Pemerintah Optimalkan Penerapan Ekonomi Biru Dalam Eksplorasi Kelautan
Indonesia, dengan segala kekayaan maritimnya, kini berada di titik krusial untuk mengoptimalkan penerapan ekonomi biru. Langkah ini bukan hanya bertujuan untuk memaksimalkan potensi ekonomi dari laut, tetapi juga untuk memastikan keberlanjutan sumber daya alam bagi generasi mendatang.
Pendekatan ekonomi biru, yang menekankan pada eksplorasi sumber daya kelautan secara berkelanjutan, telah menjadi sorotan utama pemerintah. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, menegaskan bahwa penerapan ekonomi biru bukan sekadar pilihan, tetapi suatu keharusan untuk menjaga kelangsungan hidup kita.
Lautan Indonesia, yang mencakup lebih dari 70 persen wilayah negara ini, bukan hanya hamparan air yang luas. Lautan adalah sumber kehidupan yang mengatur iklim, menyediakan makanan, dan menawarkan potensi ekonomi yang luar biasa.
Dalam peluncuran neraca sumber daya kelautan di Sanur, Denpasar, Bali, Luhut menggarisbawahi bahwa ekonomi biru berfokus pada pemanfaatan sumber daya maritim yang berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan pekerjaan, dan kesehatan ekosistem kelautan.
Energi baru terbarukan dan pariwisata menjadi sektor utama dalam pendekatan ekonomi biru ini. Kedua sektor ini tidak hanya menciptakan lapangan pekerjaan tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sektor perikanan, misalnya, memberikan kontribusi lebih dari 270 miliar dolar AS per tahun terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Apabila dikelola secara berkelanjutan, sektor ini dapat menjamin ketersediaan sumber daya perikanan tangkap untuk masa depan.
Pengelolaan sampah juga menjadi bagian integral dari ekonomi biru. Disiplin dalam mengolah sampah dan mendorong pengelolaan sampah menjadi energi atau bentuk lain sangat penting untuk mengurangi sampah yang masuk ke laut. Luhut menegaskan pentingnya upaya kolektif dari semua pihak untuk menjaga kebersihan laut.
Indonesia, dengan 17.500 pulau dan estimasi jumlah penduduk mencapai 281,6 juta jiwa, memiliki potensi maritim yang sangat besar. Dalam sumber daya kelautan, terdapat keanekaragaman hayati yang kaya, potensi produksi perikanan berkelanjutan hingga 12 juta ton per tahun, dan potensi produksi perikanan mencapai lebih dari 50 juta ton per tahun. Selain itu, terdapat potensi energi baru terbarukan dan karbon biru yang dapat dikembangkan lebih lanjut.
Keberadaan perairan Indonesia juga memainkan peran penting dalam perdagangan global. Diperkirakan sebesar 45 persen perdagangan dunia melalui perairan Indonesia. Selain itu, sepanjang 115 ribu kilometer kabel laut yang mendukung digitalisasi nasional dan global melintang melalui wilayah perairan Indonesia. Namun, potensi ini belum sepenuhnya dikelola secara optimal.
Industri pengolahan perikanan, misalnya, masih rendah kontribusinya pada PDB, hanya mencapai 3,68 persen pada 2022. Padahal, Indonesia memiliki komoditas utama seperti rumput laut, udang, lobster, kepiting, dan ikan nila.
Pertumbuhan sektor kelautan terhadap PDB juga masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDB nasional. Nilai PDB sektor perikanan pada 2022 mencapai Rp1.551,2 triliun, naik dibandingkan pada 2021 yang mencapai Rp1.348,4 triliun.
Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kemenko Marves, Firman Hidayat, menyoroti perlunya dorongan pada subsektor maritim, terutama dari sisi industrialisasi. Kontribusi industri pengolahan maritim masih sangat rendah, sekitar 4,16 persen.
Indonesia memiliki 12 juta hektar luas laut yang dapat dimanfaatkan untuk budi daya, tetapi hingga kini baru dimanfaatkan sebesar 0,8 persen untuk rumput laut. Angka ini terbilang rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Jepang dan Filipina.
Indonesia memiliki keunggulan geografis dengan sinar matahari yang bersinar sepanjang tahun, memungkinkan rumput laut dipanen sepanjang tahun. Rumput laut ini dapat diolah menjadi beragam produk bernilai ekonomi tinggi, seperti biostimulan yang dapat mengurangi subsidi pupuk, produk pangan, plastik yang mudah terurai, hingga campuran biofuel untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar impor.
Sumber daya maritim lainnya, seperti ombak, energi tidal, dan angin, juga belum dimanfaatkan secara optimal untuk energi baru terbarukan. Potensi ekonomi dari maritim semakin terbuka lebar dan dapat dikembangkan melalui riset dan teknologi. Kolaborasi dengan berbagai pihak diperlukan untuk menggali dan memanfaatkan sumber daya maritim dengan mengedepankan aspek keberlanjutan.
Efek keberlanjutan ini sangat penting karena berdampak langsung pada kehidupan di bumi. Lautan mampu menyerap 50-80 persen oksigen dan 30-70 persen karbon dioksida, serta menyerap 90 persen kelebihan panas bumi. Menjaga keberlanjutan laut adalah kunci untuk keberlangsungan hidup di bumi.
Pendekatan ekonomi biru yang digalakkan oleh pemerintah Indonesia adalah langkah strategis untuk mengoptimalkan potensi maritim yang luar biasa ini. Dengan mengedepankan keberlanjutan, Indonesia tidak hanya dapat mengembangkan ekonominya tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem laut.
Langkah ini memerlukan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, baik pemerintah, industri, maupun masyarakat. Keberhasilan penerapan ekonomi biru akan membawa manfaat besar, tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga bagi dunia. Jadi, mari kita dukung dan terlibat aktif dalam upaya menjaga dan memanfaatkan kekayaan laut kita dengan bijak.