak panik ketika ada tuduhan pelanggaran HAM di Papua. Karena pemerintah selalu bersikap fair dan mengusut tiap kasus sampai tuntas. Faktanya, yang disebut pelanggaran HAM sebenarnya adalah kriminalitas atau kasus separatisme. Sehingga wajar jika pelakunya dimasukkan ke dalam bui.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta