Pemerintah Sudah Transparan Menyampaikan Data Korban Covid-19
Oleh: Andhika Lazuardi )*
Tudingan bahwa Pemerintah menyembunyikan data korban Covid-19 masih saja terjadi, terutama melalui media sosial. Padahal, negara telah transparan dalam mengungkap data korban Covid-19 kepada masyarakat agar publik dapat lebih waspada terhadap potensi penularan wabah tersebut.
Berbagai informasi tentang Covid-19 terus mengalir seperti tsunami yang sering kali membingungkan masyarakat. Kendati demikian, sering kali informasi yang beredar justru berisi informasi keliru (hoaks) yang dapat memicu keresahan di masyarakat, tidak terkecuali anggapan bahwa Pemerintah menyembunyikan data korban Covid-19 sesungguhnya.
Bahkan, sempat dikabarkan jika seorang dokter yang tergabung dalam IDI (ikatan dokter Indonesia) mengutarakan gagasannya untuk membiarkan seluruh informasi berkenaan dengan data pasien yang telah terjangkit Corona. Dokter yang telah menyampaikan usulan tersebut mengatakan bahwa hal ini demi membantu tugas atau kinerja Gugus Tugas COVID-19.
Pasalnya, hal ini dinilai lebih efektif untuk melancarkan sejumlah pelacakan berupa kontak tracing, dimana, kapan hingga siapapun yang kemungkinan telah melakukan kontak dengan penderita. Harapannya ialah menekan angka penularan sekaligus penyebaran penyakit. Transparansi ini meliputi nama juga tempat tinggal pasien.
Namun, sayangnya gagasan ini bertolak belakang dengan UU 14/2008 berkenaan dengan Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang menekankan adanya pengecualian terhadap data diri pasien (merujuk pada pasal 17h, pasal 18 dan 54 UU KIP). Kecuali Jika pemiliknya telah memberikan izin tertulis serta pelanggaran atas penggunaan informasi publik termasuk pasien bakal diancam sanksi pidana.
Maka dari itu, gagasan ini kemudian memunculkan pilihan untuk dibuka secara Minimalis. Sehingga tidak sepenuhnya dapat dibuka ke muka publik. Namun, cukup disampaikan secara terbatas kepada Gugus Tugas COVID-19, khususnya sebagai bahan pelaksanaan tugas.
Dapat disimpulkan jika UU KIP secara pasti menginginkan perlindungan informasi terkait data pasien. Namun, Juga Bukan berarti harus membukanya secara paksa ke ranah umum.
Sebagai contoh penerapannya ialah Gugus Tugas menyajikan transparansi data yang meliputi berapa jumlah pasien yang positif, korban meninggal berdasarkan provinsi. Dalam hal ini informasi tetap ditutup, khususnya nama juga alamat rumah pasien.
Hal ini diterapkan pula pada level Pemprov yang secara akurat menyajikan data ke ranah publik dengan aplikasi seperti corona.jakarta.go.id. Pada laman tersebut masyarakat bisa mengakses berapa jumlah kasus yang sedang tunggu hasil, kasus positif , yang dirawat, sembuh , meninggal hingga isolasi mandiri. Namun, untuk pemetaan tetap berupa titik di kelurahan, kabupaten dan bukan mendetail seperti alamat rumah.
Ketentuan menyembunyikan data ini selain secara tegas telah diatur dalam UU KIP, juga cukup krusial guna melindungi pasien dari upaya diskriminasi, persekusi, intimidasi, bahkan teror yang mungkin diterima pasien. sebab, Sangat mungkin, jika pasien ‘suspect’ COVID-19 diperlakukan dengan tidak menyenangkan oleh masyarakat tertentu di wilayah dirinya tinggal.
Namun, khusus untuk pembukaan informasi data pribadi pasien guna pelaksanaan tugas, tetap butuh perhatian ekstra dalam menjaga rahasia serta disiplin menjalani petunjuk teknis (juknis) berkenaan siapa saja yang berhak menerima data, mengobservasi, mengambil keputusan, dan mengkoordinasikan lapangan. Sehingga, pihak yang diberi informasi ini wajib bertanggung jawab dan melaksanakan tugas secara optimal berdasarkan tujuan dibukanya informasi itu.
Jika sudah demikian, tentunya tudingan anti transparansi yang dilayangkan dapat dipatahkan. kemungkinan-kemungkinan lain ialah tanggung jawab untuk melindungi hal pribadi pasien. Wajar saja, jika di Indonesia memang kritis terkait data yang disajikan. Jika sudah ada satu saja berita turun misalnya, pasien positif COVID-19. Maka data dirinya bakalan diuprek habis-habisan. Jika hanya untuk informasi sendiri tak masalah. Jika kemudian di share ke ranah publik dengan skala yang lebih besar seperti jejaring sosial, wah bisa gawat! Bullying akan digencarkan, seolah mereka tak tahu aturan.
Padahal, tindakan ini wajib dimengerti oleh seluruh warga negara Indonesia. Penyembunyian data ini ialah murni untuk melindungi mereka (pasien Corona), agar tak terjadi hal-hal yang tak diinginkan, seperti telah terebut diatas. Coba bayangkan jika itu adalah kita, teman kita, tetangga atau bahkan orang yang kita sayang.
)* Penulis adalah warganet tinggal di Bekasi