Pemerintah Terus Dorong Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Melalui Pembiayaan UMKM
Pemerintah Republik Indonesia (RI) terus mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan di Tanah Air, salah satu caranya adalah melalui skema pembiayaan para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) berbasis fintech dan wakaf.
Memang selama ini, menjadi salah satu permasalahan yang sangat mendasar dalam upaya pembangunan ekonomi di Indonesia adalah bagaimana terjadinya stagnasi dari para pelaku UMKM di balik kemajuan industri yang saat ini tengah terjadi kian masif di dunia.
Tidak sedikit diantara para pelaku UMKM itu saat ini berkembang dengan adanya permasalahan dari sisi pembiayaan yang merupakan tantangan sehingga harus bisa segera diselesaikan, termasuk juga berkaitan dengan bagaimana upaya untuk membangun alternatif pembiayaan bagi para UMKM tersebut.
Menanggapi hasil isu riset yang sangat menantang itu, Kepala Organisasi Riset Tata Kelola Pemerintahan, Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat (OR TKPEKM) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Agus Eko Nugroho menguraikan beberapa hal mengenai upaya untuk memperkuat basis peroduksi nasional yang bukan hanya pada level korporasi saja, tapi juga pada ekonomi kerakyatan.
Sejauh ini ternyata potensi besar dimiliki oleh Wakaf termasuk di dalamnya berupa Zakat, Infaq dan sedekah yang mampu menjadi sebuah alternatif solusi untuk semakin mendongkrak pembiayaan para pelaku UMKM, selain itu juga mampu semakin diakselerasi untuk kepentingan membangun pembiayaan mereka.
Kemudian, Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Teknologi Sumbawa, Yolli Eka Putri menyampaikan paparan bahwa Peer-to-Peer (P2P) Lending mampu menjadi salah satu peluang. Karena konsep itu didirikan dengan semangat tolong menolong dan juga ditujukan untuk para pelaku usaha UMKM.
Selanjutnya, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Lisa Listiana memaparkan bahwa wakaf mampu menjadi salah satu alternatif akan pembiayaan UMKM di Tanah Air. Pasalnya peranan dari wakaf sendiri untuk perekonomian nasional ternyata memiliki potensi yang besar dari perspektif sosio ekonomi, yakni hingga mencapai 180 triliun per tahun. Maka dari itu, adanya konsep wakaf mampu berpotensi untuk menjadi salah satu alternatif dan solusi akan isu ekonomi global saat ini, yaitu mengenai inequality.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Ahli Utama BRIN, Syahrir Ika memaparkan terkait dengan adanya alternatif lain pembiayaan UMKM dengan berbasis ekonomi kerakyatan. Menurutnya, ekonomi kerakyatan atau state of peoples economy sebagai suatu sistem ekonomi yang mencakup konsep, kebijakan dan juga strategi pembangunan yang tentu saja berfokus pada pemberdayaan ekonomi rakyat dan mampu menciptakan keadilan ekonomi serta semakin menyejahterakan masyarakat secara luas.
Ekonomi rakyat (people economic) sendiri merupakan sebuah pelaku ekonomi rakyat dalam bentuk koperasi dan UMKM, yang mana di dalamnya tidak termasuk dengan adanya Usaha Besar. Data menunjukkan bahwa terdapat lebih dari 64 juta jenis usaha, yang mana ternyata 99,9 persen diantaranya merupakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.
Sangat berbanding terbalik dengan usaha besar yang hanya pada angka 0,0008 persen saja. Kemudian berdasarkan dengan bagaimana struktur penggunaan tenaga kerja, dari 144 juta angkatan kerja, UMKM menyumbangkan sebesar 97 persen dan usaha besar hanya 3 persen saja.
Akan tetapi ironinya adalah dari data tersebut, ternyata sebanyak 6.686 triliun Rupiah struktur kredit perbankan, nyatanya UMKM hanya memiliki bagian 20 persen saja, sedangkan sisanya yakni 80 persen lainnya untuk jenis usaha besar.
Maka dari itu, kemudian Pemerintah RI berfokus untuk terus mengembangkan ekonomi dengan sistem kerakyatan, yang mana pada esensinya akan membangun pula ekosistem ekonomi rakyat seperti infrastruktur usaha, kapital, jaringan kerja seperti jaringan bisnis, pemasaran, informasi, manajemen dan teknologi serta capacity building atau sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan ekonomi rakyat.
Karena memang memiliki peranan yang sangat penting bagi seluruh masyarakat di Indonesia, koperasi sebagai salah satu pilar ekonomi kerakyatan menjadi salah satu syarat akan terwujudnya kemandirian bangsa. Keberlakuan koperasi juga sangat sejalan dengan penerapan filosofi kegotongroyongan, yang mana koperasi dapat mengungkit dan mewujudkan kesejahteraan bagi semua anggotanya.
Namun ternyata berdasarkan data yang ada, di Indonesia hanya sekitar 10 persen masyarakat saja yang bergabung ke dalam koperasi. Sebesar 73 persen para milenial tidak pernah menjadi anggota koperasi dan hanya sekitar 6 persen yang menjadi anggota koperasi. Sehingga antusiasme masyarakat terhadap koperasi jelas perlu ditingkatkan.
Menyikapi hal tersebut, kemudian Pemerintah RI telah melakukan beberapa upaya seperti mendorong terwujudnya modernisasi koperasi sebagaimana yang telah tertuang ke dalam RPJMN 2020-2024, di mana target koperasi modern yang dikembangkan hingga tahun 2024 adalah sebanyak 500 koperasi.
Bukan hanya itu, namun Pemerintah juga melakukan rebranding koperasi agar sesuai dengan kemajuan jaman, lebih inovatif dan adaptif melalui Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023. Pemerintah juga terus mendorong adanya Gerakan Indonesia Mandiri melalui berbagai upaya termasuk di dalamnya pemberdayaan sistem ekonomi kerakyatan melalui koperasi.
Memang UMKM sendiri menjadi salah satu penopang bagi pergerakan ekonomi nasional selama ini, sehingga keberadaannya menjadi sangat penting. Namun terdapat beberapa kendala sehingga menjadikannya stagnan seperti pembiayaan yang kurang. Maka dari itu Pemerintah terus mendorong adanya pengembangan akan ekonomi kerakyatan demi membantu pembiayaan UMKM.