Pemerintah Siapkan Draft Aturan Turunan UU Cipta Kerja
Oleh : Deka Prawira )*
Saat ini, Pemerintah Pusat masih tetap menyerap aspirasi masyarakat dalam menyusun aturan turunan dari undang-undang (UU) 11/2020 tentang Cipta Kerja. Tercatat sudah ada 35 draft yang telah selesai, dimana draft tersebut terdiri dari 30 rancangan peraturan pemerintah (PP) dan 5 rancangan peraturan presiden (perpres). Rencananya, akan ada 44 aturan turunan terkait kebijakan tersebut.
Franky Sibarani selaku Ketua Tim Serap Aspirasi pelaksanaan UU Cipta Kerja mengatakan, bahwa tim-nya terus bekerja hingga rancangan ditetapkan. Melalui pesan singkat, Franky menuturkan, ketentuan perundang-undangan UU Cipta Kerja, RPP dan RP Presiden turunan UU Cipta Kerja akan ditetapkan pada bulan Februari.
Sinkronisasi antara rancangan PP dan perpres perlu dilakukan agar tidak mengandung multitafsir. Pemerintah melakukan hal ini agar dalam penerbitannya tidak banyak menerima penolakan dan mengakomodasi kesejahteraan masyarakat.
Ia menjelaskan, aspirasi-aspirasi yang sudah masuk dan terus disampaikan ke pemerintah. Saat ini sedang dalam proses pembahasan di pemerintah. Sebelumnya, Franky menjelaskan bahwa ada satu temuan yang menjadi perhatian pemerintah. Yakni masih adanya rancangan aturan turunan yang hasilnya peraturan pemerintah dan peraturan presiden itu tidak sejalan dengan UU Cipta Kerja.
Franky menjelaskan bahwa ada tiga contoh yang menurutnya krusial dan penting. Pertama berkaitan dengan kemudahan perlindungan dan pemberdayaan koperasi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
Pada pembahasan terkait pendaftaran usaha kecil dan mikro, dalam UU Cipta Kerja telah ditulis bahwa hal tersebut dapat dilakukan secara daring ataupun luring. Namun pada rancangan yang disusun hanya bisa secara daring. Kemudian, pembiayaan bagi UMKM. Pada UU Cipta Kerja pemerintah pusat dan daerah akan menyediakan pembiayaan. Namun dalam rancangan tersebut hanya memberi kemudahan.
Terakhir mengenai fasilitas dan pembiayaan intensif fiskal. UU Cipta Kerja akan memberikan kepada usaha kecil dan mikro. Sementara itu, pada aturan turunan, fasilitas fiskal tersebut hanya diberikan kepada usaha mikro.
Pada pasal 91 UU Cipta Kerja disebutkan bahwa perizinan UMKM akan lebih mudah. Jika sebelumnya pengusaha harus datang mengurus langsung ke Dinas Perizinan dan melewati birokrasi yang berliku-liku, maka saat ini bisa didaftarkan via online. Dengan syarat harus melampirkan surat izin usaha dari Ketua RT serta KTP yang masih berlaku.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengatakan bahwa dalam proses penyusunannya, pemerintah turun langsung ke beberapa daerah untuk menyosialisasikan substansi UU Cipta Kerja sekaligus menyerap masukan dan tanggapan masyarakat serta seluruh pemangku kepentingan.
Airlangga menjelaskan bahwa UU Cipta Kerja diharapkan mampu memberikan perlindungan dan kemudahan bagi pelaku UMKM dan Koperasi. Luasnya cakupan UU Cipta Kerja menurut Airlangga dimaksudkan untuk mengharmonisasi berbagai sistem perizinan di berbagai UU sektor yang belum terintegrasi dan harmonis, bahkan cenderung sektoral, tumpang tindih dan saling mengikat.
Hal ini-lah yang membuat pelaku usaha mikro dan kecil hingga pelaku usaha menengah dan besar mengalami kesulitan dalam mendapatkan perizinan, memulai kegiatan usaha dan bahkan sulit untuk mengembangkan usaha yang telah ada.
Melihat kondisi tersebut, UU Cipta Kerja melakukan perubahan paradigma dan konsepsi perizinan berusaha dengan melakukan penerapan perizinan berusaha berbasis risiko.
Usaha dengan risiko rendah cukup dengan pendaftaran atau nomor induk berusaha (NIB). Usaha risiko menengah dengan sertifikat standar dan risiko tinggi harus memiliki izin.
UU Cipta Kerja juga diyakini Airlangga dalam memberikan banyak perhatian dan afirmasi kepada UMKM. Mulai dari perizinan tunggal hingga kemudahan bagi UMK untuk mendapatkan sertifikat halal dengan biaya yang ditanggung oleh pemerintah.
Pemerintah juga memberi insentif fiskal serta pembiayaan untuk pengambangan dan pemberdayaan UMKM serta Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk mendanai kegiatan pengembangan dan pemberdayaan UMKM.
Kemudahan dengan pemberian fasilitasi layanan bantuan dan perlindungan hukum bagi UMK, prioritas produk/jasa UMK dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah, kemitraan UMK melalui penyediaan tempat promosi, serta tempat usaha atau pengembangan UMK pada infrastruktur publik yang dialokasi 30 persen.
Draft UU Cipta Kerja diharapkan menjadi angin segar bagi para pelaku UMKM yang ingin tetap menjalankan usahanya, tentunya kebijakan ini bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam berusaha.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers dan Mahasiswa Cikini