Polemik Politik

Pemerintah Tunggu Keputusan Endemi Covid-19 Dari WHO

Oleh: Satria Pandu Jati )*

Kasus Covid-19 di Indonesia ternyata terus menunjukkan arah pembaikan, namun demikian bukan lantas pandemi hilang begitu saja. Selain itu keputusan untuk mengubah statusnya menjadi endemi berada di tangan WHO. Masyarakat harus tetap menjaga protokol kesehatan dan melakukan vaksinasi booster seiring adanya subvarian Covid-19 XBB.

Berdasarkan angka reproduksi efektif (RT) dari COVID-19 di Indonesia, ternyata angkanya berada di bawah satu, yakni berada pada 0,8. Bahkan pencapaian tersebut sudah terjadi sejak pertengahan bulan Agustus 2022 lalu. Hal tersebut menurut Epidemiolog Universitas Airlangga, Dr Windhu Purnomo bisa dikatakan jika memang angka reproduksi efektif dari suatu virus berada di bawah satu, berarti tingkat penularan menjadi sangat kecil. Pasalnya, dia memberikan contoh, jika angka reproduksi efektifnya 2, berarti satu orang yang positif akan menulari dua orang lain dan seterusnya.

Bukan hanya berdasarkan reproduksi efektif saja, melainkan jika melihat indikator lain, yakni positivity rate Covid-19 di Indonesia sudah mendekati level 5 persen, sehingga memang banyak ditemui kalau fasilitas pelayanan kesehatan sudah tidak terlalu terbebani lagi oleh pasien Covid-19, tidak seperti pada tahun sebelumnya tatkala virus itu sedang sangat membludak. Senada dengan hal tersebut, angka kematian akibat Covid-19 pun juga ikut semakin menurun.

Padahal di sisi lain, menurut Dr Windhu masih banyak negara yang situasinya lebih buruk dibandingkan Indonesia. Dengan mobilitas yang tinggi, ada potensi muncul mutasi dan varian baru Covid-19. Hal tersebut menunjukkan bagaimana pemerintah sudah sangat berhasil melakukan penanganan dan pengendalian pandemi, serta disatu sisi juga berupaya untuk membuka kembali berjalannya roda perekonomian di Tanah Air dengan mulai melonggarkan kebijakan mobilitas bagi masyarakat.

Meski berbagai indikator memang sudah menunjukkan bahwa kasus Covid-19 di Indonesia terus mengalami pembaikan, namun bukan berarti pandemi sudah benar-benar berakhir begitu saja. Pencabutan status pandemi memang masih berada ditangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dr Windhu juga mengungkapkan sebenarnya dari data-data yang telah disebutkan, Indonesia sudah mulai masuk ke dalam fase awal endemi. Namun dirinya juga masih dengan penuh waspada menjelaskan bahwa meski berada di fase awal endemi, tujuannya bukan endemi, tapi sporadis. Gambarannya sesekali ada, sesekali hilang.

Menurut Epidemiolog Universitas Airlangga tersebut, hal terbaik yang bisa dilakukan oleh pemerintah adalah tidak mendahului keputusan WHO dalam mengakhiri status pandemi, sehingga terus saja memantau bagaimana perkembangan status dari WHO. Selain itu, dirinya juga kembali mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk terus menggalakkan vaksinasi booster dengan jauh lebih masif lagi, dengan target sekitar 70 persen populasi bisa menjalani vaksin hingga setidaknya akhir tahun nanti untuk jauh lebih menjamin terbentuknya herd immunity agar status endemi akan menjadi semakin jelas bisa diraih. Baginya, vaksinasi booster dosis ketiga memang seharusnya bisa dikejar dan disebarkan hingga ke semua daerah di Tanah Air.

Menurut Windhu, WHO yang memiliki wewenang untuk mencabut Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Setelah itu, status pandemi di Indonesia pun berakhir. Bukan hanya melihat status dari satu negara saja, melainkan keputusan WHO untuk tetap memberlakukan status pandemi Covid-19 adalah juga bagaimana mereka melihat negara-negara lainnya yang ternyata masih belum dalam kondisi yang benar-benar aman akan ancaman. Ketika semua negara sudah mulai aman, maka bukan tidak mungkin status pandemi akan bisa dicabut.

Sebelumnya, ketika infeksi Covid-19 dan kematian terkait terus menurun, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan bahwa kemungkinan munculnya varian virus corona yang lebih mematikan dan lebih menular tetap ada dan mendesak semua untuk terus meningkatkan kewaspadaan. Sehingga memang semua orang harus terus meningkatkan kewaspadaan diri masing-masing dan tidak terlalu tergesa-gesa atau kemudian menjadi lengah karena menganggap seolah pandemi sudah tidak ada.

Mengenai hal tersebut, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengungkapkan bahwa subvarian Omicron lebih menular daripada pendahulunya, dan risiko varian yang lebih menular dan lebih berbahaya tetap ada. Bahkan dirinya juga mengingatkan kepada semua orang bahwa bukan tidak mungkin, kasus Covid-19 akan kembali meningkat dalam beberapa bulan mendatang.

Menurut Tedros, meski saat ini memang di beberapa wilayah didunia sedang terjadi penurunan kasus dan juga penurunan tingkat kematian akibat Covid-19, akan tetapi terdapat risiko cuaca dingin dibelahan bumi Utara yang bisa saja kembali meningkatkan risiko rawat inap serta kematian dalam beberapa bulan ke depan. Memang, sebelumnya pihak WHO sendiri juga sempat mengungkapkan bahwa manusia harus bersiap di tahun-tahun mendatang untuk bisa hidup berdampingan dengan Covid-19.

Sehingga meski semua indikator menunjukkan perbaikan mengenai Covid-19 di Indonesia dan juga mengindikasikan bahwa penanganan serta pengendalian pandemi yang dilakukan oleh pemerintah RI mengalami kesuksesan yang besar, namun sama sekali bukan berarti pandemi hilang begitu saja. Tetap, keputusan mengenai status virus itu mutlak berada ditangan WHO dengan berbagai penilaian mereka, sehingga protokol kesehatan serta vaksinasi harus tetap digencarkan oleh seluruh masyarakat.

)* Penulis adalah kontributor Persada institute

Show More

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button

Adblock Detected

Kami juga tidak suka iklan, kami hanya menampilkan iklan yang tidak menggangu. Terimakasih