Pemilu Bukan Berarti Tidak Bersatu
Oleh : Elan Lazuardi )*
Sebagai bangsa yang besar, tentu Indonesia harus mampu menunjukkan kepada dunia, bahwa Indonesia merupakan bangsa yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan.
Hal tersebut dikarenakan, kebangkitan bangsa Indonesia untuk mewujudkan masa depan yang berkeadilan, bermartabat dan berkemajuan, hanya dapat dicapai melalui terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa yang dilandasi semangat persaudaraan antar masyarakat.
Pilpres 2019 telah kita lalui dengan segala gegap gempitanya, banyak yang bahagia adapula yang mengecamnya, bahkan ada pula yang secara terang – terangan menuduh Pemilu 2019 penuh dengan kecurangan.
Rasa persatuan bisa hancur apabila provokasi semakin aktif dan yang terprovokasi menelan segala informasi secara mentah – mentah. Persatuan yang terjaga tentu akan menumbuhkan kerukunan dalam kehidupan dan kedamaian dalam bermasyarakat, jika hal persatuan bisa terawat dengan baik, maka bukan tidak mungkin akselerasi penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya dapat diwujudkan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
Pastinya, kita akan merasa tidak nyaman untuk mempelajari sesuatu, dengan seseorang yang tidak memiliki toleransi terhadap perbedaan. Padahal toleransi merupakan salah satu ciri yang ada dalam ideologi Pancasila.
Pemilu yang merupakan pesta demokrasi sejatinya hanyalah sebuah alat atau mekanisme untuk menentukan siapa yang terbaik diantara putra bangsa yang terbaik untuk menahkodai perjalanan bangsa Indonesia kedepan, dan siapapun yang terpilih, maka dialah yang memang dikehendaki oleh rakyat dan semua seharusnya wajib saling mendukung demi kemajuan dan persatuan Indonesia.
Dalam mengisi kemerdekaan, tentu jangan sampai mengancam persatunan hanya karena berbeda pilihan, kini kita tidak lagi terjajah oleh negara lain, tapi yang menjadi lawan kita adalah diri kita sendiri.
Tanpa adanya persatuan yang telah diperjuangkan oleh para pendahulu maupun para founding father Indonesia, kemerdekaan Indonesia tentu hanya akan menjadi sesuatu yang tidak mungkin untuk bangsa, begitu juga saat ini, keterpecahbelahan juga sangat mungkin terjadi jika perbedaan hanya mempertebal polarisasi antar masyarakat.
Kita berharap agar kinerja pemerintahan yang baru tersebut tidak terganggu oleh hal non teknis sebagai imbas dari keterbelahan masyarakat karena perbedaan pilihan politik dalam pemilu. Semoga dengan pembaruan kabinet yang ada, pemerintah dapat merangkul serta mengakomodasi kepentingan semua pihak, sehingga polaritas yang terjadi seperti politik bernuansa agama ataupun politik identitas dapat bersatu kembali, tanpa adanya kubu 01 maupun 02.
Jangan sampai politik identitas menjadikan bangsa tidak akur, seperti kisah pengemudi taksi online yang memaksa penumpangnya turun di jalan hanya karena berbeda pilihan Capres dan dirinya tidak berhijab, hal ini tentu tidak mencerminkan nilai – nilai Indonesia yang menjunjung tinggi kebhinekaan.
Hal tersebut sudah semestinya menjadi evaluasi bagi elite politik dalam membangun narasi publik, jangan sampai para elite politik hanya mengejar kemenangan namun abai memberikan keteladanan tentang cara bagaimana semestinya berkompetisi secara sehat dan elegan.
Pepatah jawa mengatakan Menang tanpo ngasorake. Namun pepatah tersebut seakan hanya menjadi angin lalu, ketika beberapa pemuka agama justru secara provokatif menghina dan mengajak umatnya untuk menghina secara tidak pantas.
Berakhirnya Pemilu serentak 17 April, diharapkan dapat kembali menyatukan semua perbedaan – perbedaan yang sempat meruncing selama masa kampanye, rasa persatuan tersebut dapat dimulai dengan mengajak kawan – kawan untuk ngobrol santai ataupun ngopi bareng tanpa membahas sentimen tentang politik.
Tentu akan lebih bijak apabila bagi pendukung yang kalah memberikan ucapan selamat di sosial media, tanpa mencantumkan tagar yang tidak layak baca, tentu kita wajib tanya pada diri sendiri, pantaskah saya menghina atau merendahkan teman yang jagoannya kalah dalam pilpres.
Karena pada hakikatnya pemilu bukanlah untuk menciptakan perpecahan, Pemilu merupakan wujud dari penerapan nilai ideologi pancasila, dimana dalam penyelenggaraannya tidak boleh melupakan unsur sila ke- 3 yaitu persatuan Indonesia.
Rasa keindonesiaan kita tercermin dalam ideologi negara pancasila, sehingga kampanye dalam Pileg dan Pilpres lima tahun yang akan datang sudah semestinya tak lagi diricuhkan dengan politik identitas yang memecah-belah persatuan, melainkan dimeriahkan oleh adu strategi, adu program dan adu gagasan.
Apabila terdapat perbedaan tentu merupakan hal yang wajar, karena keragaman di Indonesia sudah tertanam sejak dulu.
)* Penulis adalah pengamat sosial politik