Pemerintah Pastikan Pemilu 2024 Berlangsung Damai dan Kondusif
Oleh: Silvia. A. Pamungkas )*
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan sebuah upaya bersama untuk melanjutkan pembangunan nasional. Masyarakat diminta untuk senantiasa menyukseskan kegiatan tersebut yang menjadi tonggak kebangkitan demokrasi. Masyarakat juga berperan sebagai agen yang dapat memberantas dan meluruskan misinformasi. Kebenaran informasi harus menjadi pijakan utama sebelum menyebarkan pesan. Pengecekan informasi menjadi kunci untuk menghindari kesalahpahaman dan polarisasi politik yang dapat merugikan proses demokrasi.
Ketua Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Mgr Antonius Subianto Bunjamin OSC, menegaskan bahwa Pemilu 2024 tidak boleh dianggap enteng. Antonius memperingatkan akan potensi segala cara yang mungkin digunakan oleh para calon untuk mencapai tujuan politik mereka, termasuk praktik-praktik yang dapat merusak demokrasi, seperti politik uang, nepotisme, dan pembentukan dinasti politik.
Permasalahan semakin kompleks dengan adanya politik identitas yang menjadi tren, di mana suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dijadikan alat oleh politikus untuk mencapai kepentingan politik. Fenomena ini menjadi salah satu penyebab penurunan kualitas demokrasi, terutama terkait dengan Pilpres, Pileg, dan Pilkada. Keterlibatan politik identitas dapat memicu ketegangan sosial dan merongrong prinsip-prinsip demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan dan persatuan.
Masyarakat Indonesia berharap agar pemilu dapat membawa pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, penurunan masalah sosial, upaya pelestarian lingkungan yang lebih efektif, dan terciptanya ketenangan dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya kepastian hukum yang didukung oleh aparat yang profesional dan tidak memihak juga ditekankan sebagai faktor krusial untuk menciptakan kondisi damai.
Dalam konteks perwujudan Indonesia Emas 2045, yang diumumkan oleh pemerintah sebagai tujuan peringatan 100 tahun Kemerdekaan, KWI memberikan dukungan penuh. Antonius menekankan bahwa seluruh usaha yang dilakukan oleh para Uskup dan umat Katolik Indonesia bertujuan untuk menciptakan kondisi damai yang mendukung kemajuan bangsa. jika perkembangan ini dibiarkan tanpa pengawasan, harapan untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045 akan sulit terwujud.
Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa, Widodo Muktiyo menyatakan kementerian Kominfo mengampanyekan Pemilu Damai 2024 untuk meningkatkan partisipasi pemilih hingga 75 persen. Menurutnya tolok ukur keberhasilan pelaksanaan Pemilu tidak hanya berkaitan dengan tingkat partisipasi publik. Secara khusus, Kementerian Kominfo juga memberikan perhatian berkaitan dengan dinamika di ruang digital.
Menghadapi Pemilu 2024, pihaknya mendorong generasi muda bisa menyikapi informasi dengan benar dan tidak terjebak dengan hoaks. Kementerian Kominfo juga mengajak pemilih muda menciptakan Pemilihan Serentak 2024 dengan damai dan menyentuh rasa kepedulian generasi muda terhadap masa depan negara.
Pemilu memiliki makna penting untuk menjaga penyelenggaraan bernegara dan merawat tata pemerintahan demokratis demi mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia, sebagaimana dimandatkan dalam konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu 2024 yang demokratis memiliki makna yang semakin penting, mengingat Indonesia masih menjadi salah satu referensi penting berjalannya sistem demokrasi, di tengah kemunduran ekstrem demokrasi di berbagai negara.
Insan akademik di Perguruan Tinggi juga harus menjaga netralitas dan menyerukan kepada semua kalangan di Indonesia untuk menjaga agar pemilu itu berlangsung adil, langsung, umum, bebas dan rahasia, serta pelaksanaan Pemilu nanti akan betul-betul terjaga kondusivitasnya, damai, netral juga tidak saling sebar kebencian.
Sebagai anak bangsa, marilah kita bersatu untuk mewujudkan Pemilu Damai 2024 yang membawa dampak positif bagi kemajuan Indonesia. Kita harus mengedepankan kedewasaan sikap, pemikiran, dan kematangan politik para pemimpin dan kandidat dalam menyikapi dan mengelola segala perbedaan dan keragaman cara pandang sebagai realitas yang lumrah dalam peristiwa demokrasi. Menghindari sikap destruktif, tindakan sewenang-wenang, perilaku kekerasan yang merusak dan memecah belah komponen bangsa, mengindari dan mencegah hate speech, hoax, fitnah dan adu domba yang cenderung merugikan rakyat Indonesia dan mengorbankan kepentingan nasional karena itu bentuk kemunduran demokrasi.
Segenap komponen masyarakat sipil (insan akademik, jurnalis, tokoh agama, lembaga swadaya masyarakat, dan berbagai pihak yang peduli dan berkomitmen) untuk berpartisipasi aktif bersama menjadi bagian dari upaya menyukseskan pemilu sebagai agenda nasional, dengan cara-cara edukatif, mencerahkan dan kritis, sebagai bagian dari tanggung jawab merawat demokrasi Indonesia.
Pemerintah juga terus mendorong segenap kontestan Pemilu, Penyelenggara Pemilu, dan Aparatur Negara untuk mengedepankan ketaatan terhadap peraturan dan hukum yang berlaku, menjaga integritas dan kejujuran, bersikap adil, serta berkomitmen bersama demi mewujudkan Pemilu bermartabat dan kredibel, sebagai kunci menjaga demokrasi yang berkualitas.
Dengan memegang teguh nilai-nilai kebenaran, integritas, dan persatuan, kita dapat menjadi bagian dari tonggak kebangkitan demokrasi yang mengantarkan Indonesia menuju masa depan yang gemilang. Adapun menempatkan logika dan kritisisme di depan dalam penggunaan media sosial dianggap sebagai langkah awal yang sangat penting untuk mendukung terwujudnya Pemilu Damai 2024 yang sukses dan berdampak positif bagi Indonesia tercinta.
)* Penulis adalah tim redaksi Saptalika Jr. Media