Pemilihan Menteri Adalah Hak Prerogatif Presiden
Oleh : Raditya Rahman )*
Partai Gerindra ditengarai akan merapat ke pemerintahan Presiden Jokowi di periode keduanya, dan meminta 3 jatah kursi menteri. Hal tersebut ditanggapi oleh Partai NasDem bahwa pemilihan Menteri merupakan hak prerogatif Presiden.
Waketum Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, Gerindra telah menyampaikan gagasan kepada pemerintah, tetapi gagasan tersebut masih dibicarakan. Jika gagasan itu diterima, maka Gerindra akan berada di dalam pemerintahan.
Sekjen Partai NasDem Jonhy G Plate mengatakan, apabila hal itu dilakukan oleh pihak luar koalisi, maka namanya juga minta, dan berharap tentu boleh saja, setuju atau tidaknya menjadi soal lain bagi partai koalisi. Pihaknya tetap mengingatkan bahwa terkait anggota kabinet, sepenuhnya domain Presiden terpilih dan hak prerogatif presiden harus kita Hormati.
Johnny menuturkan, agar Gerindra tidak memaksa Jokowi dalam menggunakan hak prerogatifnya. Menurutnya, hal ini agar memberikan kesempatan Jokowi dalam membentuk kabinet dengan tenang dan sesuai harapan.
Pastinya terkait dengan hak prerogatif presiden, Partai Gerindra tidak berhak untuk memaksa Presiden Jokowi. Sebagaimana partai koalisi yang mengusung Jokowi-Ma’ruf Amin, maka Gerindra juga mempunyai kewajiban untuk memberikan kesempatan kepada presiden, agar dapat mengambil keputusan dengan tenang dalam membentuk kabinet yang sesuai dengan harapan dan keinginan Presiden.
Meski dimungkinkan menurut presidensialisme, namun perlu juga memperhatikan kepantasan politik, yakni pihak yang kalah dalam Pilpres juga harus menunjukkan jiwa ksatria sebagai pihak yang kalah. Masyarakat pemilih atau konstituen jangan dibuat kabur, yang mana pemenang dan mana yang kalah dalam kontestasi demokrasi yang sehat, agar tidak terjadi kebingungungan di masyarakat.
Apalagi jika yang kalah seolah – olah merasa memiliki hak dan berusaha memaksa, agar dianggap juga sebagai pemenang. Mestinya keadaban politik yang sehat perlu dijaga dengan baik dan dilaksanakan dengan pantas dan penuh tanggungjawab.
Memilh calon menteri dan menata komposisi, kerap melahirkan dilema untuk apapun yang akan diambil presiden di tengah relasi kuasanya dengan ragam kekuatan politik, terutama dengan partai yang memiliki kekuatan nyata di DPR.
Disebut sebagai hak prerogatif karena pada dasarnya, Presiden tidak memerlukan campur tangan pihak lain dalam menyusun komposisi kabinetnya. Oleh karena itu kita jangan terkecoh oleh pemberitaan terkait dengan susunan kabinet yang beredar di sosial media, karena susunan kabinet yang benar adalah yang disampaikan Presiden secara langsung di hari H pengumuman susunan pembantu presiden itu.
Tidak sedikit berita yang beredar di media sosial, baik tekanan eksplisit maupun implisit, kepentingan dari berbagai pihak yang meminta Jokowi memilih orang yang menjadi representasi kelompoknya.
Padahal, semua tahu bahwa memilih menteri ialah hak prerogatif presiden. Di posisi itulah, seharusnya semua pihak memuliakan hak yang melekat pada Presiden terpilih. Berikan kesempatan sepenuhnya kepada Presiden Jokowi agar dengan tenang dan cermat dapat menentukan siapa saja yang akan membantunya dalam menjalankan kabinet selama 5 tahun ke depan.
Meskipun kedua belah pihak telah sepakat melakukan rekonsiliasi, namun penekan makna rekonsiliasi dalam konteks bagi-bagi kursi sesungguhnya telah mendistorsi keluhuran rekonsiliasi itu sendiri.
Kita perlu jeli dalam mengartikannya, dimana salah satu makna rekonsiliasi dalam KBBI adalah perbuatan memulihkan hubungan persahabatan pada keadaan semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan. Rekonsiliasi selalu membutuhkan syarat utama, yakni saling menghormati (respect), niat baik (good will), dan pemahaman bersama (mutual understanding).
Rekonsiliasi bukan soal bagi-bagi kekuasaan (powe sharing) di tingkat elite, melainkan lebih pada upaya menjaga suasana lebih komunikatif satu sama lain, saling menghormati tahapan proses yang sudah dilalui berlandaskan aturan, serta menjaga suasana kebersamaan, terutama untuk memulihkan hubungan di masyarakat.
Oleh karena itu, Presiden selaku pemegang Hak Prerogatif, pastinya memerlukan orang yang siap tanggap, cekatan, serta mampu merespons dengan baik, cepat dan tepat setiap arahan serta arus besar perubahan yang diinginkan presiden.
Presiden tentu sudah memiliki matriks kompetensi tentang menteri-menteri yang diharapkan bisa membantunya 5 tahun ke depan. Fokus kebutuhan menjadi kunci karena Presiden jelas tidak mungkin akan mewujudkan semua aspirasi dari semua orang yang mendekatinya. Hak prerogatif presiden dalam urusan ini, tentunya sesuai dengan konstitusi NKRI.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik